Mohon tunggu...
Caesar Naibaho
Caesar Naibaho Mohon Tunggu... Guru - Membaca adalah kegemaran dan Menuliskan kembali dengan gaya bahasa sendiri. Keharusan

Pengajar yang masih perlu Belajar...

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Happy Birth Day Pangeran dan Legenda Serigala Roma

1 Oktober 2016   10:04 Diperbarui: 1 Oktober 2016   10:21 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Italia sangat beruntung bisa melahirkan para pemain-pemain sepakbola kelas dunia yang telah melegenda dan menjadi ikon yang tidak terbantahkan dalam sejarah sepakbola dunia hingga sekarang. Masih membekas tentunya bagaimana Lega Calcio alias Liga Italia sangat begitu mendominasi dunia di era 90-an hingga awal tahun 2000-an hingga ‘memaksa’ Indonesia lewat PSSI memberikan kesempatan kepada putra terbaik bangsa ini untuk belajar ke Italia melalui program Timnas Baretti dan Timnas Primavera. Secuil kisah yang memberikan gambaran betapa hebatnya Liga Italia, hingga sekarang kalah pamor dari Liga Inggris di masa itu.

Lantas, siapa yang tidak kenal Francesco Totti? Sangat janggal bila ada yang tidak mengenal pria berzodiak Libra yang lahir 27 September 1976 tahun yang lalu. Yah, dia adalah sang legenda dan pangeran abadi Roma yang masih aktif bermain untuk klub Serigala Ibukota, AS Roma, walau sudah berusia 39 tahun. Kemampuan fisik dan skill olah bolanya masih yahud, belum lagi ketampanan sang lelaki yang membuat para tifosi Roma akan selalu teriak histeris, khususnya kaum hawa begitu melihat sang idola turun ke lapangan hijau. Tidak dapat dipungkiri daya tarik Lega Calcio medio tahun 90an hingga awal tahun 200an tidak lain karena ketampanan dan kemampuan olah bola para pemain-pemainnya, sebut saja Roberto Baggio, Paolo Maldini, Allesandro Del Piero, hingga Francesco Totti.

Saya masih ingat tertarik dengan dunia Sepakbola ketika berlangsungnya Piala Dunia 1994 di Negeri Paman Sam. Ketika itu, tanpa sengaja saya terbangun pagi-pagi dan melihat Ayah saya asyik menonton final yang mempertemukan Brazil kontra Italia. Ketika itu saya dan Ayah nonton bareng bagaimana kegagalan Roberto Baggio mengeksekusi pinalti yang menjadi biang kerok keberhasilan Brazil  menjadi juara. Begitu juga dengan tayangan-tayangan Lega Calcio yang ditayangkan oleh stasiun televise milik Pemerintah, TVRI menjadi santapan di akhir pekan.

 Lalu semasa SMA yang saya habiskan di asrama bernama Seminari, permainan sepakbola menjadi ekskul yang tidak dapat dipisahkan selama tiga tahun lebih. Bermain di posisi bek bukan pilihan namun kekosongan yang harus di isi, karena waktu itu banyak yang berlomba-lomba jadi penyerang dan pemain tengah. Gaya permainan kamipun terinspirasi dari tontonan-tontonan lega calcio, maupun bundesliga yang waktu itu menjadi tayangan favorit di beberapa tayangan televise. Dan banyak teman-teman yang bermain terinspirasi dari gaya permainan pemain-pemain liga Italia, sebut sajah salah satunya legenda AS Roma yang kala itu masih berusia muda.

Dialah Francesco Totti, sang penyerang lubang yang bisa membobol gawang lawan dari sudut sempit sekalipun dan peluang sekecil apapun dapat dimanfaatkan dengan baik. Dialah sang pangeran Roma yang sesungguhnya, mampu bertahan di klub sejak tahun 1992, telah merumput di AS Roma sejak usia 16 tahun dan mampu bertahan di klub ibukota Italia ini selama 25 tahun. Pemain yang memiliki cirri khas rambut gondrong ini selalu bermimpi untuk berseragam I Giallorosi dan mimpi itu menjadi kenyataan ketika pertama kalinya diturunkan tahun 1992. Di umur 22 tahun dia ditahbiskan menjadi kapten AS Roma hingga melegenda dan mendapatkan predikat “Sang Pangeran Roma” hingga sekarang. Pengabdian sang pemain yang menampik sejumlah tawaran menggila mengakibatkan tifosi Roma sangat sayang kepada pemain yang membawa Italia menjadi juara Piala Dunia 2006 di Jerman.

Kesetiaan Totti seharusnya menjadi pelajaran bagi pemain-pemain muda di seluruh dunia bahwa uang bukanlah segalanya, dimana dalam sebuah curhatan pernah si pemain ternyata sangat diminati oleh klub terkaya dan menjadi Los Galaticos dengan menempatkan seluruh pemain terbaik diklubnya. Totti pernah dijadikan pemain termahal, setara dengan Zidane apabila mau pindah medio tahun 2003. Tapi kekuatan uang tidak meluluhkan hati seorang pangeran Roma yang sangat setia membela AS Roma, dia tetap sabar bermain dan menjadi pahlawan AS Roma dengan merebut Scudetto bersama Gabriel Batistuta, Cafu, dan bintang asal Jepang, Nakata. Tentunya bicara tentang Francesco Totti tidaklah cukup untuk menceritakannya tiga hari, tiga lama dan dalam sebuah buku dengan 300 lembar lebih dengan hasil kemampuannya mencetak 250 gol di Seri A dan 300 lebih gol disemua kompetisi, baik internasional maupun local, serta 117 assist.

Kembali ke pengalaman bermain sepakbola, mengidolai para pemain lega calico semasa kuliah sungguh menjadi penyemangat dengan membaca berita-berita sepakbola dunia. Menjadi pemain tim inti kampus adalah impian kala itu dan persaingan bisa tidak sehat untuk menerobos pemain inti. Namun berbekal pelajaran dan pengalaman bermain bola semenjak SMP dan SMA, saya bisa dipercaya menempati posisi bek kanan. Dan gaya nyentrik waktu itu adalah kompak memoles diri seperti para pemain-pemain Italia yang terkenal dengan gondrongnya kala itu. Semasa mahasiswa, kita diperbolehkan berambut gondrong dan kami rame-rame menggondrongkan diri, mirip dengan Allesandro del Piero, Batistuta, dan tentunya Francesco Totti.

Pernah tahun 2003, kami menghadapi tim dari Poltek USU di stadion mini USU dalam sebuah turnamen. Di perempatfinal, tim kami bertemu dengan tim Poltek, dalam mempersiapkan pertandingan ini, saya waktu itu harus mencari ikat rambut untuk melingkarkan tali pengikat di kepala, persis seperti yang ditunjukkan oleh para pemain-pemain internasional kala itu. Saya harus mengambil ikat rambut adik perempuan saya dan mengenakannya di kepala.

Ternyata itu membawa berkah, selain mampu bermain lugas untuk menjaga pertahanan sebelah kanan dari serangan pemain lawan dan mampu mematikan treguista atau penyerang lobang mereka yang sering bermain dari sebelah kiri atau sebelah kanan saya, ternyata saya juga mampu menciptakan sebuah gol berbau keberuntungan.

Ketika itu bola yang disapu bersih di kotak penalti lawan mengarah ke tengah lapangan sebelah kanan saya. Saya yang berada paling dekat, berlari kencang mendahului pemain lawan yang berlari ke depan saya juga mengejar bola. Saya yang duluan sampai, melihat bola memantul ke tanah, setelah pantulan itu, kaki kanan saya duluan menendang bola ke depan sekuat tenaga. Ternyata tendangan kaki kanan saya mengenai bola dan bola sebelum melayang ke depan, ternyata mengenai punggung penyerang yang berlari ke depan. Tidak disangka, bola pantul itu melayang ke depan dan tepat ke arah gawang lawan. Bola dicoba ditepis kiper, tetapi karena salah langkah, akhirnya bola tidak dapat ditepis sempurna dan bola meluncur ke gawang. Gol…!!!

Akhirnya gol tersebut adalah gol satu-satunya, dengan gaya seorang Gabriel Batistuta, saya merayakan gol tersebut berlari ke arah kiper. Luar biasa senangnya bisa menjadi pahlawan ke semifinal. Di semifinal kami menang lawan tim Ekonomi, tetapi sayang di final, kami kalah lawan Teknik USU yang bermain rusuh. Namanya juga teknik, yah keras dan kasar. Akhirnya daripada pulang tidak selamat, kami kompak mengalah dan jadi runner-up. Walau sudah pensiun karena harus menikmati dunia kerja, sekarang menjadi Pembina ekskul sepakbola adalah pilihan untuk menularkan dan menjaga kesukaan akan olahraga yang paling diminati di seluruh dunia ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun