Mohon tunggu...
Agus Yulianto
Agus Yulianto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pendidikan untuk mengubah perilaku

menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Modus Penjualan Obat Pasien di Rumah Sakit

10 Juli 2012   10:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:06 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sakit adalah sesuatu yang tidak di harapkan oleh setiap orang, terutama masyarakat dari kalangan kurang mampu. Biaya yang mahal terkadang menjadi keluhan untuk pergi ke rumah sakit. Daripada harus mengeluarkan biaya yang mahal untuk biaya perawatan rumah sakit, lebih baik membeli obat warung atau menggunakan obat-obat kampung (herbal) yang mereka olah sendiri. Sekalipun pemerintah telah mengeluarkan Jaminan Kesehatan Masyarakat bagi rakyat miskin, tetapi bukan berarti semua harus serba gratis. Untuk mendapatkan kartu jaminan kesehatan di RT, RW, dan kecamatan setempattidaklah terlalu sulit, karena memang sudah kewajiban pemerintah untuk melayani mereka dan tidak dipungut biaya apapun (kalaupun ada biaya, itu juga sangat keterlaluan) .

Beberapa hari yang lalu, di sebuah rumah makan, saya tidak sengaja mendengar pembicaraanseorang warga yang baru pulang dari Rumah Sakit Umum Daerah. Dengan nada kesal dia menceritakan kejadian yang telah di alaminya kepada kawannya. Sambil minum air kelapa, Aku mencoba menanyakan duduk persoalan yang telah dihadapinya. Dikatakannya bahwa salah satu keluarganya menderita sakit dan di bawa ke RSUD, tetapi di tolak oleh oknum pegawai rumah sakit karena jaminan kesehatannya tidak lengkap, dan harus segera dilengkapi. Padahal dia sudah biasa mengurus jaminan kesehatan bagi warga yang lain, karena kebetulan juga dia adalah seorang ketua RW setempat. Setelah bersitegang petugas rumah sakit mempersilahkan pasien tersebut untuk di periksa. Setelah dilakukan pemeriksaan, pasien diharuskan membeli obat diluar, dengan alasan tidak ada obat untuk penyakit bengkak. Dengan dibantu oleh pak Rw, dengan segera membeli obat ke apotik dengan harga Rp. 400.000,-.,

Harga yang cukup mahal bagi warga miskin dengan pengahasilan tidak menentu seperti mereka. Tidak berhenti sampai disitu saja, setelah pasien di rawat inap, si pasien kembali diberikan dua resep obat, satu resep obat yang dijamin oleh jamkesmas/jamkesda, dan yang satu lagi resep obat yang tidak dijamin oleh jamkesmas. Mau tidak mau pasien harus membeli lagi ke apotik dengan harga mahal. Setelah itu obat yang telah dibeli dari apotik tersebut, diambil oleh petugas rumah sakit untuk diberikan bersamaan dengan waktu makan. Setelah waktu makan tiba, petugas mengantarkan makanan berikut obat yang tadi dibeli. Memang benar, obat yang diberikan ke pasien tersebut adalah obat yang baru saja dibeli dari rumah sakit dengan menggunakan jamkesmas/da. Tetapi obat yang dibeli dengan harga mahal di apotik di luar jamkes, justru tidak diberikan. Belum sehari obat habis diminum, datang lagi resep obat berikutnya. Sama seperti sebelumnya, yaitu harus menebus resep di tempat yang berbeda, satu di rumah sakit, dan satu lagi di apotik umum.Padahal obat yang dibeli sebelumnya, harusnya cukup untuk persediaan 2 – 3 hari. Menebus resep ini bisa terjadi berulang-ulang kali, tetapi bagi pasien miskin yang tidak mengerti , sepertinya dengan sangat terpaksa harus membelinya.

Saya ceritakan persoalan tersebut kepada kawan saya, yang kebetulan sedikit mengerti akan hal tersebut. Menurutnya, modus penjualan obat-obatan pasien sudah lama terjadi di beberapa Rumah sakit Umum Daerah, terutama obat-obatan pasien jamkesmas/da. Obat yang dibeli diluar jaminan kesehatan, oleh oknum petugas rumah sakit dijual kembali ke apotik-apotik, hanya demi keuntungan pribadinya. Ah, Sungguh apes nasib rakyat miskin, sudah jatuh, tertimpa tangga pula.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun