Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menahan Krisis Iklim Bermodal Sekop Mini, Cetok, dan Polybag

6 Februari 2024   12:49 Diperbarui: 6 Februari 2024   12:51 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari sudut pengambilan foto yang sama, cita-cita memenuhi halaman rumah dengan pepohonan mulai terwujud. Sumber: Dok.Pribadi

"Kita masih memasukkan 162 juta ton gas rumah kaca ke atmosfer setiap hari; dan jumlah akumulasi tersebut kini memerangkap panas ekstra setara yang dihasilkan oleh 600.000 bom atom kelas Hiroshima yang meledak setiap hari di bumi"--Al Gore. 

      ---

Apa yang diucapkan Al Gore di KTT Forum Ekonomi Dunia, Davos Swiss pada Rabu 18 Januari 2023 menjadi renungan bersama--lebih tepatnya ancaman--betapa krisis iklim penanganannya tidak bisa ditunda lagi.

Pemanfaatan energi berkelanjutan; energi bersih untuk industri, kendaraan, dan rumah tangga tidak bisa ditawar lagi. Penurunan emisi karbon harus segera dilakukan. Pemanfaatan energi kotor yang murah, tapi merusak harus segera diakhiri.

Saat ini, dampak krisis iklim sudah dirasakan merata di seluruh dunia, mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Termasuk di Indonesia.

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada 2022 ada 3.461 bencana, 99%nya didominasi bencana hidrometeorologi--bencana yang dipicu oleh anomali iklim. Tahun 2023 angkanya naik menjadi 4.940 bencana dengan 99% masih didominasi bencana hidrometeorologi.

Lebih lanjut BNPB mencatat periode 2010--2020 kerugian akibat bencana hidrometeorologi mencapai 22,8 triliun (2,28 triliun/tahun). Dalam hitungan periode lebih pendek antara 2018--2022 angkanya menanjak drastis mencapai Rp31,5 triliun (7,8 triliun/tahun). Bappenas juga memprediksi pada 2020--2024 dampak perubahan iklim berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi hingga mencapai Rp544 triliun.

Menurut The International Disaster Database EM-DAT, cakupan bencana hidrometeorologi lebih dari 50% dari total bencana di dunia dengan kerugian mencapai Rp25 kuadriliun. Tambahan lagi sejak 1980-an kenaikan bencana naik rata-rata 22% pertahun dengan populasi yang menderita sebanyak 4 miliar orang dan korban jiwa mencapai 7 juta orang. Data di atas adalah fakta nyata bumi sedang tidak baik-baik saja.

Apa yang Kita Lakukan?

Saya bukan Al Gore yang mampu bersuara tentang perubahan iklim di tingkat global. Saya hanyalah orang biasa yang merasa  terpanggil untuk turut terlibat dalam penanganan masalah krisis iklim.

Maka upaya yang saya lakukan sesuai kapasitas saya sebagai orang biasa, yakni;  berbiaya murah, bisa saya lakukan sendiri, dan tidak membutuhkan teknologi canggih. Dan jawaban semua itu adalah menanam pohon.

Kediaman sederhanaku pada 2016.  Dari awal sudah bercita-cita memenuhi halaman rumah dengan pepohonan. Sumber: Dok.Pribadi
Kediaman sederhanaku pada 2016.  Dari awal sudah bercita-cita memenuhi halaman rumah dengan pepohonan. Sumber: Dok.Pribadi

Dengan menanam pohon banyak manfaat yang kita peroleh;misalnya lingkungan menjadi asri dan bisa menurunkan bahang. Penelitian yang dimuat di National Geographic Indonesia edisi Juli 2021; bahwasanya naungan pepohonan mampu menurunkan suhu udara hingga 5 C. 

Menurut penelitian satu pohon besar mampu menghasilkan 1,2 kg oksigen perharinya. Satu orang membutuhkan 0,5 kg oksigen perharinya. Satu pohon ukuran sedang sampai besar menghidupi dua orang perharinya.

Mulailah Menanam

Kecintaan terhadap pohon harus diawali dengan kesadaran  menempatkan pohon sebagai subjek istimewa. Oksigen untuk bernapas manusia dan makhluk hidup lainnya diproduksi oleh pohon. Tanpa pepohonan tak ada kehidupan. Pohon layak kita hormati dan muliakan, karena perannya vital bagi kehidupan.

Di bawah ini adalah tahapan untuk memulai kegemaran menanam pohon:

Pertama, sediakan alat untuk bertanam. Polybag, cangkul mini/sekop mini, cetok dan juga tanah untuk pembibitan. Harga polybag ukuran sedang dengan jumlah seratus hanya kisaran Rp15.000. Tanah untuk pembibitan atau pupuk untuk 100 buah polybag kisaran hanya Rp50.000 (ini bisa kurang). Cangkul kecil Rp40.000, sekop mini Rp50.000 dan cetok Rp15.000. Total dana yang dibutuhkan hanya Rp170.000. Itu sangat terjangkau. Bahkan sebenarnya hanya membutuhkan Cetok, Polybag, dan tanah pembibitan sudah cukup.

Kedua, menyiapkan bibit tanaman. Aktivitas selanjutnya untuk mendukung kecintaan terhadap pohon adalah dengan memperlakukan biji tumbuhan dengan istimewa. Setiap makan buah di mana saja coba untuk membawa pulang bijinya. Bahkan seandainya itu di rumah orang. Mintalah dengan sopan agar diijinkan membawa pulang bijinya.

Dari sudut pengambilan foto yang sama, cita-cita memenuhi halaman rumah dengan pepohonan mulai terwujud. Sumber: Dok.Pribadi
Dari sudut pengambilan foto yang sama, cita-cita memenuhi halaman rumah dengan pepohonan mulai terwujud. Sumber: Dok.Pribadi

Buang rasa malu terhadap tindakan tersebut. Jika menjadi pusat perhatian, semakin bagus untuk kampanye menanam pohon. Selalu yakinkan pada diri sendiri bahwa apa yang kita lakukan itu mulia--dan memang mulia.

Lakukan secara konsisten, sehingga aktivitas tersebut menjadi ciri khas Anda. Tidak jarang Anda akan mendapatkan biji-bijian gratis dari teman, kerabat atau orang lain. Alasannya mereka ingin terlibat dalam kampanye penanaman pohon tapi mereka belum mampu berbuat. Sebagai bentuk dukungan, mereka menyediakan biji yang dipercayakan terhadap Anda. Apa yang kita lakukan, mungkin saja eksentrik tapi itu ternyata menarik banyak orang.

Ketiga, mulailah menanam. Saat senggang, misal libur kerja atau pagi hari sebelum memulai kerja, semai benih di polybag. Saat awal memulai--khususnya pemula--cukup lima atau sepuluh  polybag dulu. Mulai dengan sedikit dulu jangan langsung banyak. Tujuannya untuk menghindari kelelahan dan kejenuhan, supaya konsisten menikmati proses menanam.

Jika konsisten menanam satu bibit pohon setiap hari. Maka setahun sudah ada 365 bibit tanaman. Ibaratkan ada luasan lahan 1 hektar, kita tanami bibit buah dengan jarak penananam 10 meter maka dibutuhkan 100 bibit. 

Artinya upaya kita menanam 1 bibit tanaman perhari bisa membuat hutan buah 3,6 hektar pertahun. Jika  365 pohon tersebut tumbuh besar, maka akan menyuplai kebutuhan oksigen 876 orang perhari.

Keempat, salurkan bibit siap tanam. Pindahkan bibit tanaman, yang sudah siap tanam ke tempat terbuka yang bisa diakses oleh orang yang berkunjung ke rumah kita. Bisa juga diposting di media sosial. Tujuannya supaya orang tertarik. Saat tertarik sisipkan manfaat menanam pohon, jangan terkesan ceramah tapi seperti bercanda saja, semisal;

"Ayo tanam pohon, kalau kita berlalu dari dunia, ada tinggalan yang masih hidup" 

Sebagian kecil bibit bambu yang saya pajang di depan rumah untuk diadopsi orang. Sumber.Dokumen Pribadi
Sebagian kecil bibit bambu yang saya pajang di depan rumah untuk diadopsi orang. Sumber.Dokumen Pribadi
Kebiasaan menanam dan memberikannya ke saudara atau teman akan menjadi candu positif. Ada kepuasan tersendiri saat benih yang kita rawat ternyata sudah besar dan siap diadopsi oleh orang lain.

Saya sering mengalami hal tersebut. Di rumah saya melakukan pembibitan bambu kuning dan tanaman buah. Banyak rekan yang minta. Saya senang memberikan dan mereka menang menerima. Saat bertemu, kadang pembicaraan diawali dengan kondisi terkini bambu kuning atau tanaman buah yang dulunya pernah  saya beri. Itu hal sederhana, tapi sungguh membahagiakan.

Kelima, tularkan apa yang sudah kita lakukan. Mulailah dengan anggota keluarga dulu. Anak, istri atau suami kita. Semisal saat anak ulang tahun kita hadiahi pohon untuk ditanam bersama di halaman atau belakang rumah. Atau saat berkunjung ke kerabat, selain bawa oleh-oleh jajanan, layak juga kalau kita bawa bibit tanaman buah.

Kalau bibit sudah banyak, dan lahan kita sudah tidak muat lagi, bisa kerjasama dengan sekolah terdekat untuk melakukan penanaman pohon di bantaran sungai yang rawan longsor. Bisa juga menggandeng ibu-ibu majelis taklim. Saat ada acara hari besar keagamaan diselingi acara menanam pohon. Itu pastinya menarik.

Keenam, berbagi buah dengan burung dan kelelawar. Depan rumah dulunya gersang, tidak ada tanaman peneduh. Tahun 2014 saya tanami 6 bibit tanaman buah: Jambu biji merah, Kelengkeng, Jambu Air, Belimbing dan Jambu darsono. Jambu bijilah yang pertumbuhannya cukup cepat. Sekitar dua tahun sudah panen dengan buah yang cukup lebat.

Karena banyaknya buah, maka tidak semua saya bungkus dengan plastik. Itu sengaja untuk memberi makan burung trucuk (Pycnonotus goiavier), kutilang (Pycnonotus aurigaster), dan juga kelelawar.

Kalau lagi berbuah, malam harinya ada puluhan kelelawar yang bercericit hinggap bergelayutan untuk makan buah yang tidak di brongkos. Akan sangat indah saat purnama, kita bisa melihat dalam bayang-bayang sinar bulan. Saya berada di bawahnya dan kelelawar itu tidak merasa takut. Sensasi itu sangat menentramkan.

Paginya sekitar pukul 06.00--08.00 ada 4-8 ekor trujuk dan kutilang yang hinggap dan berkicau nyaring untuk makan jambu yang sudah masak larut sisa dari kelelawar.

Aktivitas menanam biji buah dari apa yang saya konsumsi bersama keluarga menghasilkan tanaman yang sekarang sudah besar. Kondisi sekitaran rumah yang rimbun dengan aneka tumbuhan, menarik berbagai macam spesies burung untuk singgah dan bersarang.

Sebagai catatan dari hasil pengamatan enam tahun terakhir; burung yang sering hinggap di pepohonan pekarangan rumah adalah sebagai berikut: Perkutut Jawa (Geopelia striata), Wiwik lurik (Cacomantis sooneratii) Celepuk Jawa (Otus angelinae), Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris), Caladi belacan (Dendrocopus canicappilus), Cipoh jantung (Aegithina viridissima), Kutilang (Pycnonotus aurigaster), Trucuk (Pycnonotus goiavier), Cinenen Jawa (Prinia familiaris), Bentet kelabu (Lanius schach), Burung Madu Kelapa (Anthreptes simplex), Cabai Jawa (Dicaeum trochileum), Bondol Jawa (Lonchura leucogastra), Bondol peking (Lonchura punctulata).

Dengan menanam pohon, seolah saya punya avyari pribadi yang menyuguhkan kehidupan burung liar di depan rumah sendiri.

Depan rumah penuh dengan pepohonan. Sumber: Dokumentasi Pribadi.
Depan rumah penuh dengan pepohonan. Sumber: Dokumentasi Pribadi.

Mari Bertindak

Perlu gotong royong global untuk menjaga bumi sebagai rumah bersama untuk masa depan lingkungan yang sustainable--tempat hidup berbagai spesies bukan semata sapiens saja. Gerakan penurunan emisi karbon harus melibatkan seluruh umat manusia. Sekecil apa pun upaya penyelamatan lingkungan hidup, semua individu harus terlibat aktif.

Mulailah dari yang kita mampu lakukan. Jadikan diri sendiri sebagai contoh. Kesadaran bahwa alam ini hanya titipan untuk anak cucu, bukan warisan yang bisa kita habiskan harus menjadi cara pandang hidup kita sebagai salah satu spesies bijak di muka mumi.

Dengan modal sekop mini, cetok, dan polybag  mari kita membangun kesadaran bahwa pepohonan yang rindang bisa mereduksi panas, menghasilkan oksigen, menyerap CO2, menghasilkan buah, dan juga habitat bagi berbagai satwa. Dan itu dimulai dari menanam benih mungil. Dan siapa pun bisa melakukannya. Termasuk saya dan Anda.

Rasanya apa yang disuarakan Hugh Downs, seorang presenter televisi saat meliput Hari Bumi Pertama pada 22 April 1970 masih sangat relevan dan bisa menjadi renungan bersama:

"Apakah kita punya niat membalik cara hidup kita? Atau akan terus berkembang biak, mengonsumsi listrik lebih banyak lagi, ingin semua hal lebih banyak lagi, sampai kita tercekik atau mati karena wabah dan kelaparan?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun