"Kita masih memasukkan 162 juta ton gas rumah kaca ke atmosfer setiap hari; dan jumlah akumulasi tersebut kini memerangkap panas ekstra setara yang dihasilkan oleh 600.000 bom atom kelas Hiroshima yang meledak setiap hari di bumi"--Al Gore.Â
   ---
Apa yang diucapkan Al Gore di KTT Forum Ekonomi Dunia, Davos Swiss pada Rabu 18 Januari 2023 menjadi renungan bersama--lebih tepatnya ancaman--betapa krisis iklim penanganannya tidak bisa ditunda lagi.
Pemanfaatan energi berkelanjutan; energi bersih untuk industri, kendaraan, dan rumah tangga tidak bisa ditawar lagi. Penurunan emisi karbon harus segera dilakukan. Pemanfaatan energi kotor yang murah, tapi merusak harus segera diakhiri.
Saat ini, dampak krisis iklim sudah dirasakan merata di seluruh dunia, mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit. Termasuk di Indonesia.
Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada 2022 ada 3.461 bencana, 99%nya didominasi bencana hidrometeorologi--bencana yang dipicu oleh anomali iklim. Tahun 2023 angkanya naik menjadi 4.940 bencana dengan 99% masih didominasi bencana hidrometeorologi.
Lebih lanjut BNPB mencatat periode 2010--2020 kerugian akibat bencana hidrometeorologi mencapai 22,8 triliun (2,28 triliun/tahun). Dalam hitungan periode lebih pendek antara 2018--2022 angkanya menanjak drastis mencapai Rp31,5 triliun (7,8 triliun/tahun). Bappenas juga memprediksi pada 2020--2024 dampak perubahan iklim berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi hingga mencapai Rp544 triliun.
Menurut The International Disaster Database EM-DAT, cakupan bencana hidrometeorologi lebih dari 50% dari total bencana di dunia dengan kerugian mencapai Rp25 kuadriliun. Tambahan lagi sejak 1980-an kenaikan bencana naik rata-rata 22% pertahun dengan populasi yang menderita sebanyak 4 miliar orang dan korban jiwa mencapai 7 juta orang. Data di atas adalah fakta nyata bumi sedang tidak baik-baik saja.
Apa yang Kita Lakukan?
Saya bukan Al Gore yang mampu bersuara tentang perubahan iklim di tingkat global. Saya hanyalah orang biasa yang merasa  terpanggil untuk turut terlibat dalam penanganan masalah krisis iklim.
Maka upaya yang saya lakukan sesuai kapasitas saya sebagai orang biasa, yakni; Â berbiaya murah, bisa saya lakukan sendiri, dan tidak membutuhkan teknologi canggih. Dan jawaban semua itu adalah menanam pohon.