Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konflik Palestina Israel: Ternyata Tidak Ada Masalah di Sana

10 Oktober 2023   01:27 Diperbarui: 22 Oktober 2023   15:19 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera Israel dan Palestina. Dua negara yang dilanda konflik selama 75 tahun. Sumber: washingtonInstitute.org  Via Kompas.com

Pada hari-hari awal saat terjadi Perang Enam Hari 1967, yang menyita perhatian dunia, ada seorang wartawan muda bertanya kepada mantan Perdana Menteri Inggris Harold Macmillan; "Apa pendapat Anda terhadap situasi di Timur Tengah?" tanya wartawan. "Tidak ada masalah di sana" Jawab Macmillan dengan santai. 

Sang wartawan terperangah dengan jawaban politikus kawakan tersebut. 

"Pak, saat kita bicara ini, bom-bom berjatuhan merenggut nyawa ribuan orang. Bagaimana mungkin Anda bilang tak ada masalah" ketus wartawan.

 Setelah mendengar ceramah wartawan tersebut Macmillan menjawab "Bung, setiap masalah ada solusinya. Nah, Perang Arab Israel tak ada solusinya. Maka itu bukan masalah."

-----

Senin 22 Mei 1967, Pemerintah Mesir, lewat siaran radio mengumumkan blokade terhadap kapal-kapal Israel di Selat Tiran. Kebijakan tersebut adalah wujud perang terbuka dari Pemerintah Mesir yang dipimpin Gamal Abdul Nasser terhadap Israel.

Mesir ingin mengganggu, lebih tepatnya mematikan Israel secara ekonomi--dan Israel tidak mau itu terjadi. Tidak terima dengan kebijakan Mesir; Senin 5 Juni 1967, pagi hari sebanyak 70 ribu tentara, 200 pesawat, dan 700 tank Israel merangsek masuk ke Semenanjung Sinai--wilayah yang dikuasai Mesir--melakukan serangan besar-besaran terhadap Mesir.

Pangkalan udara tempat konsentrasi pesawat tempur AU Mesir jadi sasaran utama. Pesawat tempur Mesir remuk sebelum sempat mengudara. Angkatan Udara Mesir lumpuh tak berkutik.

Tidak menyangka dengan serangan dadakan dan terorganisir tersebut Mesir kewalahan. Semenanjung Sinai dan Jalur Gaza mampu direbut Israel dengan mudah--kelewat mudah. Dan cerita belum selesai.

Yordania dan Suriah diseret ikut terlibat oleh Mesir. Raja Hussein pemimpin Yordania mengalami dilema. Ikut barisan Mesir sama saja cari mati, tidak ikut akan muncul revolusi dari rakyatnya sendiri.

Benar dugaan Yordania, Israel makin menjadi; wilayah Yerussalem Timur dan Tepi Barat berhasil direbut dari Yordania. Nasib yang sama dialami Suriah yang juga kehilangan Dataran Tinggi Golan. Pada Minggu, 11 Juni 1967 gencatan senjata ditandatangani. Israel menang.

Perang Enam Hari menelan korban 20.000 nyawa di pihak Mesir, Yordania, dan Suriah. Dan Israel kehilangan 1000 tentaranya. Peta geopolitik Timur Tengah berubah total sejak saat itu.

Benang Kusut Perdamaian

Pada Sabtu (7/10/2023) Hamas menyerang Israel dengan menembakkan ribuan roket. Ada dua pendapat; Hamas melakukan provokasi dan satunya berpendapat Hamas melakukan yang seharusnya dilakukan. Selain itu puluhan militan Hamas memasuki teritori Israel dengan para layang. Inilah Operasi Hamas yang paling serius.

Ratusan korban jatuh di pihak Israel. Tak terima ratusan rakyatnya jadi korban; Israel membalas dengan mengerahkan jet-jet tempurnya. Israel ibarat lebah yang diganggu. Minggu (8/10/2023) Israel menyatakan perang. Jalur Gaza tempat militan Hamas digempur. Banyak bangunan hancur, banyak juga warga sipil Palestina meregang nyawa.

Konflik Palestina Israel adalah perang yang paling istiqomah selain Perang di Semenanjung Korea. Perang yang tidak pernah menemukan titik temu. Dua entitas yang punya tuntutan berseberangan dan tidak akan mungkin bisa ditemukan jalan keluarnya. Dengan nada putus asa: Macmillan benar!

Perang Palestina Israel adalah perang teritorial, bukan perang agama antara Yahudi dan Islam. Sebagai informasi di negara Israel juga ada yang beragama Islam, di Palestina juga ada yang beragama Yahudi.

Pembantaian yang dilakukan NAZI Jerman terhadap komunitas Yahudi, sebagai salah satu sebab yang mendorong Yahudi mencari tanah--dengan bantuan Inggris--untuk mendirikan negara yang bernama Israel. Eksodus Yahudi ke tanah leluhurnya ribuan tahun lalu bersinggungan dengan komunitas yang muncul kemudian yang ada di wilayah Palestina.

Sebagai gambaran saat ini jumlah penduduk Israel, melansir Worldometer (09/10/2023) sejumlah 9,2 juta. Sedangkan komunitas Palestina dari sumber yang sama berjumlah 5,4 juta. Kekuatan militer Israel menempati ranking 18 dari 145 negara di dunia. Sedangkan Palestina tidak terdeteksi.

Israel memiliki 173 ribu tentara aktif, 465 ribu tentara cadangan; 601 pesawat dengan 241 jet tempur; 126 helikopter dengan 48 heli serang; 56 ribu kendaraan lapis baja dan 300 mobil pelontar roket. Dan satu lagi--disinyalir punya nuklir.

Cadangan devisa Israel per Agustus 2023 mencapai US$198,4 miliar sedangkan Indonesia pada waktu yang sama mencapai US$123,7 miliar. Dengan kata lain, Israel terlalu kuat untuk Hamas.

Persoalannya sekarang adalah; Hamas menuntut supaya Israel hengkang dari Palestina, dan Palestina di bawah kendali Hamas tidak punya saluran diplomatik--dan tidak menginginkannya--untuk membahas perdamaian di Palestina. Bagi Hamas perdamaian hanya satu: Israel hengkang dari Palestina.

Perang Sampai Kapan?

Tidak melihat siapa yang benar atau salah; Konflik Palestina yang masih tetap lestari--dan sepertinya akan terus berkesinambungan--membutuhkan terobosan berani dengan mengesampingkan ego sektarian.

Afrika Selatan bisa bergandengan antara kulit hitam dan kulit putih dan mengubur apartheidnya; Indonesia mampu menyelesaikan kasus GAM dengan gemilang, dan Jerman Barat dan Jerman Timur mampu melebur lagi setelah Tembok Berlin dirobohkan.

Apakah memang benar dialog satire yang diungkapkan Perdana Menteri Inggris Harold Macmillan bahwasanya tidak ada masalah yang ada antara Palestina dan Israel; sehingga mencari penyelesaiannya hanyalah usaha sia-sia yang pastinya tidak mungkin ditemukan.

Jika kita percaya tentang sesuatu yang benar namun menyengsarakan banyak pihak, hakekatnya itu bukan kebenaran tapi kekerasan yang berbungkus seolah itu kebenaran. Hakekatnya manusia di bumi sama: manusia Palestina juga sama dengan manusia Israel; mereka butuh hidup tenang, damai, dan menjaga harmoni.

Apakah manusia-manusia di sana tidak bisa duduk bersama lalu bicara dari hati ke hati dengan melihat anak-anak, wanita dan orang tua lalu mereka bersepakat: mari kita akhiri perang ini!

Dengan sedikit putus asa; sepertinya tak ada masalah di Timur Tengah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun