Terasa renyah dicerna. Terasa gurih dinikmati. Tidak banyak orang yang mampu meracik masa lalu yang membosankan menjadi hidangan kekinian yang penuh gizi.
Saat Tour di sekitaran Borobudur, karena saya tahu beliau adalah pemerhati masa lalu (arkeolog), maka kesempatan emas itu tidak saya siakan. Banyak diskusi--lebih tepatnya saya menimba ilmu kepada Beliau. Tentang banyak hal kaitannya dengan candi Borobudur, Â dan Candi yang ada disekitaran Borobudur. Disela mengelilingi artefak peninggalan yang ada, saya lebih banyak mendengar Beliau saat menjelaskan.
Bahkan Beliau sering diminta untuk menambahi informasi oleh pemandu kami, yang juga seorang arkeolog. Bagiku hal semacam itu langka. Ada rasa kepuasaan saat yang memberi informasi adalah arkeolog kawakan yang sudah sering melakukan jelajah candi. Ingatan Pak Djul juga begitu luar biasa.Â
Beliau banyak memberikan penjelasan tentang Borobudur dan proses pemugarannya. Dan siapa saja yang berjasa membangunkan Borobudur dari tidur panjangnya. Beliau sepertinya juga pengarsip yang baik. Objek tulisan masa lalu Beliau rawat dan dibangkitkan dari matisurinya saat dibutuhkan.
Namun satu hal yang saya ingat, dari banyak kelebihan Beliau yakni keramahannya. Bersahabat dan berbagi ilmu bagi siapa saja. Hal terakhir ini yang membekas. Bahkan sampai saat ini, saya masih sering berkomunikasi dengan Beliau. Menanyakan artefak dan kegunaannya atau hanya bertanya kabar.
Terima kasih Pak Djul atas karya-karyanya yang menyegarkan. Masa lalu tak sekelam kenyataan kalau dihadirkan oleh pemilik lampu sorot masa lalu: Djulianto Susantio.
Salam Sehat Pak Djul.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H