Mohon tunggu...
Agus Subali
Agus Subali Mohon Tunggu... Guru - Penikmat keheningan.

Belajar Untuk Kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ahli Hukum Ruang Angkasa: Profesi Masa Depan yang Sepi Peminat

2 Agustus 2021   11:37 Diperbarui: 9 Maret 2023   09:05 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar:pixabay.com

Pada saat ini ruang angkasa menjadi wilayah yang strategis secara ekonomi, politik maupun militer. Ruang angkasa adalah wilayah 100 km di atas permukaan laut sebagaimana acuan garis Karman. Theodore Von Karman adalah insinyur Fisikawan Hongaria - Amerika yang pertama kali memberi batas antara ruang udara dan ruang angkasa.

Betapa strategisnya ruang angkasa bisa dipahami dengan ilustrasi begini; bahwa hanya dengan tiga satelit saja cukup untuk memata-matai 90% luasan bumi. Artinya penempatan satelit satu sisi berguna untuk peradaban manusia, sisi lainnya menjadi ancaman bagi kedaulatan sebuah negara di bawahnya. Tidak terkecuali Indonesia.

Penguasaan teknologi ruang angkasa saat ini bukan hanya didominasi negara Amerika, Rusia dan Eropa. Namun negara asia Jepang, India dan China sekarang beradu panggung untuk mengimbangi dominasi Amerika dan Rusia.

Bagaimana dengan Indonesia? posisi indonesia yang berada tepat di jalur khatulistiwa, menjadi lokasi paling ideal untuk menempatkan satelit. Posisi ini adalah wilayah premium yang biasa dikenal dengan Geo Stationary Orbit (GSO). 

Di posisi itulah belahan bumi utara dan selatan bisa dicakup dengan lebih maksimal. Artinya ada ribuan benda angkasa yang berada di Orbit Geo stasioner; di atas Indonesia.

Sengketa Ruang Angkasa

Sengketa tentang ruang angkasa, ke depannnya akan marak. Tidak menutup kemungkinan akan mengulang perang dingin baru dengan intensitas yang lebih kuat. 

Maka persolan tersebut  harus didekati dengan pendekatan hukum. Kalau tidak ruang angkasa bisa menjadi medan barbar unjuk kekuatan negara dengan militer dan teknologi kuat. 

Sebagai negara berkembang--seperti Indonesia--pendekatan secara hukumlah yang bisa dilakukan. Teknologi Indonesia belum mampu dijadikan bargaining untuk meminta pertanggung jawaban sebuah negara yang memanfaatkan ruang angkasa dengan melanggar kedaulatan negara lainnya.

Ruang angkasa memang menjadi wilayah unik dan ekslusif. Tidak semua negara punya akses yang sama. Sehingga aturan yang dibuat oleh negara anggota PBB misalnya resolusi Outer Space Treaty 1967 tidak terlalu efektif menundukkan kepentingan eksplorasi ruang angkasa negara dengan teknologi maju. Suara negara berkembang hanya orkestra hening dari kekuatan raksasa.

Di Indonesia sendiri tidak satupun universitas yang membuka jurusan Ahli Hukum Ruang Angkasa. Memang UNPAD di dalam mata pelajaran fakultas hukumnya memberi porsi adanya hukum udara dan ruang angkasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun