Maaf, Anda dan juga pastinya saya, adalah spesies Invasif. Saya tidak menuduh hanya memberi informasi. Ups..jangan marah dulu. Penulis sedang memaki dirinya sendiri kok! Meskipun julukan ini tidak mengenakkan dan kurang elok, namun seperti itulah yang terjadi pada spesies manusia saat ini.
Bagaimana sih memahami invasif itu?
Misal, ahli sejarah mencatat aktivitas Belanda dengan perusahaan dagangnya VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) di Nusantara. Awalnya hanya  perusahan ekspedisi orang Belanda yang ingin berdagang di Maluku, yakni sekitar abad XVII. Mereka membeli pala dan rempah-rempah yang laku dipasaran,  kemudian dibawa ke Eropa. Dijual di sana dan mereka mendapatkan keuntungan.
Merasa keuntungannya kurang dan supaya berlipat ganda, pedagang internasional tersebut membuat persekutuan dagang yang dinamai VOC. Tujuannya agar bisa  memonopoli semua jalur perdagangan di Maluku. Lambat laun mereka membawa tentara--sedikit demi sedikit. Setelah kuat mereka menyerang kerajaan pengendali perdagangan rempah-rempah. Maka tindakan VOC tergolong  invasif, penyerang!
Setelah berhasil menaklukkan wilayah Maluku, aktivitas jual beli rempah-rempah diharuskan ke VOC -- yang lain tidak boleh dan juga jangan kebagian. Pedagang Eropa lainnya semisal Inggris, Portugis dan Spanyol harus menyingkir dari wilayah Maluku.
Kalau tidak, maka akan diserang. Jadi Invasif itu, sama maknanya dengan penaklukkan untuk menguasai. Dan juga mematikan pesaingnya. Serakah dalam bahasa sosiologisnya.
Kalau manusia makhluk Invasif maknanya adalah spesies manusia ingin menguasai semua jalur energi yang ada di Bumi. Energi adalah bahan bakar yang membuat makhluk hidup bisa bergerak. Misal: karbohidrat, air, udara, tanah dan semua penyokong kehidupan adalah energi.
Padahal ekosistem Bumi, tempat manusia: tidur, bangun, berlari lalu mati, dibentuk melalui perpindahan energi yang melibatkan banyak organisme. Cacing, semut, kadal, tikus, pepohonan semua adalah pemeran utama dari rantai energi. Nah, rantai energi itulah yang diputus oleh manusia.
Kita bandingkan pemanfaatan energi oleh manusia dan terwelu. Terwelu sejenis hewan pengerat. Makanan utamanya adalah rumput dan sayuran. Rumputnya pun tidak sembarang, ada jenis tertentu yang disukai. Biasanya rumput teki. Kalau diberi daun bambu, terwelu pun tidak memakannya.
Dari gambaran ini saja terwelu sangat bergantung terhadap keberadaan tumbuhan tertentu. Kalau rumput itu punah terwelu bisa terancam kepunahan juga. Oh ya, cerita rumput kok menunjukkan daun bambu? Sekedar informasi saja, bambu bukan jenis pohon tapi rumput-rumputan. Bukan pohon bambu tapi rumput bambu.
Nah, sekarang kita akan melihat konsumsi pada manusia. Makanan manusia itu sangat beragam. Karbohidrat, protein hewani dan nabati. Saya sebutkan, mungkin agak panjang. Protein hewani: ayam, sapi, kerbau, kuda, ular, semua jenis ikan tidak terkecuali piranha, serangga tertentu termasuk laron, unta, domba, trenggiling, cecak, kadal, bebek, angsa, byson, kijang dst.
Saya malah menduga seandainya pterodactyl masih seliweran, mungkin akan dibuat rendang juga oleh manusia.
Energi dari tumbuhan: gandum, padi, singkong, jewawut, mangga, pepaya, kelapa, jambu, semangka, pisang, gembili, suwek, sukun, rambutan, tebu, kopi, teh, kayu manis, pala, rebung dst. Sumber Energi lainnya : minyak bumi, batu bara, gas alam.
Daftar di atas sebenarnya masih kurang namun tidak tega untuk melanjutkan. Sekarang dari fakta ini saja bisa disimpulkan, manusia mengonsumsi hampir semua energi yang ada di dunia fana ini. Secara alamiah hal itu tidak wajar. Dengan pola makan semacam itu, manusia bisa menimbulkan goncangan pada rantai makanan-- lebih tepatnya mengobrak-abrik--dan bisa memusnahkan makhuk hidup lainnya.
Sayapun bertanya mulai kapan manusia punya pola makan paling tidak alamiah itu? Ada kecenderungan pola makan manusia saat ini tidak terkait dengan kebutuhan fungsi tubuh lagi. Namun, merambah sekedar selera dan menaikkan gengsi.
Padahal ekosistem tidak mengajari spesiesnya untuk mengonsumsi makanan yang tidak dibutuhkan. Belum ada ceritanya panda mengubah makanannya karena biar dianggap keren. Lalu memakan semut ataupun ikan. Rumput bambu adalah makanan panda, dulu, sekarang dan nanti.
Manusia mengalami proses evolusi untuk bertahan hidup. Menurut Darwin dalam On The Origin of Species manusia berproses untuk lebih fungsional organ tubuhnya. Tujuannya agar mudah mengakses sumberdaya alam yang ada dan melestarikan jenisnya.
Tenaga manusia tidak sekuat macam. Kulit manusia tidak sekuat badak. Dan cakar manusia tidak sekuat singa. Manusia mengembangkan kecerdasannya untuk bisa hidup. Penemuan api misalnya mereka gunakan untuk menakuti hewan lainnya dan berlindung dari hawa dingin.
Professor genomik Vanessa Hayes dari Institut Penelitian Medis Garvan di Australia, memprediksi bahwa manusia modern baru berkembang sekitar 200.000 Â tahun yang lalu di Afrika. Manusia berkembang budayanya mulai dari tahap Pengumpul makanan (food gathering), Penghasil makanan ( food producing)dan industrialisasi.
Food gathering;Â (pengumpul makanan); manusia mengandalkan alam untuk kebutuhannya. Makanan didapat langsung dari alam. Mereka berburu binatang dan mengambil umbi dan buah dari hutan.
Manusia tergantung penuh dengan kondisi alam yang ada dilingkungannya. Kalau tidak ada makanan mereka akan pindah. Mencari wilayah yang ada sumber makanannya. Mereka hidup nomaden untuk mendapatkan sumber energi hidupnya.
Food producing; manusia sudah mampu mengolah alam untuk digunakan menyediakan sumber energinya dalam hal ini karbohidratnya (bertani). Selain itu aktivitas lainnya adalah menjinakkan hewan untuk dimanfaatkan tenaga dan dagingnya. Tenaga hewan dimanfaatkan untuk mengolah lahan dan juga untuk perburuan.
Contoh hewan yang dijinakkan: sapi, kerbau, anjing, ayam. Manusia sudah  mulai menetap hidupnya dan tidak terlalu banyak lagi aktivitas nomadennya.
Pada tahap ini, manusia masih mengembangkan budaya yang menempatkan alam sebagai penyuplai utama kebutuhan hidupnya. Bertani menjadi aktivitas utama.
Untuk bertani, membutuhkan air yang stabil. Maka kebudayaan yang mereka ciptakan banyak mengagungkan keberadaan air dan cara memujanya atau merawatnya.
Industrialisas;Â pada masa industrialisasi, manusia secara teknis tidak lagi bergelut dengan kesusahan mencari makanan dari alam. Manusia sudah sangat canggih memproduksi sumber makanan dalam skala masif. Alam dijadikan sapi perah manusia.
Persoalannya adalah bukan jumlahnya tapi distribusinya dan aksesnya yang terbatas--hanya dinikmati  oleh segelintir kelompok manusia. Pada masa ini---industrialisasi--persoalan lebih pada persaingan antar manusia sendiri dalam memperebutkan sumberdaya alam.
Industrialisasi memungkinkan bumi diekstrak untuk mengambil bahan yang bisa digunakan untuk "kerajinan" manusia modern: emas, perak, besi, uranium, nikel dst. Proses ini membuat ketidakseimbangan ekosistem, karena menghancurkan rantai makanan yang sudah dibangun jutaan tahun oleh bumi.
Industrialisasi menakankan budaya kompetisi. Kebudayaan yang cenderung untuk mengalahkan manusia lainnya--saling berkompetisi. Maka, peradaban manusia yang diciptakan adalah peradaban yang intinya adalah yang paling cepat dan paling kuat. Siapa cepat dan kuat punya kesempatan untuk menikmati kue energi dari alam. Maka muncullah industri peralatan perang untuk mendukung budaya kompetisi tersebut.
Manusia sudah mengangap spesiesnya sendiri adalah ancaman. Kepercayaan untuk berbagi semakin rendah. Menurut PBB krang lebih ada 500 juta manusia saat ini mengalami kelaparan. Padahal di belahan bumi lainnya--negara maju-- muncul fenomena kegemukan warganya dan melimpahnya makanan sisa yang akhirnya terbuang.
Manusia terjebak pada evolusinya sendiri. Ibarat membuat jaring laba-laba, dirinya malah terperangkap di dalamnya. Evolusi manusia ternyata tidak menjamah evolusi untuk berbagi dengan spesiesnya dan lingkungan alamnya. Sehingga saat inilah manusia menganggap makhluk hidup non- manusia bukan ancaman lagi. Bahkan seolah-olah dianggap hanya figuran di ekosistem Bumi ini.
Bisa jadi spesies manusia punah bukan akibat dihantam meteor sebagaimana dinosaurus. Namun, karena perang saling baku hantam antar manusia sendiri--mudah-mudahan apa yang aku tulis ini salah.
Lalu sejak kapan gaya makan manusia berubah? Sejak manusia masuk era industrialisasi yang mencerabut akar manusia dan alam. Sehingga manusiapun lupa bagaimana  cara makan yang benar.
Sebuah evolusi yang mengharukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H