Mohon tunggu...
AGUS SJAFARI
AGUS SJAFARI Mohon Tunggu... Dosen - DOSEN FISIP UNTIRTA, KOLOMNIS, PEMERHATI MASALAH SOSIAL DAN PEMERINTAHAN

Mengajar, menulis, olah raga, dan seni khususnya main guitar dan nyanyi merupakan hoby saya.. topik tentang sosial, politik, dan pemerintahan merupakan favorit saya..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menakar Ideologi Para Digital Nitizens

1 Juli 2024   17:01 Diperbarui: 1 Juli 2024   17:04 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Melihat kondisi riil yang terjadi di ruang maya, maka nasionalisme para digital citizen ini mulai diragukan, artinya bahwa penanaman nilai -- nilai pancasila dan nasionalisme itu menjadi sangat sumir dikarenakan kapatuhann terhadap nilai -- nilai pancasila dan nasionalisme itu hanya sebagai kamuflase yang mampu mengelabuhi para digital citizen lainnya bahkan kadangkala mampu menciptakan konflik yang menjadi sangat viral. Salah satu contoh adalah perilaku para warga negara digital yang bertindak sebagai hacker yang mampu masuk ke ruang -- ruang digital yang di dalamnya terdapat rahasia seseorang, organisasi, bahkan rahasia negara sekalipun. Perilaku seperti itu pada dasarnya adalah perilaku yang tidak pancasilais dan melanggar semua sila yang ada dalam pancasila.

Digital Citizen Yang Pancasilais

Pemahaman nilai -- nilai Pancasila dan nasionalisme baik sebagai warga negara nyata atau sebagai digital citizen pada dasarnya dimulai dari eksistensinya sebagai warga negara nyata. Nilai -  nilai pancasila itu dipelajari, diinternalisasikan, dipahami, serta dipraktekkan itu ketika mereka menjadi warga negara nyata. Pancasila pada dasarnya sebagai ideologi yang berlaku bagi semua warga negara sebuah negara, termasuk di dalamnya sebagai warga negara digital sekalipun. Nilai -- nilai yang ada dalam pancasila itu sangatlan kompleks, utuh dan universal bahkan benar -- benar  mampu menjadi menjadi referensi utama dalam perilaku kita sebagai warga negara baik nyata maupun digital. Pancasila bukan hanya "pesan normatif" semata melainkan benar -- benar mampu  menjadi rule of law yang mampu membimbing dan menghukum para pelanggar yang melakukan tindakan menyimpang bahkan melakukan tindakan kriminal sekalipun.

Penjelasan terkait eksistensi pancasila antara lain: Sila pertama, membina kerukunan hidup, anti penistaan agama, menghormati dan menghargai perbedaan agama, serta toleran; Sila kedua, mengakui persamaan derajat, sigap membantu, tenggang rasa, junjung HAM, dan kolaborasi; Sila ketiga, cinta tanah air, menghargai kebhinekaan, utamakan bangsa, dan persatuan; Sila keempat, utamakan musyawarah untuk mufakat, hargai dan laksanakan hasil musyawarah, serta hargai pendapat orang lain; dan Sila kelima, bekerja keras, hormati hak orang lain, peduli mengurangi penderitaan orang lain, dan bergotong royong.

Nilai -- nilai yang ada dalam beberapa sila tersebut pada dasarnya dapat diterapkan dimanapun kita berada, baik sebagai warga negara nyata ataupun sebagai digital citizen sekalipun. Sebagai digital citizen ketika melanggar nilai -- nilai yang ada dalam pancasila tersebut tentunya akan mendapatnya sanksi baik itu sanksi sosial kepada perbuatan yang melanggar aspek sosial, bahkan akan diganjar dengan sanksi hukum ketika melakukan pelanggaran terhadap hukum. Hukum yang dikembangkan oleh negara di dalam menjerat para digital citizen yang melakukan pelanggaran juga berdasarkan dan bersumber dari nilai -- nilai yang ada dalam pancasila itu  sendiri. Bahkan adanya ketakutan kita terhadap sanksi agama sekalipun dikarenakan tingginya pemahaman kita terhadap sila -- sila pancasila khususnya yang ada dalam sila pertama di atas.

Pemahaman kita terhadap nilai -- nilai pancasila sangat bergantung kepada sejauhmana internalisasi nilai -- nilai pancasila itu dalam diri kita. Internalisasi itu dapat dimulai dari komunitas masyarakat yang paling kecil yaitu keluarga, kemudian berangsur -- angsur dalam komunitas masyarakat sekitar, lembaga pendidikan, dunia kerja dan beberapa entitas -- entitas sosial lainnya.

Beberapa pelanggaran yang selama ini dilakukan oleh para digital citizen paling banyak melanggar sila ketiga, dikarenakan dampak dari pelanggaran dari para digital citizen bisanya berdampak terhadap konflik yang memecah belah kehidupan berbangsa dan bernegara. Jejak digital merupakan "tinta hitam" yang sangat sulit untuk dihapus. Terkait dengan hal tersebut, pelanggaran yang dilakukan oleh digital citizen sudah diwadahi oleh Undang -- Undang ITE yang akan menjerat para nitizen yang melakukan pelanggaran di dunia maya. Meskipun UU ITE dinilai sangat lentur dan dapat menjerat siapapun, namun hal tersebut setidaknya menjadi warning bagi para digital citizen.

Pada akhirnya status sebagai warga negara, baik warga negara nyata maupun digital citizen harus memahami nilai -- nilai yang ada dalam pancasila tersebut. Pancasila tidak membatasi ruang lingkupnya baik di dunia nyata ataupun di dunia maya, kepatuhan terhadap nilai -- nilai pancasila semakin mengokohkan eksistensi kita sebagai warga negara yang pancasilais.

Penulis adalah Dosen FISIP Untirta, Analis Masalah Sosial & Pemerintahan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun