Baru-baru ini ada berita yang menyentak nurani kita semua bahwa sebanyak 5,6 juta warga lanjut usia atau lansia Indonesia bergantung pada sokongan generasi milineal dan Gen-Z. Pada data yang lain menemukan bahwa 4,5 juta warga dari generasi milenial dan Gen-Z menopang warga lansia yang berusia 60 Tahun ke atas (Kompas, 4 Juni 2024).
Dua data di atas menunjukkan data yang berbeda, di satu sisi menunjukkan masih banyak lansia Indonesia di hari tuanya menggantungkan hidupnya kepada generasi milenial dan Gen-Z, dan di sisi lain menunjukkan angka yang tidak jauh berbeda dimana lansia Indonesia masih terus banting tulang untuk menyokong kehidupannya sendiri serta masih menjadi topangan hidup oleh generasi milenial dan Gen-Z. Artinya terdapat problematika yang sangat serius terhadap para lansia Indonesia saat ini.
Problematika yang pertama adalah para lansia Indonesia belum memiliki dana pensiun yang jelas untuk memenuhi kehidupan hari tuanya, di sisi lain para lansia Indonesia tidak mengenal lelah sehingga para lansia masih dituntut untuk terus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan entah sampai kapan para lansia tersebut berhenti bekerja dan menikmati keindahan hari tuanya.
Hal ini belum termasuk data para lansia yang terpuruk dalam kemiskinan yang mungkin jumlah jauh lebih banyak dibandingkan data-data yang ada di atas.
Menjadi lansia di Indonesia tidak seindah bayangan orang Indonesia apabila dibandingkan dengan para lansia yang ada di negara-negara maju (developed countries).
Di negara-negara maju terdapat kejelasan masa depan para lansia dalam menikmati masa tuanya tanpa harus memutar otak serta banting tulang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dimana kondisi fisik, pikiran, dan emosinya sudah tidak sekuat dulu. Para lansia di negara-negara maju banyak yang menikmati hari tuanya dengan berekreasi ke berbagai negara.
Bagi keluarga lansia yang anaknya berkecukupan dan bertanggung jawab secara terus menerus untuk membiayai para orang tua dan kakek neneknya di hari tuanya, mungkin hal ini tidak menjadi masalah.
Dapat dibayangkan bagi keluarga miskin yang tidak berkecukupan, sehingga mereka tidak mampu hidup dengan layak bahkan banyak dari mereka yang terlantar dan kurang gizi sehingga memperpendek usia harapan hidupnya.
Hal yang sering kita saksikan saat ini yaitu fenomena tingginya konflik antara orang tua dan anaknya dikarenakan anaknya tidak sanggup dan tidak mau membiayai kehidupan orang tuanya yang sudah lansia sehingga tindakan kekerasan kepada orang tuanya yang bertujuan kepada kematian.
Bagi lansia yang masih terus banting tulang guna mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri atau bahkan menjadi penopang bagi anak cucunya dari generasi millennial dan Gen-Z, hal ini juga menjadi problematika tersendiri.