Hampir satu bulan setelah penayangan pertama film Avengers Infinity War, bioskop-bioskop masih dipenuhi oleh para penikmat film superhero garapan Marvel Cinematik Universe itu.Â
Tahun 2018 memang disebut-sebut akan menjadi pancuran film-film superhero, setelah kerannya dibuka di akhir tahun 2017 oleh Black Panther, film ikonik yang mengangkat superhero dari tanah Afrika.
Yang menjadi pertanyaan kenapa tokoh superhero dari Indonesia kurang berjaya bahkan di negeri sendiri.Â
1. Budget
Untuk membuat film superhero tentunya membutuhkan ongkos produksi yang tidak sedikit kita ambil contoh film Black Panther yang menghabiskan biaya sebesar  $ 200 juta dolar, atau setara dengan Rp. 2,8 trilyun. Tentunya, butuh keberanian untuk menggelontorkan biaya besar bagi para produser jika ingin menghadirkan film superhero asli Indonesia yang tidak asal-asalan.
2. Minat Baca
Kepopuleran tokoh superhero di film biasanya berawal dari kepopulerannya dalam bentuk komik terlebih dahulu, sebagai contoh tokoh-tokoh komik Marvel dan DC lebih mudah diterima masyarakat karena mereka telah dikenal sebelumnya melalui komik. Berhubung di Indonesia minat baca masih kurang dibanding negara-negara maju, sehingga tingkat keterkenalan tokoh-tokoh superhero lokal tidak terlalu baik. Mungkin itu yang membuat para produser enggan mengambil reaiko memproduksi film superhero asli Indonesia.
3.Originalitas
Tidak dapat dipungkiri banyak tokoh superhero asli Indonesia yang mempunyai banyak kemiripan dengan superhero luar negeri, sebagai contoh misalnya Gundala Putra Petir mirip dengan The Flash, Captai Surya mirip Captain America, dan Sri Asih yang mirip dengan Wonder Women. Mungkin jika para kreator membuat tokoh superhero yang memiliki keunikan khas Indonesia yang tidak mempunyai kesamaan sama sekali dengan superhero lain, para penikmat film pun lebih tertarik, apalagi tokoh tersebut dilekatkan dengan kearifan lokal bangsa Indonesia.
Agus Salim