Mohon tunggu...
Agus Tjakra Diredja
Agus Tjakra Diredja Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Saya seorang pengajar yang menemukan kedamaian dalam secangkir kopi dan keheningan. Menulis adalah pelarian dan cara berbagi cerita

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jeda di Antara Waktu, Hanya dengan Ngopi, Berhenti Sejenak dan Merenung

13 Oktober 2024   12:37 Diperbarui: 13 Oktober 2024   12:38 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber : pngtree)

Cahaya temaram lampu gantung menari lembut di atas meja kayu yang kusam, menciptakan suasana intim bak perapian di malam dingin. Aroma kopi yang kaya, seperti cokelat hitam yang meleleh di lidah, berpadu dengan semilir kayu manis dan kue-kue segar yang memanggil selera. Uap hangat mengepul perlahan, membentuk pola-pola abstrak di udara, seakan mengundang kita untuk ikut larut dalam meditasi. Dalam sekejap, dunia luar sirna, digantikan oleh ketenangan yang mendalam. Setiap tegukan ramuan pahit ini terasa seperti sebuah perjalanan waktu, membawa saya kembali ke masa kecil ketika bersama nenek di kebun kopi, menghirup udara segar pagi dan menikmati manisnya buah kopi yang baru dipetik..

Dalam setiap tegukan, ada kisah yang terukir. Pahitnya kopi, ibarat lika-liku kehidupan yang pernah dilalui. Seperti biji kopi yang melalui proses sangrai yang panjang dan melelahkan, kita pun seringkali dihadapkan pada cobaan yang menguji kesabaran. Namun, di balik pahitnya, tersimpan manisnya kenangan yang tak terlupakan. Layaknya gula yang melarut sempurna dalam kopi panas, kenangan manis itu pun menyatu dengan pengalaman pahit kita, membentuk cita rasa hidup yang unik. Setiap bulir kopi yang menyatu dengan air panas, bagaikan pertemuan takdir yang tak pernah terduga. Proses pembuatan kopi, dari biji hijau yang tumbuh subur di perkebunan hingga menjadi secangkir minuman yang menghangatkan, adalah sebuah metafora dari perjalanan hidup manusia. Sama halnya dengan kita yang tumbuh dan berkembang dari masa kanak-kanak hingga dewasa, melalui berbagai pengalaman yang membentuk karakter kita.

Di sudut kedai kopi yang sederhana, kita menemukan beragam karakter manusia. Ada yang datang seorang diri, tenggelam dalam lamunan, mungkin sedang mencari inspirasi untuk karya seninya. Ada pula yang berkelompok, berbagi cerita dan tawa, merayakan persahabatan yang telah terjalin lama. Mereka semua, dengan segala perbedaannya, memiliki satu kesamaan: secangkir kopi yang menjadi teman setia. Kopi bukan sekadar minuman, melainkan sebuah ritual yang menyucikan jiwa. Dalam setiap tegukan, kita merasakan koneksi yang dalam tidak hanya dengan diri sendiri, tetapi juga dengan alam semesta. Biji kopi yang tumbuh subur di bawah sinar matahari, diproses dengan tangan-tangan terampil, dan akhirnya menjadi secangkir minuman yang menghangatkan, adalah sebuah keajaiban yang tak pernah lekang oleh waktu. Melalui kopi, kita belajar untuk bersyukur atas segala karunia yang telah diberikan, dan untuk menghargai setiap momen dalam hidup, sehitam pahitnya kopi atau semanis gula yang menyertainya.

Ngopi bukan sekadar minum. Ini adalah ritual, sebuah cara untuk menghormati diri sendiri. Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, meluangkan waktu sejenak untuk menikmati secangkir kopi adalah sebuah bentuk perlawanan yang indah. Dalam setiap tegukan, saya menemukan kekuatan untuk menghadapi tantangan, inspirasi untuk meraih mimpi, dan ketenangan untuk merenung. Secangkir kopi adalah cerminan dari kehidupan itu sendiri, penuh dengan keanekaragaman, kepahitan, dan manisnya kenangan. Sama seperti kopi yang memiliki berbagai varietas, kita juga memiliki keunikan masing-masing yang patut dirayakan.

lustrasi (sumber : alvarotrans)
lustrasi (sumber : alvarotrans)
Aroma kopi yang kaya, seperti kenangan masa kecil yang menghangatkan hati. Ingatan tentang pagi hari yang cerah, aroma tanah basah setelah hujan, dan suara tawa riang keluarga. Setiap bulir kopi yang tergiling halus, adalah sebuah janji akan cita rasa yang unik. Proses ekstraksi, saat air panas bertemu dengan bubuk kopi, ibarat pertemuan antara jiwa dan raga. Dalam setiap tegukan, kita menemukan keseimbangan antara kepahitan dan kemanisan, sebuah refleksi dari kompleksitas kehidupan. Seperti kata pepatah, 'Hidup itu seperti secangkir kopi, pahit di awal, namun semakin dinikmati, semakin terasa nikmatnya.' Dalam setiap tegukan, kita diajak untuk hadir sepenuhnya di saat ini, menghargai setiap momen yang berlalu, tanpa terjebak dalam penyesalan masa lalu atau kecemasan akan masa depan.

Biji kopi, tersembunyi dalam buahnya, ibarat potensi yang terpendam dalam diri kita masing-masing. Proses sangrai yang mengubah biji hijau menjadi biji cokelat dengan aroma khas, adalah seperti perjalanan hidup yang penuh dengan tantangan dan perubahan. Namun, melalui proses ini, kita menemukan kekuatan dan karakter yang unik. Secangkir kopi menjadi cerminan dari perjalanan hidup kita, di mana setiap tegukan adalah sebuah pelajaran berharga tentang keberanian, ketahanan, dan keindahan dalam kesederhanaan. Sama seperti kopi yang dapat dinikmati dalam berbagai cara, kita pun memiliki kebebasan untuk memilih bagaimana kita menjalani hidup ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun