Bandung Bondowoso, CEO muda yang ambisius dari CandiTech, tengah berjuang untuk mendominasi pasar aplikasi desain rumah virtual. Dengan pesona yang tak terbantahkan dan kecerdasan bisnis yang luar biasa, Bandung berhasil menarik perhatian banyak investor. Namun, di balik kesuksesannya, terdapat sebuah rahasia yang tersembunyi: hatinya tertambat pada Roro Jonggrang, seorang arsitek muda berbakat yang menjadi saingannya dalam bisnis. Roro, pendiri Jonggrang Design, memiliki visi yang kuat tentang desain interior yang berkelanjutan dan estetika minimalis, yang seringkali berbenturan dengan pendekatan pragmatis Bandung.
Di tengah hiruk pikuk startup valley,Persaingan antara Bandung dan Roro semakin memanas ketika mereka bertemu dalam sebuah konferensi teknologi. Pertemuan tersebut memicu percikan cinta di antara keduanya, namun juga memperjelas perbedaan filosofi mereka dalam mengembangkan teknologi. Bandung, yang ingin memenangkan hati Roro, mengajukan tantangan yang mustahil: membangun aplikasi desain interior sempurna dalam semalam. Jika Roro berhasil, Bandung akan membatalkan rencana merger dan memberikan kebebasan penuh pada Roro.
Roro, dengan tekad yang kuat, menerima tantangan itu. Ia bekerja sepanjang malam bersama timnya, berlomba dengan waktu untuk mewujudkan aplikasi impiannya. Di tengah kepanikan, sebuah ide cemerlang muncul: menggabungkan teknologi AI dengan database desain tradisional Jawa. Dengan begitu, aplikasi mereka tidak hanya akan memberikan desain yang personal, tetapi juga melestarikan warisan budaya Nusantara.
Sementara itu, Bandung tidak tinggal diam. Ia menggunakan pengaruhnya di media sosial untuk melancarkan kampanye #CandiTechMenang, mengajak para pengikutnya untuk mendukung startup-nya. Perang hashtag pun pecah di dunia maya, memanaskan persaingan antara kedua startup.
Saat deadline semakin dekat, Roro dan timnya berhasil menyelesaikan aplikasi mereka. Namun, Bandung tidak menyerah begitu saja. Ia menyebarkan rumor bahwa aplikasi Roro mengandung bug yang dapat membahayakan data pengguna. Berita ini cepat menyebar dan membuat investor ragu untuk menanamkan modal di Jonggrang Design.
Alih-alih langsung mengadakan konferensi pers, Roro dan timnya memutuskan untuk melakukan serangan balik yang lebih strategis. Mereka membuat sebuah video pendek yang menyoroti keindahan desain aplikasi mereka dan manfaatnya bagi pengguna. Video tersebut kemudian disebarluaskan secara viral di media sosial, memicu perdebatan sengit di kalangan pengguna internet.
Bandung, yang merasa terancam, berusaha untuk membungkam suara Roro. Ia menyebarkan rumor yang lebih jahat, menuduh Roro mencuri ide desain dari seorang desainer terkenal. Tekanan semakin meningkat, dan Roro mulai merasa putus asa.
Namun, pada saat-saat terakhir, seorang investor yang telah lama mengagumi karya Roro memutuskan untuk memberikan dukungan penuh. Investor tersebut tidak hanya menginvestasikan uangnya, tetapi juga menggunakan pengaruhnya untuk membersihkan nama baik Roro.
Terkesan dengan kegigihan Roro, Bandung akhirnya mengakui kekalahannya. Ia tidak hanya membatalkan rencana merger, tetapi juga menawarkan kerjasama untuk membangun kota pintar pertama di Nusantara yang menggabungkan teknologi canggih dengan desain yang berkelanjutan.
Setelah sukses membangun kota pintar yang menjadi sorotan dunia, Bandung dan Roro memutuskan untuk mengadakan kompetisi desain arsitektur berskala internasional. Kompetisi ini bertujuan untuk mencari talenta-talenta muda yang memiliki ide-ide inovatif untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Pada malam penganugerahan, Bandung dan Roro berdiri di atas panggung, dikelilingi oleh para arsitek muda berbakat dari seluruh dunia. Dengan bangga, mereka mengumumkan pemenang kompetisi. Namun, yang mengejutkan semua orang, pemenang utama adalah seorang anak muda dari desa terpencil di lereng sebuah gunung tua Nusantara.