Hasil survei internasional sering menunjukkan bahwa dalam hal yang baik, angka untuk Indonesia cenderung rendah, tetapi dalam hal yang buruk justru cenderung tinggi. Sebagai contoh, data Tranparency International menunjukkan persepsi tentang tingkat korupsi di sektor publik, dari 177 negara dan dengan 177 skor, Indonesia berada di rangking 114 dengan skor 32. Ini di bawah Ethiopia yang berada pada posisi 111.
Data WHO (World Health Organization) 2016 terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang.Â
Keberhasilan pembangunan kesehatan suatu negara (80%) sangat ditentukan oleh tenaga Kesehatan. Semakin beragam dan banyak jenis tenaga kesehatan yang terlibat akan semakin baik. Undang-undang tenaga kesehatan 2014 menyatakan tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif. Sedikitnya ada 12 jenis kelompok tenaga kesehatan yang ada di Indonesia seperti yang tertuang dalam UU tenaga kesehatan 2014.
Masyarakat Indonesia sendiri merasa resah melihat perilaku, sikap serta mentalitas kita yang saling serobot hak orang lain, tidak mau antri, dan kurang menghargai orang lain. Serangkaian hasil  kelompok diskusi terfokus di Jakarta, Aceh, dan Papua yang dilakukan oleh kelompok kerja revolusi mental rumah transisi juga menggambarkan keresahan masyarakat tentang karakter kita sebagai bangsa. padahal Indonesia adalah negara pancasila yang sesungguhnya jika dikaji secara makna, sila sila yang ada didalam pancasila bisa digunakan sebagai salah satu pendekatan solusi kesehatan mental bangsa.Â
Revolusi mental menjadi jargon dan gerakan nasional pemerintah Indonesia saat ini dalam semua bidang pembangunan, tidak terkecuali pada bidang kesehatan. Tidak sedikit pemerintah telah menetapkan dan merivisi berbagai kebijakan Kesehatan yang menjadi acuan atau peta jalan kinerja pemerintah. Kebijakan kesehatan tersebut baik langsung maupun tidak langsung telah menggambarkan bagaimana upaya pemerintah membentuk mental masyarakat terkait pembangunan kesehatan melalui sebuah proses perumusan dan implementasi kebijakan kesehatan.
Maret 2017 pemerintah telah merilis berita  bahwa pegawai tidak tetap (PTT) Kementerian Kesehatan yang Ikut seleksi dinyatakan lulus semua. Total mencapai 43.310 terdiri dari dokter, dokter gigi, dan bidan. Sebanyak 39.090 diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara di lingkungan Pemerintah Daerah berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 7 Tahun 2017 dan sisanya ditetapkan sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Tahun 2015 lalu pemerintah juga menggangkat 3 jenis tenaga kesehatan  (dokter, dokter gigi dan bidan) PTT sebanyak 46.171. Data sebelumnya menyebutkan kekurangan untuk 9 jenis tenaga kesehatan puskesmas pada tahun 2014 hanya 43.856. Rapat kerja kesehatan nasional 2017 lalu juga menegaskan kembali data kekurangan dokter sebanyak 3.579, dokter gigi 4.658 dan bidan 8.074. Sedangkan data kekurangan 5 jenis tenaga kesehatan yang menjadi prioritas pemerintah 2015-2019 yaitu tenaga kesmas mencapai 4.867, gizi 5.990, kesehatan lingkungan 3.735, farmasi 3.760 dan analis kesehatan 5.167.
Jika cermati secara rinci seperti tidak ada sinkronisasi dan keselarasan antara kebijakan kesehatan yang satu dengan kebijakan yang lain, termasuk kebijakan kesehatan pusat dan daerah. Sebagai contoh antara Undang-Undang Kesehatan , Undang-Undang Tenaga Kesehatan, sistem kesehatan nasional (SKN), indeks pembangunan kesehatan masyarakat (IPKM), standar pelayanan minimal (SPM) kesehatan dengan sistem kesehatan daerah, peraturan tentang standar minimal ketenagaan di Puskesmas 2014 dan peraturan tentang penyusunan perencanaan kebutuhan sumber daya manusia kesehatan 2015.
Perjalanan Kebijakan kesehatan tersebut menjadi bukti sejarah revolusi mental bidang kesehatan sekaligus menjadi ujian mental tenaga kesehatan khususnya terkait proses dan implementasi kebijakan kesehatan. Secara teori dan hasil penelitian masalah kesehatan terjadi bukan hanya karena pada ketersediaan jumlah, distribusi dan jenis tenaga kesehatan tetapi juga terjadi karena faktor lemahnya regulasi atau kebijakan kesehatan.Â
Perlu adanya gerakan revolusi mental dalam menyusun dan mengimplementasikan kebijakan kesehatan. Hal ini senada dengan tema hari kesehatan dunia tahun 2017 yaitu tentang kesehatan mental. Melakukan revolusi mental kebijakan kesehatan ialah menciptakan kebijakan yang adil, bermartabat dengan budaya kolaborasi, kerjasama, saling menghargai hak dan keberadaan profesi masing-masing, sesuai dengan ketersedian budaya lokal dan nusantara, bersahaja, dan berkesinambungan. Banyak contoh dan kasus dibeberapa negara misalkan meningkatnya angka penyakit atau kematian hingga perang dunia akibat faktor kebijakan. Temuan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional di 35 kabupaten/kota menyimpulkan bahwa masalah utama tenaga kesehatan Indonesia adalah ada pada regulasi atau kebijakan selain pembiayaan dan usulan formasi ketenagaan.