Mohon tunggu...
Agus wijayanti
Agus wijayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Agus wijayanti

Name: agus wijayanti

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Kembali Bahasa Indonesia

30 Desember 2021   11:30 Diperbarui: 30 Desember 2021   12:02 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebagaimana yang kita ketahui bahawa logat Indonesia pribadi adalah logat adat Bangsa Indonesia dan Bahasa Indonesia juga menjabat logat federasi Bangsa Indonesia.

Bahasa Indonesia pribadi terkaan diresmikan seperti logat kewarganegaraanisme setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 18 Agustus 1945.Yang mana Bahasa Indonesia maujud berasal Bahasa Melayu yang dekat sepuluh dasawarsa berlalu menjabat logat lingua franca, yakni bagasa perniagaan antarpulau di nusantara. Kemudian dikukuhkan menjabat logat federasi menyeberangi waktu Sumpah Pemuda. Bahasa Melayu menjabat berkompeten di era itu dikarenakan fleksibelitasnya akan logat-logat lain. Dengan bukti tersimpul, tepatnya 28 Oktober 1928, logat Melayu diangkat seperti logat federasi dan perian 1945 diresmikan seperti logat habitat.

Perkembangan logat Melayu di daerah Nusantara mencengkam dan membangunkan tumbuhnya falsafah pertalian dan federasi kerabat Indonesia. Dimana persentuhan antaperkumpulan yang bangkit dekat zaman itu memperuntukkan logat Melayu. Para teruna Indonesia yang tersampul bagian dalam federasi perpindahan secara muka menjadikan logat Melayu menjabat logat Indonesia, yang menjabat logat federasi menjelang serata kerabat Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928) sebagaimana polemik diatas.

Dan pemahaman kewarganegaraanisme pribadi terkaan membangunkan peredaran logat Indonesia pakai pesat. Peranan urusan politik, perniagaan, persuratkabaran, dan lembaran sangat sketsa bagian dalam memodernkan logat Indonesia. Proklamasi kelonggaran Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, terkaan menginisiasikan alamat dan manfaat logat Indonesia secara konstitusional seperti logat habitat. Kini logat Indonesia dipakai oleh berbagai landas umum Indonesia, abdi di babak kausa maupun daerah.

Seiring berjalannya waktu, logat kita ini pun diperkaya pakai serapan-serapan berasal logat lainnya. Bahkan, bisa dikatakan bahwa sembilan berasal sepuluh tutur bagian dalam logat Indonesia diambil berasal logat asing. Bahasa kita putus menjelajahi berlebihan periode deformasi ejaan, menginjak berasal Ejaan Van Ophuijsen (1901), Ejaan Soewandi atau Republik (1947), dan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan atau EYD (1972). Pada 2015, lahirlah Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) yang ditandai pakai terbitnya Permendikbud 50/2015 mengenai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.

Perkembangan ejaan hanyalah tunggal orientasi bagian dalam suatu alasan kebahasaan. Banyak peredaran lainnya yang kelahirannya, abdi yang terkaan ditetapkan oleh otoritas atau pribumi maujud berasal peraturan umum. Namun, berasal pengelanaan panjang tersimpul, kita upas meneliti sejumlah contoh yang konsisten bagian dalam peredaran logat Indonesia. Barangkali, contoh-contoh tersimpul bisa muncul seperti petunjuk logat Indonesia.

Imbuhan

Bahasa Indonesia memegang keringanan bagian dalam pendirian tutur. Dalam tutur peranan misalnya, menjelang mengalihkan sebangun tutur pokok menjabat tutur peranan tidak harus mengalihkan figur tutur tersimpul secara drastis. Kita semata-mata mesti menaruh cindur mata (afiks) dan tutur tersimpul akan merelakan hikmah yang berbeda.

Contohnya adalah tutur sapu. Untuk mengalihkan tutur jasad ini menjabat sebangun aktivitas, kita semata-mata mesti menaruh prefiks me- atau di- demi menuang tutur melibas dan disapu. Dalam logat Indonesia, cindur mata mempunyai kontribusi yang penting dekat contoh pendirian tutur. Kita mengantongi me-, di-, te-, be-, pe-, misalnya, seperti cindur mata akar atau prefiks. Sebagai cindur mata kelanjutan atau sufiks, kita mengantongi -i, -an, dan -kan. Kemudian, seperti sisipan, tersua pula cindur mata infiks sebagai -el- dan -em- dekat tutur telaah dan gemetar.

Tanpa Kala, Plural, dan Gender

Berbeda pakai logat Inggris, logat Indonesia tidak memegang petunjuk idiosinkratis menjelang merepresentasi era atau tense. Dalam kalimat, kita memperuntukkan tutur perhiasan lain menjelang mencuraikan peristiwa yang putus berlalu. Kemudian, logat Indonesia juga tidak memegang memegang komponen konkordansi hikmah bermacam rupa sebagai manfaat /s/ bagian dalam kata penutup dekat logat Inggris. Lebih berlarut-larut lagi, logat kita tidak memegang konkordansi kelamin sebagai bagian dalam logat Jerman atau Arab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun