Mohon tunggu...
Agus Setiawan
Agus Setiawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Cita-cita besar saya adalah Islam dikenal dengan sesungguhnya di muka bumi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kekeliruan dalam Memahami Makna Istighfar

7 Februari 2011   13:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:49 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1297086176325936953

Banyak orang yang mengira bahwa setelah dia melakukan apa yang telah dilakukannya, kemudian dia berkata, “ Aku memohon ampun kepada Alloh “, maka seketika itu dosanya terhapus dan sirna karena ucapannya itu.

Ada seseorang yang mengaku menguasai ilmu fiqih berkata, “Aku sudah melakukan apa yang telah ku lakukan, kemudian aku berkata, ‘subhanalloh wa bihamdihi’ sebanyak 100 kali dan ternyata apa yang telah ku lakukan itu benar-benar terampuni.” Hal ini sepertiyang telah disebutkan dalam riwayat yang shahih dari Nabi SAW, beliau bersabda “ Barangsiapa mengucapkan dalam sehari,’subhanalloh wa bihamdihi’ 100 kali, maka kesalahan-kesalahannya akan dihapuskan darinya meskipun kesalahan-kesalahan itu seperti buih lautan.”

Ada pula salah seorang penduduk Makkah yang berkata, “Jika salah seorang di antara kami melakukan apa yang telah dilakukannya, maka dia mandi lalu melakukan thawaf di sekitar ka’bah selama seminggu, dan ternyata kesalahannya itu telah diampuni.”

Ada pula yang berkata, “Telah disebutkan dalam riwayat yang shahih Nabi SAW, bahwa beliau bersabda “seorang hamba melakukan suatu dosa, lalu dia berkata, ‘Ya Robbi, aku telah melakukan dosa, maka ampunilah bagiku!’ Maka Dia pun mengampuni dosanya. Kemudian dia menetap menurut apa yang dikehendaki Alloh, kemudian dia melakukan dosa yang lain, lalu dia berkata, ‘Ya Robbi, aku telah melakukan dosa, maka ampunilah bagiku!’ Maka Dia pun mengampuni dosanya. Lalu Alloh Azza wa Jalla berfirman, ‘Hamba Ku tahu bahwa dia mempunyai Robb yang mengampuni dosa dan yang bertindak dengannya. Aku telah mengampuni bagi hamba-Ku, maka hendaklah dia berbuat menurut kehendaknya.”

Orang itu berkata, “Aku tidak sangsi bahwa aku mempunyai Robb yang mengampuni dosa dan bertindak dengannya.”

Orang semacam ini berpegang kepada nash yang berisi harapan, berpegang dan bergantung dengan kedua belah tangannya. Jika dia ditegur karena berbagai kesalah dan kebiasaannya melakukan kesalahan itu, dia langsung menyampaikan apa yang sudah dihafalnya di luar kepala tentang keluasan rahmat Alloh dan ampunan-Nya serta berbagai nash yang berisi harapan. Orang-orang bodoh semacam ini memiliki keanehan tersendiri, seperti perkataan sebagian diantara mereka yang pernah mengucapkan “ Masih banyak kesalahan yang dapat aku lakukan, jika aku menghadap kepada yang memiliki kemuliaan.”

Yang lain ada yang berkata, “ Menghindari dosa merupakan gambaran kebodohan tentang kekuasaan ampunan Alloh” atau ada yang berkata lebih aneh lagi, “ Meninggalkan dosa merupakan kelancangan terhadap ampunan Alloh dan melecehkan-Nya.”

Di antara orang-orang yang tertipu itu ada pula yang berpegang pada masalah ketetapan Alloh dan bahwa hamba itu tidak memiliki perbuatan sama sekali dan tidak punya pilihan, tapi dia sudah ditetapkan, termasuk kedurhakaannya.

Sementara ada golongan lain yang berpegang kepada masalah harapan, bahwa iman itu sekedar pembenaran, sedangkan amal tidak termasuk iman.

Di antara mereka pula ada yang tertipu oleh bapak-bapak mereka yang terdahulu, yang memiliki kedudukan dan keshalihan di sisi Alloh SWT. Mereka berdoa kepada Alloh dan tidak memurnikannya, seperti yang dilihat di kalangan para raja. Sebab para raja dapat menjamin kesalahan anak-anak dan kerabatnya. Jika salah seorang di antara mereka melakukan kesalahan besar, ayah atau kakeknya akan membebaskannya, berkat kehormatannya dan kedurukannya.

Di antara mereka ada pula yang tertipu, karena beranggapan bahwa Alloh SWT itu Mahakaya sehingga tidak perlu menyiksa. Sebab siksanya tidak menambah apapun terhadap kekuasaan-Nya dan rahmat-Nya tidak mengurangi kekuasaan-Nya sedkit pun, lalu dia berkata “Aku membutuhkan faqir yang membutuhkan seteguk air di rumah seseorang yang didalamnya ada sungai yang mengalir, tentu dia tidak akan menghalanginya. Sementara Alloh lebih pemurag dan lebih luas rezki-Nya. Ampunan tidak akan mengurangi keluasan rezki-Nya sedikitpun, dan siksaan tidak menambah kekuasaan-Nya sedikitpun.”

Itulah pemahaman yang salah dari sebagian orang-orang yang memudahkan ampunan Alloh SWT. Alloh SWT memang Maha Pengampun dan ampunan-Nya lebih luas dibandingkan lautan di muka bumi, tapi kita sebagai hamba-Nya tidak boleh beranggapan bahwa Alloh SWT akan mengampuni dosa-dosa kita hanya dengan mengucapkan istighfar dan subhanalloh wabihamdihi tanpa dibarengi dengan taubatan nasuha.

Jadi kalau kita mengucapkan istighfar harus di iringi dengan perasaan menyesal dan bersungguh-sungguh tidak mengulang perbuatan maksiat atau kesalahan yang sama di masa yang akan dating.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun