Mohon tunggu...
Agus Setiawan
Agus Setiawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Cita-cita besar saya adalah Islam dikenal dengan sesungguhnya di muka bumi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Golongan yang Tidak Akan Diajak Bicara Allah SWT di Hari Kiamat

14 Januari 2011   08:48 Diperbarui: 4 April 2017   18:26 4945
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada sebuah hadits diriwayatkan oleh Muslim yang saya baca  hari ini, yang berbunyi, “Tsalatsatun laa yukallimuhumulloh yaumal qiyaamah, wa laa yanzhuru ilaihim, wa laa yuzakkiihm, wa lahum ‘adzaabun aliim: al mannaanu bimaa a’thoo, wal musbilu izaaroh, wal munfiqu sil’atatahu bil halfil kaadzib.”. Adapun artinya adalah “Ada tiga golongan orang yang tidak akan diajak bicara oleh Alloh pada hari kiamat, tidak akan diperhatikan, dan tidak akan disucikan dan bagi mereka adzab yang pedih. Mereka adalah orang yang menyebut-nyebut pemberiannya, orang yang memanjangkan kainnya (karena sombong), dan orang yang melariskan kan dagangannya dengan sumpah palsu.”

Melalui tulisan ini saya mengajak diri saya  dan kita semua untuk merenungi hikmah dan pelajaran dari hadits diatas. Hadits diatas menerangkan tentang sikap Alloh SWT yang mendiamkan ketiga golongan di hari kiamat. Bisa kita bayangkan bagaimana rasanya didiamkan oleh Alloh SWT ketika hari kiamat, tentu rasanya akan membuat kita sengsara. Ketika kita hidup di dunia saja, di diamkan atau tidak diajak bicara sesama manusia akan membuat kita tidak nyaman, apalagi ketika Alloh SWT, Tuhan kita, Robb kita, Kekasih kita yang mendiamkan kita pada hari kita membutuhkan pertolongan-Nya (Hari Kiamat).

Menurut hadits diatas ada 3 golongan yang akan didiamkan oleh Alloh SWT, bahkan tidak hanya di diamkan tapi juga tidak diperhatikan dan tidak di sucikan oleh-Nya. Mereka itu adalah :

PERTAMA

" Al Manaanu bimaa A’tho "

(Orang yang menyebut-nyebut pemberiannya).

Alloh SWT berfirman didalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 264, yang berbunyi

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya Karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, Kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (Tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir

Melalui ayat ini Alloh SWT memperingatkan kepada kita bahwa sedekah batal karena diikuti dengan menyebut-nyebut dan menyakiti perasaan penerimanya. Jadi pahala sedekah tidak akan terpenuhi karena kesalah menyebut-nyebut dan menyakiti si penerima. Kemudian didalam ayat dan surat yang sama Alloh SWT menunjukkan contohnya dengan mengatakan, “seperti orang yang menafkahi hartanya karena riya kepada manusia .” Yakni janganlah kita membatalkan sedekah dengan menyebut dan menyakiti manusia, seperti batalnya sedekah orang yang riya. Yang tampak oleh manusia bahwa dia bersedekah karena Alloh SWT, padahal dia bermaksud meraih pujian orang melalui sedekahnya, serta tujuan-tujuan duniawi lainnya, dengan memutuskan perhatiannya dari interaksi dengan Alloh SWT dan tujuan meraih keridhoan-Nya. Oleh karena itu Alloh SWT kepada orang yang seperti itu (riya dalam melakukan sedekah) dengan mengatakan, “dia tidak beriman kepada Alloh dan hari kemudian.”

Dalam ayat yang sama Alloh SWT memberikan perumpamaan orang yang berinfak tetapi dibarengi dengan sikap riya dengan mengatakan “ maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, Kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (Tidak bertanah), “ Yakni halus dan kering serta tidak tersisa tanhah sedikit pun diatasnya. Demikianlah pula halnya dengan amal-amal orang yang riya, semuanya lenyap dan sirna pada sisi Alloh SWT, walaupun tampak bagi dirinya sebagai amal, seperti orang yang melihat keberadaan tanah di atas batu. Oleh karena itu Alloh SWT berfirman “ mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.”

Melalui uraian diatas, jelaslah bahwa menyebut-nyebut pemberian merupakan sikap yang tidak disukai Alloh SWT dan merugikan kita sendiri pada hari kiamat karena pahala sedekah yang kita lakukan sesungguhnya tidak memiliki pahala di sisi Alloh SWT. Mungkin kita bisa melihatnya dalam sosok disebuah sinetron di salah satu televise swasta yang berjudul “ISLAM KTP”. Di sana ada sosok yang memiliki sikap suka bersedekah tapi dengan menyebut-nyebut sedekahnya bahkan sampai menyakiti si penerima sedekah. Sosok itu merasa pahala nya sudah banyak dengan sedekah yang telah dilakukannya sehingga dia mengklaim dirinya sebagai “ahli syurga”. Padahal sesungguhnya bisa jadi dia “ahli neraka” karena sikap tercelanya itu. Na’udzu billahi min dzaalik.

Marilah kita menata hati dan menjaga lisan kita dalam beramal kebaikan apapun sehingga kita terhindar sikap menyebut-nyebut perbuatan baik yang kita lakuan.

Ada beberapa cara  yang bisa dilakukan untuk menghindari dari menyebut-nyebut amal kebaikan :

  • Menata hati dan senantiasa membersihkan diri kita dari sikap ujub dan sombong dengan memperbanyak berzikir dan mengingat Alloh SWT
  • Melupakan semua kebaikan-kebaikan yang kita lakukan tanpa harus mengingat-ngingatnya sehingga kita terhindar dari menyebut-nyebut kebaikan yang kita lakukan
  • Kita harus menjaga syahwatul kalam (syahwat berbicara) kita dengan cara memperbanyak diam atau tidak berkata-kata kecuali untuk perkataan yang baik.

KEDUA

" Al Musbilu izaaroh"

(Orang yang memanjangkan kainnya karena sombong)

Memanjang kain atau menurunkan celana dengan sengaja dinamakan dengan isbal dan orang yang melakukan Isbal disebut Musbil. Perbuatan isbal dikategorikan sebagai perbuatan orang-orang yang sombong dan bahkan Alloh SWT tidak akan melihat orang yang melakukan isbal dengan dibarengi kesombongan.

“ Jauhilah olehmu Isbal, karena ia termasuk perbuaan yang sombong”

[Hadits Riwayat Abu Daud, Turmudzi dengan sanad yang shahih]

“ Siapa yang menyeret pakiannya karena sombong, Allah tidak akan melihatnya di hari kiamat ”

[Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Rosululloh SAW  menjadikan semua perbuatan isbal termasuk kesombongan karena secara umum perbuatan itu tidak dilakukan kecuali memang demikian. Siapa yang melakukannya tanpa diiringi rasa sombong maka perbuatannya bisa menjadi perantara menuju kesana. Dan perantara dihukumi sama dengan tujuan, dan semua perbuatan itu adalah perbuatan berlebihan-lebihan dan mengancam terkena najis dan kotoran.

Oleh karena itu Umar Ibnu Khaththab melihat seorang pemuda berjalan dalam keadaan pakaiannya menyeret di tanah, ia berkata kepadanya : “Angkatlah pakaianmu, karena hal itu adalah sikap yang lebih taqwa kepada Rabbmu dan lebih suci bagi pakaianmu [Riwayat Bukhari lihat juga dalam al Muntaqa min Akhbaril Musthafa 2/451 ]

Adapun Ucapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Abu Bakar As Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu ketika dia (Abu Bakar) berkata : "Wahai Rasulullah, sarungku sering melorot (lepas ke bawah) kecuali aku benar-benar menjaganya". Maka beliau bersabda : “Engkau tidak termasuk golongan orang yang melakukan itu karena sombong.” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Yang dimaksudkan oleh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa orang yang benar-benar menjaga pakaiannya bila melorot kemudian menaikkannya kembali tidak termasuk golongan orang yang menyeret pakaiannya karena sombong. Karena dia (yang benar-benar menjaga ) tidak melakukan isbal. Tapi pakaian itu melorot (turun tanpa sengaja) kemudian dinaikkannya kembali dan menjaganya benar-benar. Tidak diragukan lagi ini adalah perbuatan yang dimaafkan.

Adapun orang yang menurunkannya dengan sengaja, apakah dalam bentuk celana atau sarung atau gamis, maka ini termasuk dalam golongan orang yang mendapat ancaman, bukan yang mendapatkan kemaafan ketika pakaiannya turun. Karena hadits-hadits shahih yang melarang melakukan Isbal besifat umum dari segi teks, makna dan maksud.

Maka wajib bagi setiap muslim untuk berhati-hati terhadap Isbal. Dan hendaknya dia takut kepada Allah ketika melakukannya. Dan janganlah dia menurunkan pakaiannya di bawah mata kaki dengan mengamalkan hadits-hadits yang shahih ini. Dan hendaknya juga itu dilakukan karena takut kepada kemurkaan Alllah dan hukuman-Nya. Dan Allah adalah sebaik-baik pemberi taufiq.

KETIGA

" Al Munfiqu sil’atahu bil halfil kaadzib"

( Orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu).

Terkadang dalam melakukan perniagaan, jual beli, atau urusan bisnis lainnya kita melakukan sumpah palsu untuk melariskan barang dagangan kita. Hal ini sangat dilarang oleh Alloh SWT.

Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari Kiamat dan tidak pula (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka adzab yang pedih," (Ali 'Imran: 77).

Dalam ayat lain Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antara kamu yang menyebabkan tergelincir kaki(mu) sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan (di dunia) karena kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan bagimu adzab yang pedih. Dan janganlah kamu tukar perjanjianmu dengan Allah dengan harga yang sedikit (murah), sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui," (An-Nahl: 94-95).

Bahaya dari melakukan sumpah palsu untuk melariskan barang dagangan akan menyebabkan hilangnya keberkahan dari perniagaan yang kita lakukan. Hal ini seperti yang disabdakan Rosululloh SAW dalam riwayat Muslim yang berbunyai Dari Abu Qatadah al-Anshaari bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, "Hindarilah banyak bersumpah dalam jual beli. Memang sumpah itu dapat melariskan barang dagangan namun kemudian akan menghilangkan berkahnya.

Sebaiknya kita dalam melakukan aktivitas perniagaan dan perdagangan lebih mengedepankan kejujuran dan tidak terlalu gampang bersumpah hanya untuk melariskan atau memuluskan usaha perniagaan yang kita lakukan.

Jujur merupakan sifat yang terpuji. Allah menyanjung orang-orang yang mempunyai sifat jujur dan menjanjikan balasan yang berlimpah untuk mereka. Termasuk dalam jujur adalah jujur kepada Allah, jujur dengan sesama dan jujur kepada diri sendiri. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang shahih bahwa Nabi bersabda,

“Senantiasalah kalian jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.”

Jujur sendiri memiliki makna adanya keselarasan antara ucapan atau berita dengan kenyataan yang ada. Jadi kalau kita mempromosikan barang kemudian tidak sesuai dengan kenyaataan atau kondisi yang ada pada barang yang kita jual, maka kita telah berlaku tidak jujur.

Kejujuran senantiasa mendatangkan berkah dalam perniagaan , sebagaimana disitir dalam hadist yang diriwayatkan dari Hakim bin Hizam dari Nabi, beliau bersabda,

“Penjual dan pembeli diberi kesempatan berfikir selagi mereka belum berpisah. Seandainya mereka jujur serta membuat penjelasan mengenai barang yang diperjualbelikan, mereka akan mendapat berkah dalam jual beli mereka. Sebaliknya, jika mereka menipu dan merahasiakan mengenai apa-apa yang harus diterangkan tentang barang yang diperjualbelikan, maka akan terhapus keberkahannya.”

Oleh karena, kalau seandainya setiap kita berperilaku jujur maka Alloh SWT akan memberikan kemudahan dan keberkahan dalam perniagaan yang kita lakukan.

Itulah beberapa hal yang menyebabkan manusia tidak akan diajak bicara oleh Alloh SWT pada hari kiamat. Semoga Alloh SWT memberikan naungan kepada kita semua disaat tidak ada naungan selain naungan Alloh SWT.

Wallahu A’lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun