Berdiri Kokoh di Jantung Kota
Masjid Raya Sabilal Muhtadin, itulah nama yang disematkan pada bangunan masjid terbesar di Kota Banjarmasin ini. Masjid ini berdiri kokoh di lahan seluas 10,3 hektar -- persis di jantung kota, dan setiap harinya dikunjungi oleh ribuan umat yang hendak menunaikan ibadah salat berjamaah.
Dari segi arsitektur, bangunan masjid ini terdiri atas bangunan utama dan menara. Dengan luas total 5.250 meter persegi, bangunan utama masjid ini memiliki fasilitas ruang ibadah di lantai 1 dan lantai 2. Bangunan masjid yang megah ini mempunyai kubah di atasnya yang terbuat dari aluminium sheet calcolour berwarna keemasan berdiameter 38 meter.
Masjid ini juga mempunyai lima menara, satu menara setinggi 45 meter dan empat menara lainnya dengan tinggi 21 meter. Kubah yang terdapat pada bangunan menara  berdiameter lima dan enam meter.
Masjid ini dihiasi dengan berbagai ornamen dan relief berupa ayat suci Al-Qur'an, Asmaul Husna, dan lainnya. Tampak pula ornamen dan ragam hiasan yang mempercantik bangunan masjid ini juga hendak mewakili kebudayaan asli Kalimantan Selatan yang kaya penuh makna.
Satu hal unik yang akan kita jumpai adalah keberadaan hutan kota yang ada di sekeliling masjid ini. Banyak pepohonan besar yang tumbuh menjulang ke atas langit dengan daun-daunnya yang rimbun menghijau, menambah kesan sejuk dan tenang bagi siapa saja yang bertandang ke masjid ini.
Menurut catatan sejarah, dimulainya pembangunan masjid ini pada tahun 1974 menjadi jawaban atas kerinduan umat Islam di Banjarmasin untuk memiliki sebuah masjid raya yang dapat dijadikan pusat keagamaan di Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan. Di kemudian hari, masjid ini pun dikenal sebagai landmark kebanggaan warga kota seribu sungai.
Menurut Halimatus Sa'diah (2017) dalam karya tulisnya berjudul "Studi Tentang Sejarah dan Perannya dalam Pendidikan Islam di Banjarmasin", seperti dikutip apahabar.com, mengemukakan bahwa awalnya rencana lokasi pembangunan masjid ini akan dilakukan di bekas lokasi hotel. Berhubung area tersebut dipandang kurang luas, maka kemudian diputuskan mengambil lokasi di Pulau Tatas.
Pada jaman penjajahan Belanda, di Pulau Tatas berdiri benteng pertahanan berjuluk "Fort Tatas", di mana pada lokasi yang sama juga terdapat asrama tentara Belanda. Di masa lalu, Kota Banjarmasin lebih dikenal dengan nama Pulau Tatas.Â
Kata "tatas" sendiri berasal dari kata watas yang bermakna batas. Penamaan itu terinspirasi dari keadaan tempat tersebut yang dikelilingi oleh Sungai Martapura serta anak sungainya, sehingga dalam penglihatan kita akan tampak berbatas-batas. Di masa lalu, kawasan Pulau Tatas juga populer dengan nama "Kotablanda."
Aksi Sosial Cermin Indahnya Keberagaman
Saya pribadi mempunyai pengalaman menarik dan berkesan di Masjid Raya Sabilal Muhtadin. Dari catatan diary, saya bersama para sahabat muda lintas agama di Kota Banjarmasin kala itu pernah melakukan kegiatan aksi kebersihan selepas salat Idul Fitri, Jumat, 17 Juli 2015 silam.
Karena kegiatan ini merupakan kegiatan "perdana" dan baru pertama kali terjadi di tahun tersebut, maka saya merasakannya sebagai sebuah pengalaman yang begitu istimewa. Di tahun-tahun selanjutnya, kegiatan serupa masih berlangsung dengan melibatkan kaum muda lintas iman di Kota Banjarmasin.
Aksi kebersihan yang dilakukan oleh Komunitas Ayo Rukun saat itu melibatkan sekitar 70 orang dan dimulai sekitar pukul 09.00 Wita. Dengan cekatan dan penuh semangat, kami semua saling bahu-membahu mengumpulkan lembaran-lembaran koran bekas yang bertebaran di halaman masjid. Kami juga memunguti sampah dengan sigap dan memasukkannya dalam kantong plastik yang tersedia.
Dari wajah-wajah mereka saya bisa menangkap aura kegembiraan yang memancar begitu deras. Melalui percakapan yang sempat saya dengarkan di lapangan, sejumlah anak muda mengaku bahwa pagi itu untuk pertama kalinya mereka masuk ke halaman masjid yang terkenal sebagai salah satu ikon Kota Banjarmasin.
Muhammad Iqbal, salah satu aktivis LK3 (Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan) Banjarmasin kepada saya mengungkapkan apresiasi positifnya sekaligus ucapan terima kasih atas kepedulian yang ditunjukkan oleh kaum muda lintas iman dalam aksi sosial ini. "Saya mengucapkan terima kasih atas bantuan teman-teman lintas iman yang telah menggagas kegiatan yang sangat baik ini."
Kala itu Iqbal berkisah, kegiatan seperti ini dapat menjadi momentum sekaligus wahana untuk menjalin tali silaturahmi antar kaum muda lintas iman di Kota Banjarmasin. Iqbal menaruh harapan besar untuk masa-masa mendatang agar aksi sosial seperti ini dapat melibatkan lebih banyak lagi kaum muda.Â
Iqbal mempunyai impian, ke depannya ada banyak kaum muda lintas iman yang mau terlibat dalam aksi sosial sejenis dalam perayaan hari raya-hari raya umat beragama lainnya di Kota Banjarmasin.
Mewakili Gereja Katolik, Pastor Yohanes Susilohadi, Pr juga menyampaikan pendapat senada. Pastor Susilohadi berharap kegiatan seperti ini dapat berlanjut di tahun-tahun mendatang. "Mari kita kedepankan kebersamaan."
Sedangkan Bapak Wayan Landep dari perwakilan umat Hindu bertutur bahwa aksi sosial seperti ini menjadi momen yang penting baginya. "Kegiatan seperti ini juga berarti menunjukkan kepedulian kita terhadap umat beragama lain. Meskipun baru pertama kali dilaksanakan, namun saya menilai bahwa kegiatan seperti sangat baik."
Sementara itu Harris Kusuma selaku koordinator lapangan aksi sosial ini bermimpi bahwa kegiatan seperti ini dapat dimunculkan sebagai sebuah inisiatif dari masing-masing elemen yang ada. "Alangkah baiknya jika kaum muda dari masing-masing agama mempunyai kesadaran pribadi untuk melakukan kegiatan-kegiatan serupa ke depannya."
Aktivis GMKI Banjarmasin, Christian Indra Lesmana Saputra menilai bahwa kegiatan ini adalah bentuk toleransi yang nyata antar umat beragama, khususnya di Kota Banjarmasin.
Salah satu penggagas aksi sosial ini, Aloysius Djono Purwadi juga mempunyai harapan senada, "Melalui aksi sosial seperti ini hendaknya pemaknaan hidup dalam keberagaman dapat dipahami oleh kaum muda dengan lebih baik lagi."
Cerminan Kebudayaan Islam yang Berakar Kuat
Sejak Banjarmasin diumumkan sebagai zona merah akibat pandemi covid-19 per 31 Maret 2020 lalu, praktis segala sesuatunya pun berubah. Pusat-pusat keramaian diimbau tidak berkegiatan demi penerapan physical distancing secara meluas dan menghindari timbulnya kerumunan orang untuk mencegah penularan virus corona jenis baru. Seperti dilansir salah satu media lokal setempat, Banjarmasin tercatat sebagai kota ke-21 yang mengalami transmisi lokal covid-19.
Selama PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di Kota Banjarmasin diberlakukan, Â salah satu aturannya disebutkan perihal pembatasan kegiatan keagamaan di rumah-rumah ibadah. Warga diimbau untuk sementara waktu melakukan kegiatan keagamaan di rumah masing-masing. Aturan tersebut juga diterapkan oleh Pengelola Masjid Raya Sabilal Muhtadin.
Salah satunya dengan mulai meniadakan salat Jumat berjamaah pada Jumat, 27 Maret 2020. Hal tersebut sejalan dengan imbauan MUI Kalimantan Selatan Nomor 11/DP-P/MUL-KS/SR/II/2020 tertanggal 26 Maret 2020. Di bulan Ramadan 1441 H ini pun kegiatan salat tarawih dan buka puasa di masjid ini juga ditiadakan, menindaklanjuti "Seruan Bersama" hasil musyawarah Kementrian Agama Provinsi Kalimantan Selatan, MUI, dan Dewan Masjid Indonesia Kalimantan Selatan.
Bila mengingat masa-masa sebelum Banjarmasin mengalami pandemi corona, aktivitas di Masjid Raya Sabilal Muhtadin selalu ramai dihadiri oleh umat Islam dari segala penjuru kota, mengingat fungsi dan perannya sebagai wadah dan pusat kegiatan dan dakwah Islam di Kalimantan Selatan.
Beragam kegiatan yang berlangsung di masjid ini, selain salat berjamaah adalah kajian Islam dan ceramah agama, juga menjadi pusat peringatan hari-hari besar Islam. Â Misalnya saja Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra' Miraj, Tahun Baru Islam dan lain sebagainya. Semua kegiatan tersebut menjadi agenda kegiatan rutin tahunan yang digelar di masjid ini.
Segala kegiatan yang dilangsungkan di masjid ini menjadi cerminan begitu kuatnya kebudayaan Islam berakar sejak abad ke-15 dan terus berkembang pesat hingga saat ini.
Bangunan awal Masjid Raya Sabilal Muhtadin untuk pertama kalinya dipergunakan pada Peringatan Idul Adha 1344 H, tepatnya pada tanggal 31 Oktober 1979. Setelah mengalami pembangunan lebih lanjut, Presiden Soeharto meresmikan pemakaiannya tanggal 9 Pebruari 1981 dengan iringan gema takbir, beduk, dan sirene.
Nama "Sabilal Muhtadin" dipilih untuk nama Masjid Raya ini sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan terhadap ulama besar Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjary (1710-1812 M), melalui salah satu karya monumentalnya berjudul Sabilal Muhtadin.
Sebagai pusat kegiatan Islam di Kota Banjarmasin, masjid ini dilengkapi dengan fasilitas Lembaga Pendidikan Islam (PAUD, TK, SD, SMP, SMU, SMK, dan STKIP Islam). Selain itu fasilitas lain yang disediakan bagi masyarakat adalah: perpustakaan umum, Radio Dakwah Sabilal Muhtadin, koperasi karyawan, sarana olahraga, dan SPBU.
Umat Islam di Provinsi Kalimantan Selatan sendiri mempunyai rasa memiliki yang begitu besar terhadap keberadaan masjid ini, karena masjid ini juga dibangun dengan dana yang bersumber dari sumbangan umat setempat melalui panitia pengumpul dana yang diketuai KH. Hasan Moegni Marwan dan didukung sejumlah tokoh masyarakat Banjarmasin saat itu.
Seorang sahabat karib saya, Bagus (27 tahun) mengungkapkan kesan pribadinya selama beribadah di masjid ini, "Saya merasa terkesan saat beribadah di sini, karena masjid ini merupakan ikon Kota Banjarmasin sekaligus ikon Provinsi Kalimantan Selatan. Sebagai warga Banua saya merasakan bahwa masjid ini juga memiliki nilai historis yang patut kita banggakan bersama."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H