*Wahai Alam, Tahan Emosimu!*
Tetiba langit gelap
Hujan menyambangi bumi Pertiwi bagian Timur
Suasana menjadi sedikit adem kala raga diterpa angin sepoi-sepoi
Hati bergolak ramah
Menyambut derasnya air yang turun dari langit
Namun kini hati berubah tawar
Merasakan angin bertiup tak lagi membelai kalbu dan meninabobokan lelah di badan
Angin mulai mengeluarkan atraksi liarnya
Meliuk-meliuk, berputar, meloncat dari kaki bumi sampai kaki langit
Menyambung bak rantai dalam putaran gangsing di arenanya
Seolah berkekakar
Air laut menyambut desau angin
Memuntahkan semua unek-unek yang terpendam selama ini
Hati kalang kabut
Melihat pohon raksasa tumbang
Air bah deras menerjang apa dan siapa saja
Manusia dan hewan tak luput dari amukan serta rasa emosi sang alam
Lalu kepada siapa hati bisa bertanya
Alam sudah mulai jengah dengan tingkah manusia
Mengamuk menjadi cara protes dirinya jika selama ini tegurannya tak dihiraukan
Mutiara itu kini berduka
Tenggelam dalam tangis lara ribuan manusia di ceruk air mata
di tengah hiruk pikuk pongahnya Ibu Kota
*kicauhati
#kicaunurani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H