Mohon tunggu...
RM AgungYudistira
RM AgungYudistira Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang masih banyak kurangnya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bencana COVID-19, dan Pentingnya TRUST, SOLIDARITAS, dan RESILIENSI

30 April 2020   17:01 Diperbarui: 30 April 2020   18:44 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

        Dalam keppres no. 12 tahun 2020 yang diterbitkan presiden Jokowi beberapa minggu lalu terdapat perpindahan paradigma dari yang sebelumnya menggunakan paradigma darurat kesehatan menjadi bencana nasional. Tentunya dengan perubahan ini diikuti juga perpindahan leading sector yang sebelumnya dipegang oleh mentri kesehatan menjadi dipegang oleh BNPB dan juga menjadikan undang-undang penanggulangan bencana nasional yang menjadi landasannya. Tentunya dengan berlakunya status bencana nasional maka seluruh integrasi data dari tingkat desa/kelurahan hingga pusat berada dalam satu sistem dan data terkait Corona bisa diakses kapan dan di mana saja oleh publik. Ini tentunya sangat baik karena saat ini masyrakat sangat membutuhkan transsparasi data agar bisa lebih waspada maupun bersiap dalam permasalahan ini.

        Tetapi hal yang harus tidak dilupakan oleh pemerintah adalah landasannya yaitu undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Dalam pasal 26 UU ini berbunyi "Setiap orang yang terkena bencana berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar". Ihwal ini lah yang seharusnya lebih menjadi sorotan pemerintah baik pusat maupun daerah. Dalam Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana terdapat 3 hal, salah satunya ialah kesiapsiagaan. Dalam kesiapsiagaan ini salah satunya juga dilakukan melalui penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar. Jika kita melihat implementasi dari UU ini masih terdapat berbagai pertanyaan bahkan sampai ada pendapat kalau pemerintah kurang mengerti dari UU yang dia buat sendiri. Pemerintah tentunya harus lebih menyoroti ini agar trust masyrakat kepada pemerintah dalam keadaan semrawut ini lebih meningkat bukan menurun. Kepercayaan Ini adalah fondasi dari semua hubungan manusia dan interaksi institusional, dan kepercayaan memainkan peran yang vital di setiap kebijakan baru diumumkan. Kepercayaan yang diharapkan terjadi antara pemerintah dan masyrakat ini dapat terealisasikan ketika kedua pihak yang memiliki persepsi tertentu yang menguntungkan satu sama lain yang memungkinkan hubungan untuk mencapai hasil yang diharapkan.

        Dalam good governance untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dapat ditopang oleh beberapa pilar kepercayaan. Seperti adanya partisipasi semua warga masyarakat ketika dalam pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah untuk mewakili kepentingan mereka. Dan Transparansi, dalam penanganan COVID 19 ini kepercayaan yang diperintah terhadap pemerintahlah yang dianggap sebagai output. Artinya ialah yang diperintah percaya kepada pemerintah karena bukti bukan janji yang tidak terealisasikan sama sekali. Kepercayaan tersebut timbul karena pemerintah mampu dan mau untuk memenuhi janji baik berupa pemenuhan kebutuhan atau pun bantuan sosial yang telah disampaikan. Kemampuan untuk menjawab atau memenuhi janji kepada orang lain atau diri sendiri tersebut dinamakan sebuah tanggung jawab.

        Terlepas dari berbagai macam polemik Tentunya saja COVID-19 ini bisa dikatakan sebagai bencana karena COVID-19 ini sebuah fenomena atau kejadian yang diluar kemampuan masyrakat dan itulah yang disebut bencana. Dalam sebuah penanggulangan bencana terdapat dua hal yang bisa digunakan dalam mengatasi bencana COVID-19 ini yaitu melalui medis dan non medis. Tentunya pemerintah sudah sangat mengupayakan penanggulangan melalui medis baik berupa pengobatan pasien positif corona dll. dalam permasalah ini juga sudah menjadi kewajiban pemerintah seperti yang terdapat dalam UUD 1945 pada pasal 28H yang dalam bunyinya terdapat kata-kata "berhak memperoleh pelayanan kesehatan". Tetapi dalam setiap individu-individu masyrakat tentunya penanggulanagan non medis sangat perlu ditekankan. Penanganan non medis ini bisa berupa kedisiplinan masyrakat terhadap kebijakan pemerintah keberhasilan melalui kedisiplinan sudah bisa dilihat ketika pemerintah Vietnam bisa mengatasi permasalah COVID-19 saat ini.

        Penanganan non medis juga bisa melalui solidaritas masyrakat kita bisa bercermin ketika Meksiko pada tahun 1918 dilanda flu Spanyol. Seperti saat anggota-anggota Brigade sanitasi mengorganisir Juntas de Socorros, atau dewan bantuan yang menyatukan sektor swasta lokal yang sebelumnya tidak terkoordinasi dan organisasi amal untuk menyediakan obat-obatan dan perawatan bagi kaum miskin. Wanita elit membentuk kelompok-kelompok seperti Lembaga Relief Wanita di Monterrey. untuk bekerja dengan organisasi gereja untuk merawat orang sakit hal ini juga dibantu oleh Perwakilan dari Association of Women of St.Vincent de Pauland Board of Catholic Women dengan bekerja sama dengan perwakilan Palang Merah. Dan hal yang paling terlihat dalam solidaritas ini ketika Carlos Zetina selaku pimpinan kamar dagan nasional Meksiko, pada saat pidatonya Zetina membawa sebuah  argumen untuk mendukung kerja sama antara sukarelawan individu, sektor swasta, dan pemerintah, serta pengenaan denda pada mereka yang tidak membantu dalam urusan dasar seperti mengairi jalan dan pembersihan properti bagian depan. Anggota ayuntamiento atau dewan kota pada saat itu Ramon Riveroll setuju, dan membuat para kaum kapitalis kaya untuk bertanggung jawab dan memastikan sanitasi terhadap perumahan kaum miskin pada saat itu. Hal ini ditegas kan oleh Ramon karena mayoritas perumahan yang ditempati oleh kaum miskin kota dimiliki oleh para kapitalis kaya tersebut. Dari apa yang pernah terjadi di Meksiko ini tercermin sebuah solidaritas yang bisa membuat stabilnya angka korban jiwa dari Meksiko saat itu.

        Resiliensi juga sangat penting di saat bencana ini, resiliensi ini memiliki arti kapasitas kemampuan seseorang untuk menerima, menghadapi dan mentransformasikan masalah-masalah yang telah, sedang dan akan dihadapi seseorang dalam kehidupan. Resiliensi ini sendiri bisa dikatakan juga daya imunitas seseorang dalam menghadapi permasalahan diluar fisik seseorang baik karena permasalah ekonomi, sosial, dll. Resiliensi dalam dampak COVID-19 ini penting karena dapat membantu seseorang dalam menghadapi dan mengatasi situasi sulit saat ini dan juga resiliensi dalam masyrakat juga akan menentukan lama waktu yang akan ditempuh agar keadaan kembali kesedia kala dalam permasalah COVID-19 ini. Indonesia sendiri tentunya termasuk kedalam negara yang sering dilanda bencana  ataupun masalah-masalah lainnya. Tentunya bencana yang sebelumnya dihadapi masyrakat Indonesia sangat berbeda dengan pandemi COVID-19 ini, akan tetapi kita bisa mengambil nilai-nilai resiliensi dari bencana-bencana yang sudah pernah kita alami agar menjadikan pacuan supaya lebih optimis dan mempercepat supaya keadaan bisa dalam keadaan seperti sedia kala.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun