Mohon tunggu...
Agung Wredho
Agung Wredho Mohon Tunggu... karyawan swasta -

My goal become good citizens

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Merajut Indonesia Melalui Tol Laut

17 April 2015   10:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:00 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Merajut Indonesia Melalui Tol Laut Tidak kalah penting dari pembangunan pelabuhan dan pembelian kapal berukuran besar, untuk mewujudkan tol laut dibutuhkan Radar maritim guna merajut wilayah Indonesia yang notabene negara kepulauan. Kali pertama mendengar konsep “tol laut” yang digagas Presiden Joko Widodo, tidak sedikit orang yang mengerutkan dahi karena sulit membayangkan cara mewujudkannya. Apalagi wilayah laut Indonesia mencapai 5,8 juta kilometer (km) persegi yang terdiri atas wilayah teritorial sebesar 3,2 juta km persegi dan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) 2,7 juta km persegi. Awalnya, sebagian orang membayangkan tol laut seperti Jalan Tol Bali Mandara di Bali yang menghubungkan Nusa Dua, Ngurah Rai, dan Benoa. Namun, tol laut itu sejatinya merupakan konsep membangun transportasi laut. Jadi kapal-kapal berukuran besar atau sistem logistik kelautan yang berputar tanpa henti di sejumlah pelabuhan tertentu sepanjang tahun. Tujuannya, agar bauran ekonomi lebih efisien dan merata di seluruh Indonesia. Untuk mewujudkan konsep tol laut tersebut, pemerintah menargetkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 akan membeli 609 kapal dan membangun 24 pelabuhan. Program yang diperkirakan menghabiskan 700 triliun rupiah ini diharapkan dapat memperlancar konektivitas antar daerah guna merajut Indonesia sebagai negara kepulauan. Selain itu, memangkas ongkos logistik nasional hingga 15 persen. Sebagai langkah awal, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menunjuk PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) mengoperasikan kapal tol laut untuk melalui rute-rute non-komersil atau yang belum ada trayek pelayaran swasta secara tetap dan terjadwal. “Jalur-jalur non-komersial ini tidak dilalui swasta karena rentan merugi. Kapal bisa berangkat membawa barang, tapi pulang kosong. Akhirnya, nombok,” ujar Manajer Komunikasi dan Hubungan Kelembagaan PT Pelni, Akhmad Sujadi, di kantornya yang beralamat di Jalan Gajah Mada No 14, Jakarta, Selasa (14/4). Untuk itu, Kemenhub akan memberikan Public Service Obligation (PSO) sebesar 324 miliar kepada Pelni agar kapal-kapal bisa melalui rute-rute non-komersil, seperti Jakarta — Serui — Nabire — Wasior — Manokwari — Biak — Jakarta dengan voyage 30 hari. Perusahaan pelayaran tertua di Indonesia itu diberi tugas melayani enam rute dalam menjalankan program angkutan barang perintis. Program itu di antaranya mengangkut barang sembilan bahan pokok (sembako) dan barang untuk keperluan pembangunan infrastruktur seperti semen, besi atau baja, keramik, dan sebagainya. “Meskipun Pelni telah mendapatkan PSO, kami masih dapat mengambil untung 10 persen agar tidak merugi,” kata pria yang akrap disapa Sujadi. Dengan demikian, pengoperasiaan kapal tol laut tidak hanya menguntungkan bagi perusahaan tetapi ikut mengembangkan perekonomian daerah yang selama ini tidak dilalui kapal-kapal besar. Program tol laut ini juga bertujuan untuk mengurangi disparitas harga yang tajam antara wilayah barat dan timur Indonesia Kapal 3 in 1 Sejauh ini, Pelni telah siap mengimplementasikan konsep tol laut dengan menggunakan kapal 3 in 1 (kapal penumpang, barang, dan kendaraan), seperti kapal motor (KM) Dobonsolo dan KM Ciremai.

KM Dobonsolo dapat mengangkut 300 mobil, 80 kontainer, dan 1.500 penumpang. Sementara itu, kapal Ciremai dapat mengangkut 39 mobil, 322 motor, 67 unit kontainer, 12 truk, 8 unit alat berat, dan 880 penumpang. Untuk memperkuat program tol laut, pemerintah dan DPR juga telah sepakat mengucurkan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) bagi Pelni sebesar 500 miliar rupiah. Dana PMN akan dianggarkan untuk membeli enam unit kapal kontainer bekas. Rinciannya, dua kapal ukuran 700 TEUs dengan harga sebesar 102 miliar rupiah per unit dan empat kapal ukuran 350 TEUs berbandrol 74 miliar rupiah per unit. “Sekarang masih dalam proses memilih oleh pengadaan kapal,” kata Sujadi. Sembari menunggu proses pengadaan barang, Pelni tengah melakukan penjajakan sewa bulanan kapal kontainer untuk mempercepat implementasi program tol laut dalam waktu dekat, setidaknya pada semester pertama 2015. “Tapi sekarang ini masih belum ada perusahaan yang bersedia menyewakan dalam jangka pendek,” ucap Sujadi. Masih upaya mempercepat perwujudan tol laut, Presiden dalam lawatannya ke Jepang dan Tiongkok beberapa waktu lalu menawarkan peluang investasi untuk membangun 24 pelabuhan. Dalam konsep awal tol laut, pelabuhan-pelabuhan itu akan dibagi menjadi pelabuhan titik pengumpul (hub), pelabuhan utama, dan pelabuhan penghubung (spoke) untuk mendistribusikan barang ke kota-kota kecil. Radar Maritim Tidak kalah penting dari pembangunan pelabuhan dan pembelian kapal, untuk mewujudkan tol laut membutuhkan infrastruktur navigasi, terutama ketersediaan Radio Detection and Ranging (Radar) maritim di pelabuhan ataupun kapal.
“Radar maritim merupakan sesor utama yang berfungsi memandu atau memantau lalu-lintas kapal, terutama ketika di berada di pelabuhan. Radar ini wajib ada di pelabuhan-pelabuhan utama Indonesia ataupun di kapal,” tandas konsultan radar dari Surya University, Tangerang, A Andaya Lestari, belum lama ini. Menariknya, kata Andaya, telah ada industri dalam negeri yang telah siap memproduksi radar maritim karya anak bangsa untuk mendukung terwujudnya tol laut. Perusahaan Information and Communication Technology (ICT), PT Solusi-247, telah berhasil melakukan penelitian dan pengembangan (R&D) radar maritim sejak 2009 dan telah telah mengajukan lima paten radar maritim di Indonesia pada 2014. “Radar maritim ini merupakan karya anak bangsa yang pertama di Indonesia,” klaim Andaya yang juga menjadi konsultan di Solusi-247. Mengenai harga, radar maritim karya anak bangsa ini relatif lebih murah ketimbang buatan luar negeri. Harga radar maritim dengan teknologi berspesifikasi paling sederhana 50 juta rupiah hingga yang paling canggih tiga miliar rupiah. Namun, komponen radar maritime tersebut dari sisi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), menurut Kementerian Pertahanan, sekitar 70 persen. Adapun sisanya (30 persen) yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri antara lain radio frequency (RF) dan microwave . Prinsip kerja radar maritim itu memancarkan gelombang elektromagnetik melaui suatu transmiter, yang kemudian akan dihamburkan oleh objek-objek berupa kapal. Sebagian kecil energi yang dihamburkan itu akan diterima kembali oleh penerima sinyal (receiver)radar, yang biasanya, tapi tidak selalu, terletak berdekatan dengan pemancar sinyal. Setelah dikuatkan di penerima sinyal, sinyal diproses untuk mereduksi refleksi internal terhadap benda–benda (clutter) disekitar target yang merupakan gangguan saluran transmisi (echo)yang tidak diinginkan. Hal tersebut dilakukan dengan mengombinasikan pemrosesan sinyal secara elektronik dan peranti lunak komputer (software computer /data processing). Hasil dari pemrosesan sinyal tersebut kemudian ditampilkan sebagai suatu image atau suatu plot grafik tertentu seperti Plan Position Indicator(PPI). Radar maritim bisa membedakan objek dengan resolusi jarak hingga tiga meter, sedangkan resolusi sudut (azimuth) 0,2 derajat. Sebagai ilustrasi, radar dapat memantau objek berjarak jarak satu mil (1,6 km) yang besarnya tiga meter dan membedakan objek yang terpisah 0,2 derajat. “Teknologi radar maritim karya anak bangsa itu telah siap diaplikasikan. Kini, tinggal pemerintah mau mengaplikasikanya atau justru memilih produk sejenis dari luar negeri,” ujar Andaya. Pelni sebagai perusahaan plat merah, kata Sujadi, bersedia menggunakan teknologi radar karya anak bangsa apabila memang sesuai dengan spesifikasi kapal-kapal yang ada. “Apabila ada radar buatan dalam negeri tentu kita akan memilih menggunakannya sebagai kelengkapan kapal, tapi harus dilakukan uji coba dulu,” tutup Sujadi. Kini, dibutuhkan komitmen dari pemerintah untuk menggunakan produk-produk karya anak bangsa agar kita tidak hanya sebagai pengguna produk dari luar negeri. Apalagi kebutuhan infrastruktur navigasi untuk mendukung terwujudnya tol laut sangat besar. awm “Spionase” Pergerakan Kapal Untuk mengolah data radar maritim, perusahaan ICT Solusi-247 telah melakukan penelitian dan pengembangan (R&D) aplikasi vessel traffic services (VTS). Aplikasi ini digunakan untuk mengatur lalu lintas kapal-kapal di beberapa pelabuhan di Indonesia, seperti di Tanjung Priuk, Jakarta, dan Tanjung Perak, Surabaya.
“Melalui software VTS, kita dapat memantau pergerakan kapal di suatu pelabuhan,” ujar Software & Radar Engineer, Solusi-247, Deni Yulian, di kantornya di Jalan Prof Dr Satrio Kav 6 Jakarta Selatan, belum lama ini. VTS juga mampu menampilkan secara rinci karakteristik kapal, seperti nama, jenis, dan besarnya. Bahkan, informasi mengenai rute tujuan serta waktu kapal yang akan bersandar atau berlabuh di suatu pelabuhan. “Kita akan tahu kapal itu parkir berapa jam beserta tarif yang harus dikeluarkan.” Sejauh ini, Solusi247 telah berhasil melakukan uji coba satu VTS yang diletakkan di Jakarta Selatan untuk mendeteksi keadaan laut sekitar pantai Jakarta, mulai dari Tanjung Priuk hingga Angke. Perangkat “spionase” ini memiliki daya jangkau sepanjang 40 kilometer (km). Menurut konsultan radar dari Surya University, Tangerang, A Andaya Lestari, aplikasi VTS ini juga bisa digunakan mengolah data radar untuk memantau pergerakan kapal di lautan luas. Hal ini tergantung dari penempatan radar maritim yang digunakan untuk memantau kapal atau pancaran sinyal dari radar kapal itu sendiri. “Kita tinggal menempatkan radar maritim di suatu titik tertentu untuk memantau pergerakan kapal melalui VTS ini,” kata Andaya. Lebih Aman Penggunaan teknologi dalam negeri ini diklaim Solusi-247 lebih aman karena tidak ada campur tangan dari pihak luar negeri. Berbeda apabila menggunakan VTS yang berpotensi adanya penyalagunaan data tentang kondisi maritim di Indonesia, misalnya wilayah yang potensial untuk dieksploitaisi. Selain lebih aman, karena buatan dalam negeri tentu harganya relatif lebih murah dibanding produk dari luar negeri. Sebagai gambaran, produk VTS buatan Belanda bisa mencapai 30 miliar, sementara China 15 miliar. Adapun VTS karya anak bangsa bisa lebih murah separuh harga dari buatan China. Namun, hingga saat ini belum ada yang tertarik dengan VTS yang diproduksi perusahaan ICT Solusi-247 ini.awm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun