Taringku jauh tak sekuat milik singa itu. Kala itu pernah kucoba buat gigit kepala ayam. Dan patah. Hingga  nangislah jadinya.Â
Seiring waktu. Tak terasa malah tanggal satu persatu entah kemana. Mungkin di atas atap rumah tua itu. Kala tanggal larinya sana.Â
Aku ingin kau tak sepertiku.Â
Kau harus kuat Nak. Sekuat taring singa atau macan itu.Â
Jangan tiru aku.
Alamku dulu. Gigiku buat Gigit tebu untuk uji taringku. Untuk menguliti dan menghisap manisnya air gula. Kadang juga mangga dan kedondong mentah. Tetap segar terasa. Dan betapa puasnya.Â
Kini beda waktu. Malah tinggal putar mesin giling sudah tersedia dan ada. Itu tinggal teguk dahaga sirna.
Gigimu beda dengan gigiku. Kerja keras gigiku sudah sejak tumbuh. Malah kadang buat gigit ujung baju. Hingga bolong dan itu kegemaran di bawah sadar. Tapi segar.Â
Jangan tiru Nak. Itu masa lalu yang wagu dan lucu. Menjadi catatan merahku.Â
Sb4/27-5-23