Mohon tunggu...
W Agung  Sutanto
W Agung Sutanto Mohon Tunggu... Guru - Sambang agar Sambung

guru jas sd di Gunungkidul

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sebut Aku Ibu

13 Mei 2023   09:57 Diperbarui: 13 Mei 2023   09:58 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
rafaelsyahh.blogspot.com

Ada pernyataan rasa sesal. Kala aku diberi cerita seorang pemilik kos. Ia cerai karena ada masalah. Pertama perjodohan atas inisiatif orang tua. Ia dijodohkan dengan anak   kos di rumahnya. Ibunya ngotot karena anak itu baik-baik dan kalem. Orangnya ganteng, maklum ada darah Indo. Maka sering ia menyebut kalau cucunya nanti ada yang mirip orang indo. 

Ternyata dalam perjalanan waktu 10-an tahun yak sanggup. Sebab ini kian membuat runyam. Karena ternyata suaminya ini kejam. Suka menghajar istri. Apalagi setiap akan minta layanan biologisnya. Dan ini sebuah watak yang sulit dibuang. Sehingga rumah tangga itu usai. Itu saja menunggu orang tuanya telah tiada. Hanya ibu saja karena ayahnya juga cerai. Dan kini mendapat warisan juga sama dengan ibunya. Janda. 

Aku mendengar rasa kesalnya  dengan santai. Yang jadi soal saat  ini adalah,  kala anak-anak yang menyebut dirinya. Karena kala itu hidup bersama orang tuanya, Dan memanggil dirinya Mbak. Padahal ia itu.  ibu yang melahirkannya. 

Seiring waktu ia juga melanjutkan kos. Sebuah  usaha ibunya dulu. "Aku buka kos bukan cari uang,  tapi cari teman sebagai kakak anak-anakku!" Kata itu disampaikan pada 4 orang mahasiswa  yang kos disitu. Karena kami  tak ditarik serupiah pun. Malahan dianggap seperti anaknya sendiri.

Ternyata dalam perjalanan itu ada saja  masalah. Sehingga kami diminta untuk membantu memberikan pengertian pada anak-anaknya. Ada  tiga orang pria semua. Yang satu masih usia SD dan  yang besar sudah SMA dan SMP. 

Tak lama setelah bisa memberikan arahan pada anak-anaknya itu ia meninggal. Sehingga dalam akhir hayat itu ia pesan,"Untuk berjanji bersaudara sampai kapan pun!" 

Dan kami siap untuk menerima kata amanat itu. 

Kami haru kala anaknya yang besar mau nikah. Aku ingat kini tak punya orang tua. Ayahnya yang jauh di Maluku tak bisa membersamai. Kala itu belum ada HP. Tahun 90-an. Dan surat itu balasannya seminggu kemudian."Saya doakan semoga bahagia,Nak!" Tulisan yang tebal dari ayahnya. 

Bekal kala akan berangkat hanya minta doa restu pada Om-nya yang kebetulan berada dekat dari rumahnya. Kami berangkat dan melamar gadis yang diidamkan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun