Perdebatan ini bukanlah hal baru dan memang tidak pernah dapat diselesaikan secara mutlak. Pendekatan rasionalis lebih menekankan pada konsistensi logis dan penggunaan akal untuk mencapai kebenaran, sementara empirisisme mengutamakan pengalaman konkret sebagai sumber utama pengetahuan. Dengan kata lain, kedua pendekatan ini beroperasi dengan cara yang sangat berbeda, dan masing-masing mengklaim kekuatan yang berbeda dalam menjelaskan realitas.
Dalam konteks debat antara Muhammad Nuruddin dan Guru Gembul, perbedaan ini menjadi jelas. Nuruddin berdiri di atas tradisi rasionalis yang yakin bahwa logika dan deduksi bisa membawa kita kepada kebenaran, bahkan dalam hal yang tak terlihat seperti Tuhan. Sebaliknya, Guru Gembul, yang terikat pada pandangan empiris, percaya bahwa akal manusia tidak mampu mencapai pengetahuan tentang Tuhan melalui cara-cara yang tidak melibatkan pengalaman indrawi.
Â
Debat antara Muhammad Nuruddin dan Guru Gembul pada akhirnya lebih mencerminkan benturan antara dua aliran pemikiran yang berbeda ketimbang soal siapa yang benar atau salah. Keduanya mengakui keberadaan Tuhan, tetapi mereka berpegang pada pendekatan yang sangat berbeda untuk memahami dan membuktikan eksistensi Tuhan. Muhammad Nuruddin percaya bahwa Tuhan dapat dibuktikan melalui logika deduktif, sementara Guru Gembul menegaskan bahwa Tuhan tidak dapat dibuktikan melalui rasionalisme karena Tuhan berada di luar jangkauan indra dan pengalaman manusia.
Maka, penting untuk memahami bahwa perdebatan ini tidak berakhir dengan kemenangan yang jelas. Keduanya menyuarakan aliran pemikiran yang sah dalam sejarah filsafat, dan perbedaan ini seharusnya dilihat sebagai keragaman cara kita memahami dan mendekati pertanyaan-pertanyaan besar tentang eksistensi, termasuk tentang Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H