Tanggal 20 dan 21 November kemarin, saya mengisi pelatihan dengan tema Coaching dan Counseling di BKNÂ (Badan Kepegawaian Negara). Tentu saja, karena temanya adalah Couching dan Counseling maka peserta yang hadir sebagian besar dari bagian Kepegawaian (SDM), eselon 4 dan 5, terutama Konselor yang menangani konseling pegawai di BKN.
Dari 25 peserta, 3 diantaranya adalah lulusan sarjana psikologi (psikolog) yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun dibidang konseling.
Yang sangat menarik dari pelatihan itu adalah, adanya sharing tentang permasalahan pegawai yang menambah wawasan saya tentang kepegawaian. Artinya, selama menjalankan Coaching dan Counseling, karena saya bukan berlatar pendidikan psikologi, saya tidak berhak menjatuhkan vonis tentang nama penyakit psikologi terhadap klien. Mereka yang memang berlatar belakang pendidikan psikologi mempunyai hak menjatuhkan vonis nama penyakit psikologis. Â
Saya kembali menekankan bahwa mereka yang bekerja sebagai konselor, tidak harus berlatar belakang pendidikan psikologi, selama tidak menyebutkan dan memvonis seseorang mengidap penyakit psikologis. Mereka yang tidak mempunyai wewenang memberikan label penyakit psikologis, hanya berperan kepada solusi dari gejolak emosional dan pikiran yang mengganggu pekerjaan.
Yang menarik pada pelatihan kemarin adalah, adanya sharing dari bidang kepegawaian yang seorang psikolog, bahwa beberapa pegawai mengalami gejala 'Histrionik'. Nah, saya juga ingin tahu lebih banyak apa saja dampak pegawai yang mengalami gejala 'Histrionik' ini, sehingga saya meminta membuatkan simulasinya agar dapat dianalisa oleh semua peserta dan dibuatkan tahapan penyelesaian dalam kerangka konselingnya.Â
Dalam sesi ini, barulah dipahami bahwa Coaching tidak berhubungan dengan masalah emosional dan psikologis. Coaching hanya berhubungan dengan potensi dan bagaimana memaksimalkan kemampuan yang belum disadari seorang karyawan. Sedangkan mereka yang bermasalah dengan emosional dan psikologisnya, masuk dalam langkah Counseling.
Apa itu gejala Histrionik?
Beberapa pegawai yang 'berantem' atau mempunyai masalah satu sama lain di kantor, menunjukkan gejala ini. Saya bertanya, dari mana Kepegawaian menelusuri detail permasalahan karyawan ini?Â
Mereka menjawab, dari posting facebook karyawan itu sendiri. Setiap karyawan diwajibkan melaporkan akun media sosial yang dipunyainya. Menurut mereka, para pegawai yang merasa punya masalah dan menuliskannya di media sosial akan mempengaruhi kinerja di kantor.
Bagi bidang kepegawaian yang sudah memanggil mereka yang bermasalah satu sama lain dan dianalisa mengalami gejala 'Histrionik', menjelaskan bahwa pegawai yang mengalami gejala Histrionik adalah mereka yang mengalami emosi yang berlebihan dan suka mencari perhatian, termasuk keinginan berlebihan untuk mendapat 'pengakuan' dari orang lain.Â
Masalahnya bisa 'sepele', yaitu teman-teman satu ruangan di kantornya tidak memberikan 'like' atau bahkan 'komen'Â di status media sosialnya. Pegawai ini menginginkan teman-teman kantornya selalu memperhatikan kepada apa yang ia tulis, bicarakan atau lakukan, dan akan marah bahkan menjadi merasa tersisih, jika perhatian teman-temannya berkurang. Pegawai seperti ini berpura-pura bersikap "saya tidak terikat oleh siapapun", namun sebenarnya mereka sangat tergantung pada teman-temannya.