Pertama saya bingung dan kemudian sedih membaca tagline Garuda yang baru, yaitu "Sekarang Semua Bisa Naik Garuda." Kalau hal tersebut merupakan strategi pemasaran yang baru, maka Garuda sama saja merendahkan dirinya sendiri. Itu bagi saya.
Garuda baru saja mengangkat dirinya sebagai perusahaan penerbangan peringkat '5 Star Airline" dari Skytrax. Dan juga air crew Garuda mendapat predikat "The best air crew". Peringkat bintang 5 tentu saja harus memenuhi beberapa hal termasuk adanya kelas utama (first class) dan fasilitas penerbangan (wifi, personal TV, dan peralatan yang digunakan).
Untuk membiayai peringkat bintang lima tersebut tentu saja Garuda telah menetapkan kelas bagi penggunanya yang tentu saja tidak semua bisa terbang memakai Garuda.
Cost efficiency tidak dapat berjalan seiring dengan quality. Artinya bahwa kualitas yang dihasilkan dari efisiensi juga merupakan pengurangan dari kualitas sebelumnya. Tentu saja ini sangat terkait dengan perusahaan penerbangan yang dimiliki oleh Negara atau BUMN. Beberapa rute luar negeri yang baru saja dibuka untuk mengejar predikat "5 Star Airline" akan segera ditutup seperti tujuan London dan Amsterdam, karena Menteri perhubungan meminta Garuda berkonsentrasi di rute domestik dan regional.Â
Dulu, sewaktu Garuda membuat servis makan rijsttafel pada rute Jakarta-Amsterdam pertama kali, saya juga memposting tulisan yang terkait dengan hal tersebut karena fasilitas tersebut terkesan memaksa.
Kini setelah pengeluaran besar-besaran untuk mengadakan fasilitas pendukung first class seperti penyesuaian jenis pesawat, jenis kursi, peralatan yang digunakan dan jenis makanan minuman yang tersedia, dan tentu saja anggaran yang dikeluarkan saat itu dirasakan akibatnya oleh karyawan. Andai saja saat itu Garuda tidak berambisi mengejar predikat bintang lima maka anggaran sebesar itu dapat digunakan untuk memotivasi karyawan lewat bonus yang diberikan.
Sebelum semua terbayar, yaitu pengeluaran untuk mengejar predikat bintang lima dan keuntungan yang dihasilkan, kini semua itu harus kembali dibuang dan diganti dengan service low cost carrier dengan "sekarang semua bisa naik Garuda".
Bagaimana agar semua penumpang "sekarang semua bisa naik Garuda"? Tentu saja akan banyak fasilitas yang diturunkan agar pengeluaran sesuai dengan pemasukan. Para penumpang saat ini tentu jangan terlalu berharap akan fasilitas yang sama seperti sebelumnya, yaitu saat predikat bintang 5 disematkan kepada Garuda.
Garuda, di manakah engkau berpijak?
Mungkin ini adalah salah satu ketegasan servis yang harus diambil oleh Garuda yaitu bagaimana memainkan full service dengan tepat, baik dari segi marketing dan pelayanan yang diberikan. Atau garuda akan bermain di arena LCC -- low cost carrier? Mengapa Garuda tidak memberikan kepercayaan kepada Citilink untuk mengeksplorasi arena LCC? Mengapa malah Garuda ingin mengambil arena tersebut?
Apabila memang benar bahwa Garuda bermain di arena LCC dengan taglinenya "Sekarang Semua Bisa Naik Garuda", maka Citilink harus bersiap-siap menjadi Merpati kedua. Dulu Merpati dipercaya sebagai penerbangan perintis untuk menerbangi kota-kota kecil di bagian timur Indonesia. Namun setelah Garuda juga bermain di arena perintis dengan eksplorernya, maka Merpati mau tidak mau berangsur-angsur digulung.