Ternyata Afi juga pernah menyuarakan Bullying. Ia menolak  dan memperjuangkan Stop Bullying karena pengalaman dirinya akan hal tersebut. Mau tahu selengkapnya tulisan Afi tentang Stop Bullying ini? Silahkan saya kutipkan sebagian dan anda dapat membaca kemudian menilai bahwa tulisan yang mengalir ini bukanlah plagiat melainkan lahir dari ungkapan pengalamannya.
Inilah tulisan Afi tersebut:
Saya tidak tahu apakah dengan menulis ini saya berkontribusi terhadap penghentian perilaku bullying di dunia maya ataupun di dunia nyata.
Tapi, ijinkan saya untuk tegas mengatakan bahwa PERILAKU BULLYING HARUS DIHENTIKAN!
Belakangan di media sosial saya melihat ada seorang anak yang gencar sekali dibully dan saya tidak tahan untuk segera menulis ini.
Benar, anak itu dibully karena suatu alasan, karena sebuah kesalahan.
Berkata kotor kepada guru jelas bukan sesuatu yang bisa dibenarkan.
Tapi..
Pertama-tama, tidak tahukah Anda bahwa anak itu adalah seorang pelajar?
Kesalahan adalah hal yang wajar dilakukan oleh orang yang sedang belajar. Saya tidak yakin bahwa kesalahan yang pernah Anda perbuat lebih sedikit daripada yang pernah dia perbuat.
Atau mungkin, Anda merasa bahwa kesalahan yang Anda lakukan lebih sedikit daripada yang pernah anak itu lakukan? Jika iya, jangan meneruskan membaca ini.
Saya tahu betul bahwa Anda bersimpati kepada bapak guru yang ditinju wali murid.
Tapi..
Apakah Anda harus menunjukkan simpati dengan cara membully?
Saya pun bersimpati. Jika pak guru itu adalah ayah saya sendiri, tentu saya tidak akan terima. Tapi tidak, saya tidak akan menunjukkan rasa prihatin saya dengan terus membully pelakunya.
Saya ingin bertanya,
Seberapa tinggi kualitas Anda untuk bisa menahan diri? Seberapa kuat Anda bisa mengerem sejenak hasrat untuk membully?
Kita tidak tahu latar belakang masalah yang mereka hadapi, mengapa malah ikut memperkeruh situasi?
Kalau belum punya solusi, minimal jangan bikin POLUSI.
Si anak berkata kasar, membanting pintu, dan menghina guru.
Guru kehilangan kendali karena merasa dipermalukan di depan muridnya, akhirnya menampar anak itu.
Si anak tidak terima, masih dengan emosi yang belum stabil,
Dia mengadu pada ayahnya.
Si ayah malah memperburuk suasana dengan tidak bisa menahan diri untuk tidak membalas perlakuan guru.
Bagaimanapun, kedua pihak sama-sama bersalah sebab ini institusi pendidikan bukan institusi pukul-pukulan.
Izinkan saya bertanya dan tolong jawab dengan sejujur-jujurnya.
Apa yang bisa Anda kontribusikan dengan membully anak itu?
Dia sudah dikeluarkan dari sekolah.
Dia sudah diboikot dari sekolah negeri seluruh Indonesia.
Dia sudah mendapat cercaan, hinaan, dan cemoohan dari netizen Sabang sampai Merauke.
Dia sudah menanggung malu seumur hidupnya, belum tentu dia akan diterima lagi di lingkungan rumah dan pergaulannya lagi.
Dia sudah dikucilkan.
Dan saya yakin kejadian saat dia masih remaja ini tidak akan bisa dia lupakan seumur hidupnya.
Tidakkah semua 'hukuman' yang sudah dia terima cukup bagi Anda?
"Hey, sanksi moral ini penting untuk membuat efek jera agar tidak ada lagi yang bersikap kurang ajar pada guru."
Itu alasan paling konyol yang pernah saya dengar.
Jika impian saya menjadi guru terwujud, saya tidak mau dihormati karena siswa takut dengan konsekuensi kalau mereka berani menghina saya.
Itu bagaikan pernyataan, "Berani macam-macam dengan saya sebagai gurumu? Berarti Anda siap dibully netizen dari segala penjuru."
Dan saya yakin sekali bahwa pak guru yang ditinju itu tidak mau menuai simpati dengan memanfaatkan tindak bullying terhadap siswanya sendiri.
Sebab bagi saya,
Guru adalah profesi mulia.
Izinkan saya bertanya dan tolong jawab dengan sejujur-jujurnya.
Apa yang bisa Anda kontribusikan dengan membully anak itu?
Siapapun pasti tahu bahwa apa yang telah dia terima sudah cukup untuk membuatnya menyesal.
Dengan membully,
Anda membunuh potensi anak itu untuk berubah menjadi lebih baik.
Anda membunuh rasa percaya dirinya.
Anda membunuh kemungkinan-kemungkinannya di masa depan.
Anda membunuh karakternya.
Anda membunuh psikologisnya!
"Tapi kan itu cuma cyber bullying (tindak bullying di dunia maya). Iya kan?"
Tahukah Anda bahwa kata-kata sepele yang keluar dari jari-jari Anda bisa berefek sedemikian besarnya pada seseorang?
Bullying dunia maya yang diterima anak itu sudah merembet ke dunia nyata!
Amanda Todd, remaja 15 tahun di Kanada, bunuh diri karena dibully di dunia maya padahal yang membully dia hanya segelintir orang saja, tidak sampai seluruh Kanada.
(Anda bisa googling sendiri)
Dan masih puluhan lagi contoh kasus bunuh diri karena bullying lainnya.
Siapa yang menjamin anak yang dibully se-Indonesia tidak akan berbuat nekat?
Maukah Anda bertanggung jawab? Tidakkah Anda akan merasa bersalah?
"Biar ah, itu kan cuma seorang anak. Mengorbankan satu anak saja untuk menyelamatkan perilaku anak seluruh Indonesia sungguh tidak ada apa-apanya."
Bagaimana jika yang "satu anak saja" itu adalah anggota keluarga Anda? Masihkah Anda tega berkata demikian? Kecuali jika Anda sakit jiwa.
"Mengapa kamu repot-repot menulis ini, Afi?"
Jawabannya, karena tulisan ini minimal bisa mengingatkan diri saya sendiri agar tidak gampang ikutan bully sana-sini.
Alasan kedua,
Karena saya peduli. Saya ingin melihat anak itu menjadi lebih baik. Saya ingin melihat anak itu memperbaiki kesalahannya karena ternyata masih ada satu orang yang ingin melihat dia menjadi lebih baik walaupun jutaan orang lain menjatuhkan vonis 'pendosa' padanya. Saya ingin melihatnya berprestasi. Saya ingin melihatnya menjadi suami dan ayah yang baik suatu hari nanti. Saya ingin melihat anak itu sukses walaupun dia dan kita semua pernah melakukan kesalahan.
Saya tidak ingin melihatnya depresi dan lari ke narkoba. Saya tidak ingin melihatnya masuk geng yang meresahkan masyarakat karena andil kita di dalamnya.
Dan alasan terakhir,
Saya ingin membuka mata semua orang bahwa perbuatan bullying tidak kecil dampaknya.
Namun,
Pengecualian bagi Anda yang menganggap bullying sebagai suatu bentuk kesenangan sehingga demi memenuhi hasrat membully Anda, Anda merasa baik-baik saja walaupun harus mengorbankan sesama.
#StopBullying
SAYA MENOLAK BULLYING, ANDA?Â
Bagi saya, tulisannya adalah tulisan yang cerdas!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H