Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Konsultan - wellness coach di Highland Wellness Resort

Makan dengan makanan yang kita olah sendiri dengan bumbu organik tanpa perasa dan bahan kimia, dapat menyembuhkan hampir semua penyakit.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya Menyebutnya 'Hatters' bukan 'Haters'

4 Agustus 2017   00:07 Diperbarui: 4 Agustus 2017   01:49 2443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari http://mikescustomhatters.com juga membuktikan bahwa istilah ini familiar

Bagi saya, tidak ada yang membenci sesuatu. Rasa yang didefinisikan sebagai benci adalah sisi lain dari cinta. Dan setiap orang akan mengungkapkan rasa cintanya dalam bentuk yang berbeda. Inilah yang seringkali terjadi dalam konteks hubungan sesama manusia. Ada manusia yang melihat orang lain sukses dan ingin menjadi sama sukses. Ada manusia yang melihat orang lain terkenal dan ingin menjadi sama terkenal. Karena keinginannya yang menjadi lebih besar, jadi bukan hanya sekedar keinginan, namun obsesi, maka ia bertindak seolah-olah ingin menjatuhkan orang yang dipandangnya lebih tersebut.

Tindakan yang terlihat membenci, mencari kesalahan dan menjatuhkan itu hanyalah bentuk lain dari cinta. Mengapa? ya, karena ada perhatian.

Dalam beberapa tulisan saya, saya seringkali menyebut mereka yang terlihat membenci, mencari kesalahan dan menjatuhkan dengan sebutan 'Hatters' dan bukan 'haters'. Mengapa? Karena bagi saya seperti saya uraikan di atas, bahwa mereka bukan pembenci. Mereka sedang mengungkapkan cinta dalam bentuk yang lain. Kemudian ada yang menyebut bahwa saya tidak mengetahui EYD yang baik karena salah menuliskan berulang kali 'haters' menjadi 'hatters'. 

Baiklah, kalau yang dimaksud adalah pembenci, memang harus ditulis sebabai 'haters'. Namun karena saya tidak melihat sebagai pembenci, walaupun tulisannya 'nyinyir', nyindir dan mengandung makna iri, saya menganggap mereka sebagai pendukung terselubung yang mencintai idolanya. Karena mereka adalah pendukung terselubung, saya menyebutnya sebagai 'hatters' atau para penjual topi. 

gambar dari http://mikescustomhatters.com juga membuktikan bahwa istilah ini familiar
gambar dari http://mikescustomhatters.com juga membuktikan bahwa istilah ini familiar

Dalam makna yang lebih dalam, bila seseorang menaruh hormat, maka ia akan mengangkat topinya.

Dalam menulis, saya sering menyodorkan istilah yang tidak umum, menggunakan idiom-idiom yang tidak biasa atau bahkan saya membuatnya sendiri karena sebuah makna yang saya tangkap. Mereka yang terlihat membenci adalah mereka yang sedang mengangkat, mengagungkan, memberi dukungan, dan membantu orang yang terlihat dibencinya menjadi semakin besar dan semakin hebat. Sebenarnya para pendukung yang mulai menjadi 'hatters' (bukan haters) adalah mereka yang mulai menjadi pendukung fanatik. Untuk itulah dalam sebuah kegiatan politik, kondisi seperti ini malah direkayasa dan dibentuk sehingga dikenal istilah Black Campaign. 

Istilah Hatters saya pilih karena filosofi topi (bukan filosofi kopi) dan tentu saja karena tulisan kata mirip dengan haters. Topi yang diletakkan di kepala mempunyai fungsi tertinggi sebagai bentuk penghormatan. Mereka para pembuat topi, para penjual topi atau kelompok penyuka topi adalah mereka yang mewakili makna menghormati orang lain. Untuk itulah keberadaan mereka menjadi penting.

Sisi dari para oposisi, mereka yang selalu menuangkan kata-kata kasar dan kebencian, bagi saya adalah orang penting sehingga sebutan bagi mereka bagi saya bukan para pembenci (haters) namun para penjual atau pembuat topi (hatters). Jadi maaf kalau saya tidak ikut-ikutan anda menyebut mereka pembenci, karena sekali lagi, tidak ada sisi benci. Mereka sedang mengungkapkan cinta dari sisi yang berbeda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun