Mohon tunggu...
Agung Webe
Agung Webe Mohon Tunggu... Konsultan - wellness coach di Highland Wellness Resort

Makan dengan makanan yang kita olah sendiri dengan bumbu organik tanpa perasa dan bahan kimia, dapat menyembuhkan hampir semua penyakit.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Manungso

10 Juli 2013   18:46 Diperbarui: 4 April 2017   18:06 4715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Manungso = Manunggaling Roso. Manunggaling berarti bersatunya atau jadi satu. Roso disini bukanlah rasa atau perasaan. Roso merupakan perwakilan dari bagian-bagian diri manusia yang dimanifestasikan dalam simbol-simbol perasaan itu sendiri. Ada Roso saat kecewa, sedih, bahagia, senang, menghadapi satu masalah atau kejadian. Roso adalah ego manusia.
Penyebutan 'manungso' oleh orang Jawa dahulu menandakan bahwa mereka sudah memahami kalau manungso adalah tempat berkumpulnya ego jadi satu. Mereka telah memahami bahwa ego dalam diri manungso itu banyak. Untuk itulah lahir konsep 'sedulur papat limo pancer' dimana para leluhur Jawa ingin memberikan metafora tentang ego states manusia.
Lebih dalam lagi, Ki Ageng Suryomentaram menjelaskan lebih detail untuk memisahkan 'sang diri' dengan ego-ego yang ada. Dalam metode KRAMADANGSA yang diuraikannya, setiap tindakan dimungkinkan untuk mengambil jarak antara pelaku dan yang dilakukan.

Kini, karena ketidak sadaran manusia itu sendiri, banyak yang terlelap sehingga terjebak dalam kemelekatan bahwa aku adalah apa yang aku lakukan. Aku adalah apa yang orang lain persepsikan tentangku. Aku adalah apa yang aku rasakan tentang hal-hal yang menyangkut diriku.
Bila kata 'manungso' ini kita sadari, maka akan menjadikan paradigma kita kaya tentang sebuah makna. Manungso sebagai berkumpulnya 'roso', maka kita sadar bahwa ada kesadaran yang memperhatikan, mengatur, dan mengarahkan para 'roso' itu sendiri. Dan itu bukan Tuhan. Kesadaran itu merupakan higher self yang masih terdapat didalam diri. Kesadaran itu yang dapat berkomunikasi dengan para 'roso' dan mengijinkan mana 'roso' yang boleh dominan pada satu masa kejadian.

Bayangkan apabila seseorang tidak menyadari bahwa respon dia atas suatu peristiwa akan menghasilkan 'roso' tersendiri (baca roso sebagai ego states), maka 'roso' tersebut akan menguasai dan akan muncul saat ada peristiwa yang sama. Dan bayangkan apabila 'roso' yang ada merupakan trauma, kekecewaan ataupun kemarahan? Apa yang terjadi? Maka manusia akan dijerat oleh kemelekatan bahwa yang dia alami adalah respon dari 'roso' itu sendiri.

Manusia sebagai Manungso adalah manusia yang menyadari bahwa dirinya bukanlah kumpulan roso tersebut. Dirinya dapat mengatur dan mengendalikan roso-roso yang ada. Dan bahkan dirinya yang mengijinkan mana roso yang boleh dominan pada satu peristiwa dan mana yang tidak.

Selamat menyadari diri anda sebagai manungso!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun