Pengendalian diri merupakan salah satu kemampuan esensial yang diajarkan oleh filsafat Stoikisme, sebuah aliran filsafat yang berkembang di Yunani Kuno. Pemahaman mengenai Stoikisme semakin populer dalam beberapa tahun terakhir, salah satunya melalui buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring. Buku ini menjadi panduan praktis bagi pembaca untuk memahami bagaimana mengendalikan emosi dan merespon kehidupan dengan cara yang lebih rasional.
Hakikat Stoikisme dan Pengendalian Diri
Stoikisme mengajarkan bahwa dalam kehidupan, terdapat dua hal yang tidak bisa dihindari: hal-hal yang bisa kita kendalikan dan hal-hal yang berada di luar kendali kita. Konsep ini dikenal sebagai “dikotomi kendali”. Menurut Stoikisme, kebahagiaan terletak pada kemampuan seseorang untuk fokus pada hal-hal yang berada dalam kendalinya, seperti pikiran, sikap, dan tindakan, sambil menerima dengan lapang dada segala sesuatu yang berada di luar kendalinya.
Pengendalian diri dalam konteks Stoikisme adalah kemampuan untuk merespon setiap kejadian secara rasional, bukan emosional. Perasaan marah, sedih, iri hati, dan kekecewaan muncul bukan karena peristiwa itu sendiri, melainkan karena cara kita menafsirkan peristiwa tersebut. Filosofi ini mengajarkan kita untuk memisahkan penilaian subjektif dari fakta yang sebenarnya terjadi.
Empat Kebijakan Utama Stoikisme
Kebajikan pertama adalah Kebijaksanaan (Wisdom). Kebijaksanaan adalah kemampuan seseorang untuk membuat keputusan yang tepat dan bijak dalam setiap situasi. Dengan kebijaksanaan, seseorang dapat menganalisis permasalahan secara rasional, memisahkan fakta dari emosi, dan memilih tindakan yang paling baik. Kebijaksanaan mengajarkan kita untuk bertindak bukan berdasarkan impuls atau dorongan sesaat, tetapi melalui pemikiran yang matang.
Kebajikan kedua adalah Keadilan (Justice). Keadilan berkaitan dengan sikap memperlakukan orang lain secara adil dan jujur, tanpa memandang latar belakang atau perbedaan yang ada. Ini berarti menjunjung tinggi nilai moralitas dalam interaksi sosial dan memberikan hak kepada setiap individu sesuai porsinya. Dalam praktiknya, keadilan mengajarkan kita untuk melihat sesama sebagai sesama manusia yang pantas dihormati.
Keberanian (Courage) menjadi kebajikan ketiga yang diajarkan Stoikisme. Keberanian tidak hanya berarti kekuatan fisik, tetapi juga mental dan moral untuk bertindak benar meskipun dihadapkan pada tantangan dan kesulitan. Keberanian menuntut kita untuk tidak lari dari masalah, melainkan menghadapinya dengan tegar dan penuh kepercayaan diri. Ini adalah ketahanan jiwa yang memungkinkan kita bertahan dalam keadaan sulit tanpa kehilangan prinsip.
Kebajikan keempat adalah Pengendalian Diri (Temperance). Kebajikan ini berfokus pada kemampuan mengendalikan keinginan, nafsu, dan emosi agar tidak berlebihan. Pengendalian diri mendorong kita untuk menjaga keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan dan tidak menjadi budak dari keinginan yang tidak terkendali. Dengan pengendalian diri, kita dapat memprioritaskan hal-hal yang penting dan menghindari tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Henry Manampiring dalam Filosofi Teras menekankan bahwa pengendalian diri adalah sebuah latihan seumur hidup. Stoikisme menawarkan tiga praktik utama yang membantu kita menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Yakni,
Discipline of Desire adalah praktik pertama yang berkaitan dengan pengendalian keinginan. Kita diajarkan untuk fokus hanya pada hal-hal yang berada dalam kendali kita, seperti usaha dan sikap kita sendiri. Alih-alih memikirkan pendapat atau reaksi orang lain—yang jelas di luar kendali kita—kita harus memusatkan perhatian pada apa yang bisa kita ubah. Ini membantu kita melepaskan beban mental dari hal-hal yang tidak bisa kita kontrol.