Mohon tunggu...
Rusma Dipraja
Rusma Dipraja Mohon Tunggu... lainnya -

alhamdulillah sudah lulus, sekarang mencari peluang penghasilan.\r\nLebih sering nangkring di http://agungsmail.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Sustainable Responsibility dari Secangkir Kopi Aroma

6 April 2010   13:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:57 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minggu (5 April 2010) kemarin, saya berkesempatan untuk mengikuti salah satu kegiatan rutin yang dilakukan oleh rekan-rekan yang tergabung dalam Komunitas Aleut. Sebuah komunitas dalam bidang wisata sejarah dan edukasi dan diisi oleh generasi anak-anak muda yang peduli akan kotanya. Belajar sejarah yang dikemas secara menarik sehingga jauh dari kesan membosankan manakala mendengarkan cerita sejarah di dalam kelas. Tema Aleut minggu kemarin adalah menyusuri Jalan Pecinan Lama Bandung. Sesuai dengan namanya yaitu aleut yang punya arti berjalan kaki beriringan, tentu saja semuanya kami lakukan sambil berjalan kaki dari titik awal hingga akhir. Tapi tulisan saya berikut ini tidak akan membahas panjang tentang perjalanan yang saya dan kawan-kawan Aleut lakukan. Mungkin ada dari salah satu kompasianer yang ikut kemarin menuliskan kisah perjalanan yang kami lalui dalam kategori yang terpisah. Perjalanan Aleut kemarin mempertemukan kami semua dengan yang namanya Pabrik Kopi yang sudah cukup melegenda di kota Bandung. Nama tokonya adalah Aroma. Berdiri sejak jaman Belanda dan masih tetap eksis hingga saat ini. Bukan hanya tokonya saja yang masih bertahan. Cita rasa dan resep pengolahan kopinya pun masih mereka pertahankan. Mereka tetap mempertahankan cara pengolahan kopi yang menurut saya kelamaan. Bayangkan saja, untuk secangkir kopi yang mereka sajikan, telah menempuh perjalanan waktu selama 8 tahun disimpan di gudang. Dan cita rasa yang mereka dapatkan pun berasal dari teknik menyangrai kopi dengan menggunakan kayu bakar. ting…. Dari pernyataan “mempertahankan cita rasa dengan menggunakan kayu bakar” membuat saya sedikit bertanya-tanya. Harus ya dengan menggunakan kayu bakar. Dari sudut pandang saya, penggunaan kayu bakar memang sungguh-sungguh upaya pengrusakan. Selain jumlah karbon yang dihasilkan dari proses pembakaran, tentunya kayu-kayu yang seharusnya menyerap karbon turut berkurang. Di sini saya kemudian dipertemukan dengan yang namanya bisnis yang bertanggung jawab. Sustainable responsibility, mungkin itu istilah yang saya temukan setelah saya mendengar jawaban bahwa memang benar mereka selalu menggunakan kayu sebagai bahan bakar pengolahan kopi mereka. Tapi disisi lainnya mereka juga gencar mencari lahan kosong untuk ditanami kopi dan jenis pepohonan lainnya yang nantinya mereka gunakan sebagai bahan bakar untuk mengoreng. huffs…. Baiklah, klo begitu  saya masih bisa memahami dan memakluminya. Setidaknya mereka mencoba untuk bertanggung jawab terhadap proses yang mereka lakukan. Saya tidak bisa mengkalkulasikan apakah upaya tanggung jawab mereka berbanding lurus dengan proses yang mereka lakukan atau tidak, tapi setidaknya tanggung jawab mereka telah menyentuh 2 faktor penting yaitu ekonomi dan ekologi. Ekonomi Perkebunan kopi yang mereka tanam (meskipun lahannya kecil, katanya), setidaknya telah menghidupkan sebagian dari ekonomi masyarakat sekitarnya. Ekologi Perkebunan kopi yang mereka tanam setidaknya bukanlah bisnis tebang pangkas gundul habis. Pohon-pohon kopi itu akan terus tumbuh, mengantikan lahan-lahan kosong gersang. Jadi, pesan yang saya tangkap dari filosofi kopi ini adalah. Apapun bisnismu ada sebuah tanggung jawab yang harus dilakukan. Apakah itu bagi masyarakat sosial ataupun bagi lingkunganmu. Lalu apa kontribusi bisnismu?

aleut 4
aleut 4
repost dari blog saya agungsmail

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun