Istilah inklusi atau sekolah yang menyediakan layanan bagi anak-anak berkebutuhan khusus mungkin sedikit asing di telinga kita. Selama ini anak-anak yang berkebutuhan khusus atau anak-anak istimewa ini lebih sering bersekolah di Sekolah Luar Biasa atau SLB. Sekolah inklusi adalah tempat di mana anak-anak berkebutuhan khusus dapat belajar bersama dengan anak-anak reguler lainnya. Namun, anak berkebutuhan khusus tetap didampingi oleh guru pendamping selama kegiatan belajar mengajar.
Sistem pembelajaran, pengajaran, kurikulum, sarana dan prasarana, serta sistem penilaian di sekolah inklusi akan mengakomodasi kebutuhan anak berkebutuhan khusus, sehingga mereka dapat beradaptasi dan menerima pendidikan sebaik mungkin.
Pada dasarnya, sekolah inklusi dibentuk untuk melayani kebutuhan siswa berkebutuhan khusus dalam memperoleh hak belajar dan mengoptimalkan potensinya. Adapun pengertian dari para ahli terkait sekolah inklusi ini diantaranya:
1. Rose & Howley (2007)
Sekolah inklusi adalah sekolah dengan sistem layanan pendidikannya mempersyaratkan agar anak berkelainan dilayani di sekolah sesuai kemampuannya bersama-sama teman sebayanya.
2. Armstrong (2003:1)
Pendidikan inklusi adalah pendekatan yang berhubungan dengan pengembangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan belajar seluruh anak tanpa perbedaan dan pemisahan.
3. Woolfolk & Kolter (2009)
Pendidikan inklusi berarti pendidikan yang mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, atau kondisi lainnya.
4. Staub & Peck (1995)
Pendidikan inklusi adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas.
Hingga kini, sekolah inklusi masih terbatas jumlahnya dan tidak tersedia secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini mungkin menjadi tantangan bagi para orang tua dan anak berkebutuhan khusus untuk mengakses pendidikan yang memadai.
Selain itu, masih banyak pula sekolah inklusi yang belum siap untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif karena berbagai hambatan dan tantangan, seperti:
- Minimnya jumlah tenaga pengajar atau staf guru pendamping khusus
- Tidak semua guru dan staf di sekolah memahami cara mengajar dan membimbing anak-anak berkebutuhan khusus
- Kemungkinan adanya penolakan dari orang tua atau siswa reguler untuk belajar bersama dengan anak-anak berkebutuhan khusus
- Fasilitas yang belum memadai, misalnya terbatasnya buku atau keperluan pembelajaran lain yang menggunakan huruf Braille untuk siswa tunanetra
- Risiko bullying atau perundungan dari siswa reguler terhadap siswa berkebutuhan khusus
Sekolah inklusi mungkin bisa menjadi pilihan yang baik bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus agar bisa mendapatkan kesempatan untuk belajar, tumbuh, dan berkembang dengan baik, terlepas dari keterbatasan yang mereka miliki.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI