Mohon tunggu...
Agung Setiawan
Agung Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan dan Humaniora

Mengajar di SMP Negeri 1 Bunguran Selatan Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Degradasi Moral Bahasa Media Sosial Generasi Milenial

10 Maret 2022   22:51 Diperbarui: 10 Maret 2022   22:54 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Globalisasi selain berdampak positif, juga berdampak negatif. Dewasa ini globalisasi khususnya informasi sangat masif menjamah generasi muda, baik di kota-kota sampai ke desa-desa, dari Aceh hingga Papua arus informasi sudah bisa diakses  kapanpun, dimanapun dan oleh siapapun sehingga kini tidak heran banyak anak-anak kita yang masih seusia SD sudah kecanduan gawai. Sebuah fenomena yang membuat  anak-anak tersebut mereka lebih akrab dengan media sosial ketimbang lingkungan sosialnya sendiri, termasuk  ayah dan ibunya.

 

Gencarnya arus informasi dalam media sosial yang dilatarbelakangi kecanggihan teknologi kini tidak hanya sebatas hiburan di waktu senggang namun  sudah menjadi candu dalam keseharian. Maka tak heran lagi kini banyak anak-anak muda yang lebih kecanduan scrool media sosial dibanding mengaji. Kecanduan menonton gosip selebriti daripada konten-konten edukasi. Dalam hal ini mengaji diartikan sebagai meng-kaji, baik nilai-nilai pengetahuan ataupun kehidupan yang terkandung dalam suatu tulisan, naskah maupun kitab suci. 

Generasi-generasi muda era kini lebih mudah untuk mengikuti trend arus utama produk globalisasi sehingga cenderung lupa akan jati diri. Jika kita ikuti beberapa waktu lalu banyak anak-anak muda, yang keblinger dengan berjoget-joget di lampu merah hanya untuk konten, dan tidak banyak pula orang yang pamer-pamer kekayaan tanpa memikirkan perasaan orang yang menontonnya terlepas apapun motifnya yang jelas muatannya cukup mencederai sebagian besar perasaan mayoritas masyarakat yang sedang susah di dera kesulitan ekonomi. Jelas ini bukan seperti indonesia yang dulu dimana fenomena ini adalah fenomena yang kurang baik, terutama dikonsumsi oleh generasi muda. Mereka sejak dini secara tidak sadar sudah dicekoki dengan konten-konten yang sebenarnya tidak layak dikonsumsi.

Dulu indonesia dikenal adalah negara dengan predikat teramah di dunia, dan kini hal-hal tersebut pelan tapi pasti, sedikit-demi sedikit mulai terdegradasi. Jika kita perhatikan, akhir-akhir ini ketika men-scrool media sosial seperti Facebook, Twitter, Tik-Tok, ataupun You-Tube, saya sering dibuat geleng-geleng kepala. 

Bukan karena musik jedag-jedug yang biasa muncul ketika men-scrool media sosial yang akhir-akhir ini digemari oleh para milineal akan tetapi pada komen-komen anak-anak kita yang menghiasi konten-konten tersebut.Jika kita telisik lebih dalam, cuitan dan komenan anak-anak kita dalam media sosial tidak hanya membuat geleng-geleng, tetapi juga miris. 

Kata-kata kasar, bullyan, ujaran kebencian serta tidak sopan kini seperti hal yang lumrah dalam bahasa media sosial.  Seolah-olah ketida- benaran berbahasa dalam dunia maya tersebut adalah hal biasa yang tidak perlu dipermasalahkan apalagi dilebih-lebihkan.

Jika kita tarik benang merah, sebenarnya ada hal yang harusnya menjadi perhhatian, baik dari orang tua dan pemerintah. Apa yang dikonsumsi oleh publik harusnya dibatasi terutama bagi generasi muda. Segala hal yang kiranya dapat merusak perkembangan sikologi anak harusnya disensor secara ketat karena dampaknya bukan hanya menjadi tanggung jawab anak-anak itu sendiri akan tetapi menjadi penentu bangsa ini di masa depan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun