Mohon tunggu...
Agung Wasita
Agung Wasita Mohon Tunggu... Administrasi - pegawai swasta

pegawai swasta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dakwah dan Merawat Kemajemukan

7 November 2024   19:01 Diperbarui: 7 November 2024   19:05 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Mungkin kita masih ingat peristiwa dua tahun lalu, dimana Kementrian Dalam Negeri Singapura melarang seorang seorang pendakwah Indonesia dan rombongan untuk masuk ke Singapura. Rombongan pendakwah dan keluarganya itu bermaksud akan melakukan liburan ke Singapura, namun karena larangan itu, niat itu batal.

Alasan pemerintah Singapura melarangnya karena pendakwah itu dikenal menyebarkan ekstremis dan segregasi yang tidak dapat diterima oleh masyarakat yang multi-ras dan multi Agama seperti Singapura. Seperti kita ketahui bersama, meski etnis di Singapura lebih simple dari Indonesia yang multi etnis, namun banyak ras internasional yang ada di Singapura seperti India, China, Melayu , Eropa dan Afrika serta Amerika. Kondisi seperti ini membawa Singapura juga menaungi banyak agama resmi.

Pemerintah Singapura waktu itu mungkin agak terganggu karena dalam banyak dakwahnya (yang banyak diamplifikasi di media sosial seperti youtube) pendakwah itu menyarankan bahwa bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel -Palestina dan dianggap sebagai mati syahid.  Tak lama sebelumnya pemerintah Singapura menangkap remaja di bawah umur yang berniat melakukan hal-hal yang berbau radikal, menjurus ke terorism setelah mendengar dakwah soal jihad dan mati syahid dari pendakwah yang bersangkutan

Selain itu pemerintah Singapura juga menemukan bahwa pendakwah itu kerap merendahkan anggota komunitas agama lain seperti Kristen dengan menggambarkan salib Kristen sebagai tempat tinggal jin (roh/setan) kafir.  Pendakwah itu menyebut non muslim sebagai kafir, yang menyiratkan intoleransi.

Pada peristiwa itu, harusnya kita bisa belajar bahwa standar yang diterapkan oleh pemerintah Singapura sangat tegas untuk soal fenomena intoleransi di tengah kemajemukan bangsa seperti Singapura dan Indonesia. Jika disoal bahwa hal itu bisa melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi, namun kita harus juga memperhatikan bahwa bebasnya kita berpendapatpun ada batasnya, yaitu hak orang lain. Dan jangan lupa bahwa negara kita sangat majemuk. Kita harus terus mengkritisi  apa yang dikatakan oleh pendakwah bisa mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun