Mohon tunggu...
Agung Wasita
Agung Wasita Mohon Tunggu... Administrasi - pegawai swasta

pegawai swasta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pentingnya Ajaran Toleransi di Sekolah dan Rumah

19 November 2020   04:56 Diperbarui: 19 November 2020   05:41 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa saat lalu, sebuah media online memuat hasil wawancara seorang pengamat pendidikan tentang pendidikan di Indonesia. Dia mengutarakan bahwa sekolah-sekolah sekarang memang agak berbeda dengan sekolah zaman dulu. Selain kurikulum, prespektif pendidiklah yang sangat menonjol perbedaannya.

Guru masa kini menurutnya, melihat perbedaan agama dengan cara yang ekstrem, artinya mereka menekankan bahwa agama mayoritaslah yang banyak dianut orang sedangkan minoritas nyaris tidak mereka hitung (tidak dianggap).

Para murid secara empatif tidak merasakan perbedaan di Indonesia  sebagai sesuatu yang penting sehingga tidak terbiasa melihat dan merasakan perbedaan. Terlebih ada sekolah-sekolah yang berbasis agama dan bersifat internasional.

Pada kondisi seperti itu, seringkali lingkungan sekolah mengenalkan prespektif intoleransi  karena mereka hidup di lingkungan homogen dan pengajaran yang homogen pula. Murid nyaris tidak mengenal arti berbeda dan bagaimana bersikap dengan sesuatu yang berbeda.

Begitu juga di keluarga, seorang anak tidak terbiasa mengenal orang yang berbeda entah itu berbeda agama, berbeda suku, berbeda bahasa daerah. Jika orangtua berpindah-pindah tugas, kemungkinan besar sang anak akan mengenal perbedaan dalam bangsanya, semisal pernah di Bandung, pernah di kota Toraja yang mayoritas beragama Nasrani, Makassar yang mayoritas muslim dan sebagainya.

Atau di Bali yang mayoritas Hindu. Dengan pengenalan soal perbedaan itu otomatis sang anak akan mengena sesuatu yang berbeda dari bangsanya.

Tapi tidak semua anak punya pengalaman seperti itu. Puluhan juta anak yang hidup di satu tempat seumur hidupnya atau sampai dia bekerja atau menikah. Jika hal yang terjadi adalah hal seperti di paragraph awal, maka dia akan sedikit bahkan tidak mengenal perbedaan.

Akibatnya, seringkali prespektif pluralisme yang memang menjadi cirri khas Indonesia nyaris tidak ada atau tidak dikenal. Padahal, pluralisme adalah takdir bangsa Indonesia yang penuh dengan perbedaan etnis, bahasa, agama dan lain sebagainya.

Hamparan pulau dari sabang sampai merauke merupakan hamparan luas dengan banyak perbedaan. Perbedaan itu harus kita terima dengan segala kebesaran hati.

Ini adalah pekerjaan rumah berat yang harus diemban oleh setiap sekolah termasuk para orangtua karena bagaimanapun toleransi adalah sesuatu yang penting. Tidakpada tempatnya seorang pendidikan memelihara intoleransi dalam sekolah. Sebaliknya dia haruslah mengenalkan toleransi pada anak didiknya di sekolah dan sang murid juga menerapkan ajaran itu di rumah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun