Rukun Islam kelima meminta umat Islam untuk menunaikan ibadah haji. Tak heran jika animo masyarakat Indonesia untuk menjalankan rukun kelima itu begitu tinggi. Kita tahu bahwa jumlah penduduk Indonesia sekitar 260 juta dan dari jumlah itu sebagian besar beragama Islam.
Minat tinggi dan jumlah penduduk yang besar membuat membuat daftar tunggu calon jemaah haji sangat panjang. Seseorang harus rela puluhan tahun menunggu berangkat ke tanah suci tersebut. Jika tidak (sabar) mereka biasanya rela melakukan umrah ke tanah suci dan bergelar haji kecil. Tak heran banyak diantara jemaah haji berusia tua karena mereka baru mendapat giliran saat umur sudah lanjut.
Hal yang patut dipahami dari keadaaan ini adalah masyarakat Indonesia masih memprioritaskan nilai religius dibanding sekadar masalah duniawi atau sekuler. Hubungan dengan Allah sangat penting karena hal itu menjadi landasan bagi hubungan manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungan alamnya (semesta) sehingga agama menjadi pondasi bagi berkembangnya akhlak manusia bahkan negara.
Karena itu manusia ingin membaktikan diri untuk Allah dan menunaikan ibadah haji dengan benar. Maka tak salah jika diharapkan seseorang yang menunaikan ibadah haji akan menjadi haji mabrur. Haji Mabrur artinya haji yang baik atau haji benar, atau tepatnya haji yang mendapatkan birrun; kebaikan. Istilah mabrur berasal  dari kata al-haj al-mabrur (haji mabrur). Dengan kata lain haji mabrur adalah haji yang mendapatkan kebikan atau haji yang (pelakunya) menjadi baik.
Rasulullah juga menjawab pertanyaan soal haji adalah yang paling utama seseorang dalam berjihad adalah menjadi haji mabrur. Ini tak mudah ; perlu tekad bulat dalam mendapat predikat haji (karena diperlukan banyak pengorbanan fisik dan materi untuk menjadi haji) dan ketahanan dalam mempertahankan jalan kebaikan.
Predikat ini tidak dapat diperoleh dengan cuma-cuma karena hal itu perlu usaha lebih  untuk memahami makna dan tujuan berhaji itu sendiri. Di samping itu juga masing-masing individu yang menunaikan ibadah haji tersebit juga harus bisa selalu meluruskan hati dan niatnya agar selalu ada di jalan Allah. Begitu juga dalam pelaksanaan keseharian niat baik dan perbuatan baik juga harus sejalan. Jika itu terjadi maka umat akan melihat dan meneladani niat dan sikap itu. Hal ini akan energy positif bagi umat sekitarnya.
Untuk mencapai hal ini bukan perkara mudah karena perlu konsistensi dari personal. Karena mereka harus tetap berjuang untuk tetap dalam koridor kebaikan dan kebenaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H