Mohon tunggu...
Agung Wasita
Agung Wasita Mohon Tunggu... Administrasi - pegawai swasta

pegawai swasta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penting, Penguatan Pancasila di Kampus

14 November 2018   10:52 Diperbarui: 14 November 2018   11:00 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu lalu, kita dikejutkan oleh hasil riset yang dirilis oleh Alvara Research Center dan Mata Air Foundation. Dua lembaga itu melakukan riet kepada 1800 responden dari 25 perguruan tinggi. Singkat kata hasil riset menunjukkan bahwa 23 % mahasiswa berpotensi radikal.

Sebelumnya yaitu pada tahun 2006, penelitian LIPI menemukan bahwa 86 % mahaiswa di lima universitas menolak Pancasila dan menginginkan syariat Islam ditegakkan kembali. Mereka ingini Negara sesuai yang ditulis pada piagam Jakarta.

Tanpa kita sadari dengan represi yang diberlakukan pada saat orde baru, menimbulkan banyak dampak. Selain demokrasi yang mampet, rupanya banyak orang terbiasa melakukan sesuatu secara sembunyi-senbunyi. Termasuk ketidak setujuan mereka terhadap dasar Negara Pancasil. Penelitian-penelitian di atas adalah bukti nyata dari situasi yang terjadi di Indonesia.

Radikalisme ideologis telah masuk dalam dunia mahasiswa melalui proses gerakan keagamaan di organisasi mahasiswa di kampus. Mereka melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Pemahaman ideologis diserap oleh mereka tanpa melibatkan konteks Indonesia sama sekali. Padahal banyak sekali ideology yang masuk pada sebuah Negara dengan memperhatikan konteks budaya Negara itu.

Hindu misalnya. Agama yang berasal dan berkembang di Negara India itu untuk beberapa hal berbeda dengan yang ada di Indonesia. Di Indonesiapun, antara Hindu Bali dan Hindu Tengger, misalnya punya beberapa perbedaan, meski tidak semua berbeda. Itu sebabnya misalnya hari Deepavali yang artinya Festival Cahaya yang melambangkan kemenangan hal baik melawan hal buruk nyaris tidak popular di Indonesia. Padahal peringatan Deepavali amat terkenal di India dan diperingati secara khusus dengan pemberian hari libur kepada masyarakat Hindu. Kemenangan hal baik atas hal buruk di Indonesia diperingati dengan hari raya Nyepi. Sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa sebuah agama masuk ke satu Negara pasti mengalami penyesuaian (asimilasi).

Di benak kaum radikal biasanya sebuah ideology  dipelajari dengan sangat mendalam, kuat melekat dan tanpa kompromi. Karakter mereka juga cenderung sempit. Sehingga menganggap ideology merekalah paling benar. Yang lain salah atau tidak berlaku. Sehingga mereka cenderung tidak bisa menerima ideologi pihak lain. Asimiliasi ideologipun kerap tidak mereka terima.

Mereka menjadi tidak toleran. Terlebih bila pergaulan mereka terbatas sehingga hanya bergaul dengan orang-orang yang punya ideology yang sama. Situasi itu memperkuat atau memperteguh mereka soal ideology yang mereka anut, semisal ingin mendirikan Negara dengan ideology tertentu dll. Sehingga mereka makin tidak peduli dengan perbedaan yang ada di lingkungan mereka yang lebih luas.

Proses ini tentu sama sekali tidak sehat mengingat Indonesia dibangun atas dasar perbedaan. Atau bisa dikatakan bahwa kekuatan Indonesia adalah pada perbedaan itu sendiri karena perbedaan di Indonesia adalah sebuah takdir yang tak bisa terhindari.

Itulah sebabnya kampus-kampus di Indonesia memerlukan penguatan Pancasila supaya dapat menumbuhkan kondisi pluralis di Indonesia. Konmdisi ini penting agar radikalisme tidak tumbuh subur. 

Pluralisme adalah injeksi bagus bagi keberagaman di Indonesia. Karena itu keputusan Menteri Ristek Dikti tentang penguatan Pancasila di kampus sangatlah penting dan diperlukan. Kita layak mengapresiasikannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun