PDIP resmi mengumumkan paslon Pilpres 2024 yang akan diusung (Kompas.com, 18/10/2023). Menhan Mahfud MD terpilih sebagai bakal cawapres pendamping Ganjar Pranowo. Mereka akan bertarung mempertahankan dominasi politik untuk 5 tahun ke depan, melanjutkan jejak 10 tahun pemerintahan Jokowi sebelumnya.
Dengan komposisi 3 paslon, plus duet Anies-Muhaimin dan Prabowo-Erick Thohir (misalnya), pilpres bisa terjadi 2 putaran. Namun tidak mustahil seandainya Ganjar-Mahfud mampu keluar sebagai pemenang hanya dengan satu gebrakan. Mereka cukup mengemas 51% suara pemilih, sementara yang 49% terdistribusi untuk --katakanlah-- Prabowo-Erick 30% dan Anies-Muhaimin 19%.
Dengan posisi Ganjar sebagai pemain baru di tingkat nasional, sebenarnya 50%+1 saja sudah cukup sulit. Akan tetapi berdasarkan track record 2 pilpres sebelumnya, potensi menang satu putaran itu bukanlah sesuatu yang mustahil. Apalagi terdapat sejumlah keuntungan tambahan yang bisa dikalkulasi untuk memperkuat dominasi.
Hattrick pertama pilpres
Dua periode sebelumnya, Jokowi sebagai kader newbie PDIP dalam pilpres berhasil mengungguli Ketum Gerindra Prabowo yang notabene lebih berpengalaman.
Pilpres 2014, Jokowi-Jusuf Kalla unggul 53,15% atas Prabowo-Hatta 46,85%. Kemenangan itu sangat impresif mengingat komposisi kursi koalisi pengusung Prabowo di parlemen cukup tinggi yaitu 51,9%. Sementara itu koalisi Jokowi di pihak lain hanya 36,46% kursi. Masih ada sedikit sisa yaitu milik partai pendukung/bukan pengusung.
Mestinya Prabowo unggul di atas kertas tetapi di lapangan ternyata Jokowi yang berbicara.
Berikutnya, tahun 2019 Jokowi mengulang keunggulan atas lawan yang sama. Berpasangan dengan Ma'ruf Amin, suara inkumben bertambah sedikit yaitu 55,5%. Konsekuensinya, perolehan suara Prabowo yang berduet dengan Sandiaga ketika itu melorot menjadi 44,5% saja.
Kemenangan Jokowi yang kedua sesungguhnya mengecewakan jika melihat peta kekuatan parpol pengusung di parlemen.
Jokowi-Ma'ruf Amin menguasai 60,3% kursi Senayan sedangkan Prabowo-Sandiaga hanya 39,7%. Namun ternyata suara parlemen Jokowi itu mengalami degradasi walaupun tidak sampai mengalami kekalahan fatal saat kontestasi.