Sebagai negara kepulauan, fenomena global warming akan berdampak serius bagi kita. Harapan kenaikan suhu global dalam Kesepakatan Paris yaitu di bawah 2C, sedangkan Laporan UNEP Copenhagen Climate Centre memperkirakan angka 2,2C sudah cukup baik (UNEP, 2021). Konsekuensi kenaikan permukaan laut akibat mencairnya es di kutub akan mengancam kawasan pesisir dan sejumlah pulau kecil. Hal ini sangat merugikan kehidupan nelayan dan biodiversitas flora dan fauna.
Dalam rangka menjaga suhu bumi dan komitmen penurunan emisi gas rumah kaca sesuai Paris Agreement, sektor ekonomi perlu mendapat pengawasan. Sifat eksploitatif sektor yang rakus energi ini berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan. Mengalihkan proses ekonomi sebagai business as usual menjadi kegiatan usaha yang berkelanjutan memerlukan perubahan paradigma dan tindakan nyata.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pihak berwenang sudah menyusun peta jalan proses transisi ekonomi dalam bentuk Roadmap Keuangan Berkelanjutan. Ada 8 prinsip yang menjadi kriteria, yaitu:
- investasi yang bertanggung jawab,
- pengelolaan risiko sosial dan lingkungan hidup,
- komunikasi yang informatif,
- pengembangan sektor unggulan,
- strategi dan praktik bisnis berkelanjutan,
- tata kelola yang baik,
- inklusivitas, dan
- koordinasi dan kolaborasi.
Dalam pelaksanaan peta jalan tahap I (2015-2019), penekanan dilakukan pada proses sosialisasi dan penguatan landasan kebijakan. Berikutnya, tahap II (2021-2025) yang sedang berjalan menekankan pada pembentukan ekosistem ekonomi berkelanjutan dan menjalin kerjasama pihak-pihak yang terkait.
Pelaku ekonomi umumnya merespon positif proses transisi. Namun demikian masih ada sejumlah gap, antara lain menyangkut standardisasi hijau sebagai acuan ramah lingkungan. Kendala ini ditengarai menyebabkan volume pembiayaan hijau (green investment) untuk kegiatan ekonomi berkelanjutan belum memuaskan, padahal potensinya besar.
Perkiraan Bappenas yang dikutip OJK, hingga 2030 Indonesia memerlukan pendanaan Rp 67.803 triliun untuk membiayai sektor ekonomi berkelanjutan. Sebaliknya, hasil penelitian University of California menyebutkan bahwa perubahan iklim yang tidak dimitigasi dengan baik akan menurunkan PDB (Produk Domestik Bruto) sebesar 23%.
Berkaitan dengan hal tersebut, OJK bersama 8 kementerian dan sejumlah lembaga telah menyusun Taksonomi Hijau Indonesia 1.0. Dokumen ini menjadi pedoman definisi dan kriteria hijau untuk kegiatan ekonomi berkelanjutan.
Taxonomi Hijau Indonesia 1.0 sebagai rintisan penting
Penyelenggaraan Presidensi G20 menjadi momentum yang tepat untuk mengakselerasi dan memperkuat ekosistem keuangan berkelanjutan. Kehadiran delegasi negara-negara anggota yang menguasai 85% ekonomi dunia mempermudah komunikasi dan koordinasi untuk membahas berbagai kendala dan mendiskusikan tindakan bersama.
Proses transisi ekonomi dan perubahan iklim global mempengaruhi spektrum pengelolaan dan dampak yang luas. Tak hanya aspek fisik dan ekonomi saja tetapi juga bersinggungan dengan bidang  politik, hukum, dan sosial budaya. Kerja sama yang baik secara inklusif diperlukan agar transisi ekonomi dan mitigasi perubahan iklim dapat berlangsung efektif.