Indonesia mengemban amanat Presidensi G20 di tengah kondisi global yang sedang sulit. Pandemi Covid-19 belum usai meski tensinya menurun dibanding tahun lalu. Di sisi lain, masalah perubahan iklim dan transformasi digital juga perlu ditanggapi agar dampak negatifnya bisa diredam.
Berangkat dari realitas tersebut, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan bahwa Presidensi G20 saat ini fokus pada 3 isu utama sesuai dengan semangat "Recover Together, Recover Stronger". Â Tiga fokus tersebut yaitu:
- penguatan sektor kesehatan untuk menuntaskan pandemi,
- transisi menuju ekonomi berkelanjutan yang ramah lingkungan, dan
- transformasi berbasis digital (Kompas.com, 14/02/2022).
Ketiga fokus tersebut cukup krusial dalam pemulihan ekonomi dunia saat ini, apalagi ditambah dengan ketegangan Ukraina-Rusia yang masih berlangsung. Perekonomian Indonesia sebagai bagian dari perekonomian global tentu menginginkan agar pemulihan yang terjadi bisa lebih cepat dan stabil.
Menyangkut antisipasi perubahan iklim, Indonesia sudah berupaya aktif melakukan mitigasi dan adaptasi. Berbagai fora internasional yang diikuti telah mengukuhkan Indonesia sebagai salah satu first mover atau penggerak utama praktik pengelolaan keuangan yang berkelanjutan.
Pada tahun 2012 Indonesia ikut merintis pembentukan Sustainable Banking Network (SBN) World Bank. Keikutsertaan ini menjadi langkah awal transisi yang mengubah paradigma ekonomi konvensional berbasis energi fosil menuju ekonomi berkelanjutan berbasis energi terbarukan.
Selanjutnya, pada tahun 2015 Indonesia juga meratifikasi Paris Agreement untuk menjaga kenaikan suhu global di kisaran 1,5C dengan cara mengurangi emisi gas rumah kaca. Komitmen kontribusi kita  yaitu sebesar 41% pengurangan emisi karbon dengan bantuan dana internasional; atau 29% jika menggunakan dana mandiri.
Transisi ekonomi yang kompleks di atas memerlukan tata kelola lembaga-lembaga pemerintah, swasta, dan institusi internasional. Proses tersebut memerlukan pembiayaan kurang lebih Rp 67.000 triliun hingga tahun 2030 nanti, yang bisa diperoleh dari APBN, sektor swasta, dana publik, lembaga keuangan internasional, dan investor global.Â
Pengelolaan aliran dana dari level investor dan perbankan hingga ke tataran mikro pelaku usaha tentunya harus dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel.
Karena proses transisi ekonomi ini merupakan hal yang baru, sebuah acuan bersama diperlukan dalam pendefinisian terminologi teknis dan penyusunan kriteria-kriteria. Untuk keperluan itulah Taksonomi Hijau Indonesia disusun agar dapat mempertemukan berbagai sudut pandang atau kepentingan pelaku ekonomi, dan dengan demikian menghindari ambiguitas.Â
Jika ada kepastian usaha dengan sendirinya investasi hijau akan lebih mudah diperoleh, apalagi investor global saat ini mulai tertarik untuk menanamkan modalnya di bidang ini.
Perubahan iklim dan peta jalan transisi ekonomi