Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mempertentangkan Al Quran dengan Pancasila, Transparansi TWK KPK Semakin Mendesak

1 Juni 2021   21:32 Diperbarui: 1 Juni 2021   23:00 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pancasila menurut ulama Mesir, Prof. Dr. Ahmad Thayyeb (twitter.com/ Sanad Media).

Dalam konteks uang negara yang beredar saat ini, selain APBN dan APBD ada juga dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Totalnya ada ribuan triliun. Mendatang muncul pula rencana pembelian alusista (Alpalhankam) dari Kemenhan. Besarnya tak terkira, Rp 1750 triliun untuk periode (2020-2024).

Rodon Pedrason, Kemenhan (kompas.com, 31/5/2021):

"Jumlah anggaran untuk alutsista itu rahasia negara, tetapi angka yang disebutkan Rp 1.750 itu bukan itu."

Jika pegawai KPK semakin melunak dan bisa diseragamkan atau diorkestrasi  oleh segelintir elit maka berarti pertanda masa depan gelap bagi penyelamatan APBN dan aset-aset negara.

Pegawai seperti Novel Baswedan yang diisukan tebang pilih dengan menangkap koruptor ecek-ecek sebetulnya biarkan saja. Konstruksi pencitraan bahwa Novel Baswedan tebang pilih itu --misalnya dengan mengabaikan kasus di DKI-- tentu kurang tepat juga. Bukankah elemen penegakkan hukum tidak hanya KPK?

Kedua, kepentingan proksi untuk menyudutkan umat Islam seperti yang terjadi pada zaman orde baru.

Pertanyaan-pertanyaan yang menyoal identitas atau aksesoris keagamaan mestinya tidak menjadi bahan pertanyaan yang sifatnya determinatif  ya atau tidak. Model pertanyaan itu harus mampu membuka khazanah pemikiran dan sudut pandang yang argumentatif.  Tesnya kan berjudul tes wawasan. Bagaimana pula andai pertanyaan itu jadi standar dalam seleksi ASN lembaga lain.

Jangan sampai isu Taliban atau isu kebangsaan jadi alat untuk melindungi kepentingan elit seperti yang terjadi pada masa lalu. Rakyat ditakut-takuti dan dihambat potensinya agar tidak bersikap kritis terhadap perilaku pejabat dan atau kebijakan-kebijakannya.

Mengingat tes kebangsaan itu sudah semakin terbuka kejanggalannya maka pemerintah harus terbuka kepada publik.  Pihak BKN (Badan Kepegawaian Nasional) sebagai penyelenggara tidak dapat berlindung dengan regulasi bahwa materi tes tidak dapat diungkapkan kepada publik.

Jika TWK itu normal-normal saja tentu tidak akan mengundang  kecurigaan banyak pihak. Akan tetapi dengan semakin melimpahnya bukti bahwa tes itu tidak wajar maka pemerintah perlu transparan dalam memberikan penjelasan.

Pemberantasan korupsi  penting, ya! Dan kian urgen.  Tes wawasan kebangsaan juga oke. Namun demikian  jangan sampai ada kepentingan proksi yang diselundupkan untuk memperlemah pemberantasan korupsi itu sendiri. Juga jangan sampai membuka pengalaman traumatik umat Islam pada era orde baru.

Dirgahayu Pancasila. Semoga semakin sakti  dan kuat penciumannya untuk mengendus tikus-tikus berdasi.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun