Jika omnibus law ditolak mentah-mentah maka soal sertifikasi halal juga akan ikut hangus. Yang berarti pengurusannya kembali ke kondisi semula.
Dengan kondisi prosedur perizinan biaya tinggi maka para pemilik UMKM akan cenderung menghindarinya agar dapat menghemat pengeluaran. Konsumen juga pada gilirannya merasa kurang afdol jika mengkonsumsi produk yang bersangkutan yang tidak berlabel halal.
Dari keseluruhan omnibus law, tentu tidak semua dari 76 UU yang terbagi dalam 11 klaster itu bagus semua isinya. Bagian-bagian yang bermasalah itulah mutlak perlu diperbaiki dan mencari penyelesaian. Tapi jangan dibuang semua dibuang hanya karena ada ketidaksempurnaan.
Bivitri Susanti (kompas.com, 06/10/2020):
"Kalau ada yang inskonstitusional maka pasal-pasal yang dimintakan dibatalkan itu jadi inskonstutisional dan karenanya batal. Tapi itu melalui judicial proses, kalau membatalkan ya enggak ada."
Kesimpulannya, omnibus law itu harus dikritisi; bukan diterima mentah-mentah atau sebaliknya, ditolak total seperti oleh segelintir orang. Ketika semuanya ditolak --atau dihambat-- ada kemungkinan hal itu akan merugikan kita sendiri.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H