Kita perlu kecewa atas banyaknya peristiwa atau insiden yang berlangsung dengan sangat-sangat  ironis. Sebagai negara hukum, Indonesia masih memiliki banyak pejabat yang tidak taat atau tidak paham aturan.
Terpidana mati kasus narkoba Cai Changpan dua kali bisa lolos dari pengawasan aparat. Pertama, pada tahun 2017 berhasil  kabur dari tahanan Bareskrim Polri; kedua, yang kemarin itu, saat kabur dari LP Tangerang. Padahal kasusnya dengan vonis  mati berarti bukan perkara sepele: 1 kuintal sabu-sabu!
Bagi  Cai Changpan yang notabene WNA ini kokohnya tembok penjara ternyata empuk seperti kentang rebus. Alasan aparat mengapa dia tidak diawasi ketat karena perilakunya  dianggap normal, tak berpotensi kabur. Keliru sekali petugas bisa berpikir begitu.  DPR sampai mengatakan pengelolaan lapas kita tidak profesional dan perlu lembaga tersendiri.
Lalu, dengan dibuat lembaga lagi itu apakah profesionalitas pejabatnya akan serta merta meningkat? Kasus lain memberi bukti nyata bahwa sumber masalah berkaitan dengan faktor manusianya.
Sebelum kasus Cai Changpan, Indonesia dihebohkan kasus Djoko Tjandra. Buron belasan tahun ini tidak menembus  tembok atau menggangsir tanah tetapi  dengan mengakali sistem lewat aparatnya.  Joker --begitu ia disebut--  keluar masuk Indonesia dengan tenang  berkat sikap kooperatif pejabat-pejabat korup di kepolisian dan Kejaksaan Agung.
Pejabat  yang terlibat pelarian Joker sudah tersangka katanya dan menjelang diadili. Sementara dalam kasus Cai Changpan dalam penyelidikan ada tidaknya keterlibatan aparat.
Dua kasus  di atas menunjukkan penyakit kronis  pejabat: tidak paham pekerjaan dan atau  tidak tahan suapan.
Mendapat gaji dan fasilitas negara ternyata belum tentu membuat pejabat tahan uji dan bantingan. Dengan sedikit uang ternyata iman bisa empuk juga seperti  kentang. Di sisi lain, banyaknya fasilitas negara tidak sekonyong-konyong memacu hasrat untuk belajar lebih cerdas.
Tentang corona sendiri,  update worldometer saat ini kasus positif sudah lebih dari 7 juta  dan kematiannya mencapai sekitar 1 juta orang di seluruh dunia. Jumlah tersebut hingga  penemuan vaksin, kata WHO,  masih akan bertambah 1 juta lagi.Â
Data di Indonesia korbannya juga tidak sedikit. Lebih dari 10.000 orang dan ratusan di antara mereka adalah dokter dan tenaga medis. Jumlah kasus positif bergerak mendekati 300.000.