Kabarnya Kompasiana dulu pernah nyaris shutdown gara-gara artikel anu, tapi kemudian tidak jadi. Tetapi saya punya pengalaman, dulu pernah menulis sesuatu yang tidak dipermasalahkan --oleh admin atau aparat-- tetapi sekarang ternyata masuk kategori sensitif.
Tema yang lagi sensi itu adalah humor Gus Dur tentang macam-macam polisi. Gara-gara humor itu seorang jamaah facebook asal Maluku, Ismail Ahmad, diciduk aparat ke Polres setempat untuk diperiksa (jpnn.com, 18/ 06/ 2020).
Dalam tulisan yang saya publish zaman SBY, tidak disebutkan bahwa quote di dalamnya adalah humor Gus Dur karena memang belum tahu. Kemudian satu hal lagi; dalam humor Gus Dur yang asli ternyata menyebut cuma 3 macam polisi, sementara saya menuliskannya ada 4 macam. Seperti virus corona, ternyata humor juga bisa mengalami mutasi.
Demi menjaga situasi tetaf kondusif link dan redaksi tulisan tidak disertakan. Jaga-jaga, agar semua happy.
Secara pribadi penulis respek dengan prestasi kepolisian belakangan, terutama pada era Tito Karnavian. Salah satu momen penting yaitu ketika polisi mengendalikan massa anti-Ahok tanpa terprovokasi sehingga tidak jatuh korban satu pun. Sebaliknya, dari pihak aparat yang kemudian banyak terluka. Teori yang berkembang saat itu, jika ada massa rusuh yang terluka atau tewas maka dia akan diangkat sebagai martyr, dan hal itu seterusnya akan diolah jadi bola salju.
Persepsi publik juga membuktikan.
Dalam jajak pendapat tahun 2017 dan 2018, kepolisian mendapat apresiasi yang baik dari masyarakat. Bahkan, menurut survey, institusi ini menjadi salah satu yang lebih dapat dipercaya dibanding dengan lembaga perwakilan rakyat sendiri yaitu DPR. (Anda bisa bayangkan, mewakilkan sesuatu kepada lembaga yang kurang dapat dipercaya!).
Nah, pemeriksaan warganet Ismail pada zaman Idham Azis ini kemudian menimbulkan rasa penasaran: apakah dengan reputasi yang kian apik itu justru membuat polisi kehilangan selera humor?
Mantan Kapolri Tito Karnavian diketahui ternyata pernah mengutip pula quote Gus Dur yang populer tersebut, jadi sebenarnya bukan salah satu bentuk ujaran kebencian atau penghasutan. Anggap saja motivasi untuk semakin meningkatkan kinerja. Atau jangan-jangan karena terlalu konsen pada Covid-19 membuat bapak-bapak aparat menjadi gugup.
Mohon Bapak Kapolri dapat segera mengkondisikan relaksasi otot-otot syaraf anggota biar agak kendur sedikit. Jangan sampai kejadian berulang, akibat terlalu tegang mereka jadi salah gigit. Nanti ujungnya Jokowi lagi Jokowi lagi.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H