Sepengamatan penulis, hingga saat ini ketika Kompasiana memasuki usia ke-11 tahun, sudah ada 3 blog keroyokan yang didirikan oleh Kompasianer, di luar Kompasiana tentunya.
Pertama adalah BRID, Blogger Reporter Indonesia, yang didirikan oleh Hazmi Srondol dan kawan-kawan. Berikutnya, Seword  yang pada mulanya berupa blog pribadi Alan Budiman atau Alifurahman. Kemudian yang ketiga yaitu Pepnews; yang dibangun oleh founder Kompasiana juga, Kang Pepih atau Pepih Nugraha.
BRID hari ini sudah susah melacaknya, walaupun para penulisnya mungkin masih aktif menulis secara infirodli, jalan sendiri-sendiri. Sedangkan Seword dan Pepnews saat ini cukup eksis, baik dari segi jumlah penulis, produktivitas, maupun tingkat keterbacaan artikel-artikelnya.
Seword dikenal sebagai wadah para pendukung Jokowi garis keras dengan potensi basis pembaca yang tentunya cukup besar. Sedangkan Pepnews terampil dalam  membangun relasi dengan penulis-penulis andal karena faktor jaringan Kang Pepih yang nota bene mantan jurnalis. Kemampuannya mengkurasi tulisan juga tentu tidak perlu diragukan lagi.
Selain tiga yang disebut tadi mungkin masih ada platform serupa yang lain. Tetapi beberapa titik persinggungan  dengan Kompasiana membuat mereka bisa kita himpun dalam satu klaster di mana potensi kompetisi di masa yang akan datang mungkin terjadi (atau sudah?).
Kompetisi sendiri bukanlah hal yang tabu untuk dibicarakan. Manusia bertahan hidup hingga hari ini karena sudah terasah naluri dan kemampuannya untuk berkompetisi.
Titik persinggungan pertama yang dimaksud yaitu  format platform yang mengakomodasi para penulis untuk menuangkan ide, gagasan, unek-unek, laporan peristiwa, dan opini (khususnya politik), dalam bentuk tulisan.
Baik Kompasiana, Seword, maupun Pepnews punya kelebihan dan kekurangan masing-masing yang menjadikan menjadikan keberadaan dirinya sebagaimana masing-masing seperti yang bisa kita lihat sekarang ini. Walaupun mungkin dari segi penulis punya level dan ukuran loyalitasnya sendiri, tetapi dari segi pembaca (baca: konsumen) kondisinya relatif lebih cair.
Ketiganya memiliki pembaca -- dan kerap beririsan sebagai penulis juga-- yang cukup kritis dalam menilai apa yang disajikan. Mayoritas pembaca adalah silent reader yang tidak mudah untuk ditebak  bagaimana selera literasi mereka.
Ketika laga pemilu berlangsung sengit di tahun-tahun politik, Kompasiana memiliki keunggulan relatif  dari segi kesediaan membuka ruang bagi kubu-kubu yang berseberangan secara politik.
Meskipun dianggap sarang Jokower, pada kenyataannya  pada pilpres kemarin beberapa Kompasianer juga banyak yang membela Prabowo. Artinya ada ruang kemungkinan yang sama bagi semua anggota, terlepas dari afiliasi politiknya. Kondisi tersebut  juga tampaknya menjadi kebijakan di Pepnews  namun sulit dibayangkan akan terjadi di Seword.