Pada saat Pilpres 2019, Jokowi mendapat dukungan sejumlah jenderal purnawirawan. Beberapa di antaranya pernah menjadi anggota Dewan Kehormatan Militer yang mengadili Prabowo sebelum akhirnya diberhentikan dari TNI.
Jenderal di kubu Jokowi antara lain: Tri Soetrisno, Luhut Binsar Pandjaitan, Wiranto, Agum Gumelar, Subagyo HS, Ryamizard Ryacudu, Moeldoko, AM Hendropriyono, dan Budi Gunawan.Â
Sejumlah purnawirawan berbagai level kepangkatan juga menyatakan dukungan agar Jokowi bisa melanjutkan periode kedua pemerintahannya.
Sebagai mantan perwira tinggi TNI, di belakang Prabowo juga banyak bertaburan purnawirawan jenderal berbintang yang siap membela.
Mantan Danjen Koppasus ini didukung antara lain oleh: Joko Santoso, Tedjo Edhy Purdijanto, Glenn Kairupan, Musa Bangun, Kivlan Zen, hingga Yunus Yosfiah.Â
Pada tanggal 7 Juli 2018, sejumlah mantan perwira Koppasus juga menyatakan dukungan untuk Prabowo-Sandi. Kemudian, 22 September 2018Â mantan KSAU Marsekal (Purn.) Imam Sufaat menyatakan bahwa Prabowo juga memperoleh dukungan dari 300 jenderal purnawirawan.
Dalam UU, TNI aktif memang dilarang berpolitik, harus netral. Tetapi mereka juga memiliki anggota keluarga atau kerabat yang memiliki  hak suara dan menjadi target  kampanye para  jenderal purnawirawan dari kedua belah pihak. Perang bintang.
Dalam kasus penusukan Menko Polhukam Wiranto oleh Abu Rara, sejumlah istri anggota TNI aktif ditangkap karena ujaran kebencian. Obyeknya justru adalah sang korban, Jenderal (Purn.) Wiranto sendiri! Suatu fenomena yang harus disikapi serius karena menyangkut keutuhan keluarga besar TNI.
Selain adanya kemungkinan faktor paparan faham radikalisme seperti pernah disinyalir Menhan Ryamizard Ryacudu; faktor terjadinya konflik kepentingan pilpres juga bisa menjadi penyebab.
Asmaizulfi atau Fifi, istri Mayjen (Purn.) Moerwanto, ditangkap polisi Mei 2019 lalu karena dugaan  kepemilikan senjata api terkait kerusuhan pascapilpres. Sebelum aksi tersebut, Fifi aktif dalam kegiatan  politik menentang pemerintah (tirto.id,  28/5/2019).