Keputusan Jokowi menempatkan Nadiem Makarim sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan mendapat sorotan. Pengangkatannya mengundang banyak pertanyaan, permintaan, hingga aneka meme lucu berlatar  sosok dirinya sebagai founder Gojek.
Pertanyaan warga terkait dengan kompetensi dan rekam jejak Nadiem sebagai praktisi dunia digital, jauh dari persinggungan dengan dunia  pendidikan. Ekspektasi pilihan posisi yang cocok adalah menteri ekonomi kreatif atau menristek.
Jokowi punya sudut pandang yang berbeda.
Industri ekonomi kreatif atau teknologi digital itu ibaratnya adalah wilayah hilir, sementara pendidikan adalah hulunya. Pada bagian hulu inilah Jokowi ingin Nadiem berkontribusi, memperkuat fundamental pembangunan SDM yaitu penyelenggaraan pendidikan nasional.
Secara teknis, Nadiem punya kapasitas menyederhanakan manajemen penyelenggaraan pendidikan yang kompleks. Hal itu dapat dilakukan melalui komputerisasi berbasis data digital.
Komponen penyusun sistem transportasi online adalah: driver/ layanan jasa, klien, sistem aplikasi, dan kendaraan. Sementara sistem pendidikan komponennya antara lain guru, siswa, sistem kurikulum, dan sekolah.
Tujuan membangun basis data pendidikan adalah efisiensi dan efektivitas serta memudahkan kontrol anggaran, distribusi tenaga pengajar, maupun logistik.
Sebagai penggagas layanan transportasi daring yang sifatnya realtime, mestinya Nadiem mampu juga memberi terobosan positif dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Toh aktivitas tersebut berlangsung rutin secara periodik dalam jangka waktu yang disebut tahun ajaran. Lebih predictable.
Yang lebih esensial dan tak kasat mata, Nadiem dengan wawasan yang dimilikinya diharapkan dapat memberi asupan suplemen ke dalam kurikulum pendidikan kita.
Pendiri decacorn pertama di Indonesia ini bisa berbagi insight tentang apa yang akan terjadi 5-10 tahun mendatang di bidang teknologi dan bekal apa yang diperlukan anak didik kita yang akan menghadapi masa itu.