Secara asal-asalan  Hidayat Nur Wahid membandingkan kasus penangkapan  Robertus Robet dengan kasusnya Ahmad Dhani, ADP. Mirip katanya.
Apanya yang mirip? Jelas berbeda dong, substansinya juga tidak sama.
Kasus ADP berada dalam konteks pilkada dan pilpres di mana terindikasi didalamnya politik identitas yang berpotensi memecah belah integritas bangsa.
Narasi penistaan agama yang menyangkut Ahok secara terus menerus dipanjang-panjangkan dan dibesar-besarkan. Padahal Ahok sudah menunaikan kewajiban hukumnya, menghadiri setiap sidang tanpa kabur ke mana-mana; membela diri secara legal tidak main massa; dan, ketika vonis jatuh ia menjalaninya tanpa minta belas kasihan keringanan.
Justru yang perlu kita soroti adalah adanya upaya persekusi lanjutan terhadap Ahok dengan adanya berbagai komentar dan ujaran antipati dari pihak-pihak tertentu.
Kembali ke kasus Robet.
Orasi Robet tampak hanya sebuah pancingan saja. Ia sengaja minta perhatian pemerintah atas kasus-kasus pelanggaran HAM yang masih berada dalam peti es dan belum selesai hingga kini.
Caper istilahnya, cari perhatian, tetapi dalam konteks yang positif.
Robet ditangkap setelah orasi dalam  Aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, dengan embel-embel gimmick nyanyian yang menyinggung ABRI.
Bukankah ABRI yang dimaksud adalah ABRI yang masih dwifungsi karena nyanyian itu memang populer di tahun 1998? ABRI yang dulu sekarang sudah berubah menjadi TNI dengan semangat dan jiwa yang baru.
Aksi Kamisan atau Aksi Payung Hitam sendiri sudah berlangsung 12 tahun, sejak 18 Januari 2007, bertujuan mengingatkan negara atas tanggung jawabnya menyelesaikan banyak kasus HAM berat yang berlarut-larut tanpa titik terang.