Mohon tunggu...
Telisik Data
Telisik Data Mohon Tunggu... Penulis - write like nobody will rate you

Fakta dan data otentik adalah oase di tengah padang tafsir | esdia81@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Congkaknya Sikap Fadli Zon kepada Buya Syafi'i Ma'arif

2 Maret 2019   18:36 Diperbarui: 2 Maret 2019   19:18 1805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buya Syafi'i Ma'arif dalam perjalanan menggunakan KRL (detik.com).

Belum ada satu bulan bocah bau kencur itu meminta maaf kepada K.H Maimoen Zubair atas kelancangannya mengomentari dengan sinis kekeliruan beliau saat berdoa. Itu pun setelah sekian tabayyun, sindiran, hingga unjuk rasa bertubi-tubi dari berbagai pihak.

Kali ini si zon berani-beraninya  menggurui Buya Syafii Maarif  untuk belajar lagi! Belajar puisi dan sastra!

Apa zon  berpikir bahwa dia sendiri mengerti sastra? Puisi-puisinya si zon sendiri masih tidak layak masuk kelas medioker, apalagi memiliki nilai estetika. Puisi yang lebih mewakili keculasan dan kedengkian hati dibanding keindahan sastrawi yang menggugah.

Buya Syafii Maarif adalah ilmuwan dan pembelajar, Ma'arif Institute buktinya.

Bahwa beliau terus belajar dan mengkaji fenomena di sekelilingnya termasuk sastra tidak perlulah si zon yang kroni Suharto itu menyuruhnya lagi. Buya Syafii sudah menjadi intelektual bahkan ketika si zon masih beol di celana.

si zon di belakang Soeharto, 2007, sudah lama (wartakota.tribunnews.com).
si zon di belakang Soeharto, 2007, sudah lama (wartakota.tribunnews.com).
Ketika si zon baru lahir tahun 1971, Buya Syafi'i Ma'arif   yang mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah sudah 3 tahun lulus pendidikan doktoralnya di IKIP Jogja/ Universitas Negeri Yogyakarta sekarang. Apakah selama kuliah hingga sekarang berusia 83 tahun Buya tidak mengenal sastra? Hanya orang yang rendah budi yang bisa berpikir Buya Syafii tidak mengerti makna puisi.

Betapa congkaknya kamu zon!

Komentar Buya Syafi'i Ma'arif atas puisinya neno warisman  memang pada tempatnya. Puisi yang melukai hati banyak umat beragama di Indonesia, dan saya yakin tidak hanya umat Islam saja. Tidak beradab kalau hanya gara-gara urusan menang kalah pilpres lalu dikait-kaitkan dengan ada tidaknya orang yang menyembah Tuhan. Tidak setara.

Apakah pada tempatnya si neno membawa-bawa doa Rasulullah yang mempertentangkan posisi Umat Islam dengan kafir Quraisy ke dalam konteks urusan politik pilpres yang remeh temeh? Urusan yang beberapa bulan lagi akan kelar, dan setelah itu semua kembali seperti sedia kala seharusnya. Kecuali kalau ada orang-orang yang hendak memaksakan kelompoknya sendiri dan menganggap yang lain rendah atau bahkan tidak ada.

Memang tepat penilaian Buya Syafii atas puisi neno warisman yang tidak beradab itu. Kalau si zon punya penilaian bahwa puisi itu epik dan masterpiece, maka dia cukup mangap dan katakan saja isi kepalanya. Tidak perlu mencela dan menggurui Buya Syafi'i Ma'arif bahwa seolah-olah beliau tidak paham sastra.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun