Belum lagi masalah hooliganisme dan kriminalitas yang cukup tinggi di kota-kota besarnya.
Bahkan bagi negara adidaya ini pun, menjaga keamanan selama turnamen berlangsung di 11 kota bukanlah pekerjaan sehari-hari. Sehingga, untuk memastikan garansi keselamatan tamu, pasukan khusus Spetsnaz pun dilibatkan untuk membantu.
Perang di luar bisa ditunda, tetapi teroris dalam negeri tidak bisa menunggu dan menjadi prioritas ancaman yang harus dinetralisir. Rusia menghadapi potensi perlawanan dari ribuan teroris berani mati dalam negeri yang berafiliasi dengan ISIS, Jabat Al Nushra, hingga Al Qaeda. Mereka, para teroris itu memiliki identitas lokal, berwajah lokal, dan berbahasa dengan dialek lokal pula.
Siapa yang mampu mengawasi mereka satu demi satu jika tidak dilakukan oleh satuan penjaga keamanan profesional. Satu teroris bersenjata (cuma) pisau dapur di kerumunan massa bisa berakibat fatal merusak martabat bangsa, cukup sekali, dan akan dikenang dunia sepanjang masa.
Mencegah insiden buruk terjadi, pasukan keamanan Rusia berprinsip: lebih baik keliru menyeret 10 orang yang tidak bersalah, daripada membiarkan 1 orang teroris sungguhan berkeliaran di jalan.
Kita menghadapi jaringan pelaku teror dalam negeri yang terhubung dengan jaringan global; mereka punya KTP, wajah dan perawakan sama dengan kita, logat bicaranya pun tidak mencurigakan, lokal. Dalam banyak kasus, para tetangga pelaku aksi terorisme bahkan sering tidak menyangka bahwa si pelaku adalah sosok yang mereka kenal sehari-hari.
Fakta berbicara, para dalang scaremonger --penebar ketakutan massal-- di Indonesia bisa merekrut siapa saja; bahkan ibu rumah tangga, mahasiswi, dan anak-anak tega dilibatkan dalam aksi terorisme yang keji.
Setelah insiden berdarah di Mako Brimob dan bom bunuh diri di Surabaya, kepolisian di bawah komando Kapolri Jenderal Tito Karnavian, terutama Densus 88, terus memburu sisa-sisa jaringan terorisme yang berpotensi mengancam keamanan dan ketertiban. Jumlah terduga jaringan teroris yang sudah ditangkap saat ini berjumlah 283 orang (data hingga 9 Agustus 2018).
Belum cukup menghadapi ancaman terorisme, polisi di Jakarta dan Palembang juga harus berhadapan dengan penyakit masyarakat; para pelaku kriminal  dan pengganggu ketertiban umum. Ada banyak titik rawan yang harus diawasi oleh aparat keamanan: venue pertandingan, wisma atlet, moda transportasi, dan titik-titik kerumunan massa. Meskipun ribuan CCTV terpasang, tetapi kamera pengawas tersebut tidak bisa berbicara, apalagi bertindak.
Negara memang masih memiliki banyak satuan keamanan lain yang siap membantu kepolisian. Seperti Rusia yang punya Spetsnaz, kita juga memiliki TNI, angkatan darat, laut, dan udara, dengan masing-masing satuan khusus seperti Kopassus, Denjaka, dan Kopaskhas, yang akan turun sesuai skala ancaman yang dihadapi.